Liputan6.com, Jakarta Anak Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Yenny Wahid, menerima kunjungan dari bakal calon presiden (bacapres) Ganjar Pranowo di kediamannya, kawasan Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Minggu malam (13/8/2023).
Yenny Wahid mengatakan kedatangan Ganjar tidak ada kaitannya dengan masalah politik. Menurut dia, pembahasan politik tidak elok apabila dibahas di depan sang ibu yang merupakan istri Gus Dur, Sinta Nuriyah.
Advertisement
"Kalau soal politik itu nanti, bukan di depan Ibu (Sinta Nuriyah). Kalau depan Ibu ya politik kebangsaan. Kalau politik praktis nanti saja akan mojok sendiri ada saatnya," ucap Yenny saat ditemui di kediamannya.
Yenny menjelaskan, kehadiran Gubernur Jawa Tengah itu hanya sekadar menjalin tali silaturahmi saja. Sebab, kata Yenny, Ganjar Pranowo bukan sosok asing yang diterima di kediamannya.
"Jadi sudah sering ke Ciganjur, menghadiri haul Gus Dur, pergi ke Jawa Tengah. Mas Ganjar itu sering sekali menemui Ibu (Sinta)," ujar Yenny.
Yenny menjelaskan pertemuan dengan Ganjar berlangsung selama kurang lebih satu jam. Salam pertemuan itu tidak ada pembahasan mengenai kabar dirinya diajak mendampingi Ganjar untuk kontestasi pemilu 2024 nanti.
Untuk membahas politik, khususnya terkait pilpres, Yenny akan mencari waktu dan kondisi yang tepat.
"Nanti dilihat kesibukan kami masing-masing, Mas Ganjar juga keliling terus. Saya juga melihat dinamika politik yang sekarang sedang terjadi sampai menjelang pendaftaran nanti. Kita tentu masih melihat itu semua," kata Yenny.
Ganjar Anggap Gus Dur Sosok Inspiratif
Adapun kedatangan Ganjar ke rumah Gus Dur yang disambut oleh Yenny, Siti Nuriyah serta sejumlah anggota keluarga Gus Dur lainnya. Kedatangan Ganjar pun disambut hangat sambil disuguhi makan malam.
Saat bertemu dengan Sinta, Ganjar mengaku menjadikan sosok Gus Dur dan sang ayah Presiden keempat RI itu Abdul Wahid Hasyim sebagai inspirasi dalam bernegara. Pria berambut putih ini mengungkap banyak pembicaraan dibahas.
"Pertama, terkait hukum, seperti diceritakan Gus Dur dalam tulisannya, hukum positif yang berlaku di Indonesia telah mengakomodasi aspek penting dalam hukum Islam atau syariat di dalamnya, yaitu ketahanan (deterrence)," kata Ganjar Pranowo dalam keterangan persnya, Minggu (13/8/2023).
Menurut Gubernur Jawa Tengah itu, hukum positif ke depan perlu adil dan bisa ditegakkan tanpa pandang bulu seperti yang dicita-citakan Gus Dur dan Wahid Hasyim.
"Bukan tumpul ke bawah dan tajam ke atas, kemudian menjadi kunci keberhasilan negara atas rakyatnya. Dalam hal ini adalah mewujudkan baldatun thoyibatun wa rabun ghofur," kata Ganjar Pranowo.
Kepada Sinta, Ganjar juga mengaku belajar dari Gus Dur dan Wahid Hasyim untuk menerima Pancasila sebagai asas tunggal.
"Dengan begitu, kata Gus Dur, perjuangan-perjuangan memakmurkan dan memajukan Indonesia seperti amanat dalam lima sila Pancasila bisa diwujudkan. Khususnya terkait mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia," ujar Ganjar.
Ganjar Pranowo dalam pembicaraan dengan Sinta Nuriyah juga mengakui sempat tidak memahami maqashidu syar’iah atau maksud-maksud hukum Islam.
"Dari tulisan dan pemikiran Gus Dur, lah saya mengetahuinya. Bahwa di dalamnya ada unsur hifzul mal (menjaga harta), hifzul nafs (menjaga jiwa), hifzul din (menjaga agama), hifzul aql (menjaga akal), dan hifzul nasl (menjaga keturunan)," kata Ketua Alumni Universitas Gadjah Mada (KAGAMA) itu.
"Semua unsur itu seperti diungkapkan Gus Dur yang menjadi dasar ulama-ulama NU, termasuk Kiai Wahid Hasyim untuk kemudian memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Sebab, semua hal tersebut mustahil terwujud di bawah penjajahan," ujar Ganjar.
Reporter: Rahmat Baihaqi
Sumber: Merdeka.com
Advertisement