Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menilai, sumber pencemaran kualitas udara alias polusi udara Jakarta dan sekitarnya masih didominasi oleh sektor transportasi.
Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK Sigit Reliantoro mengatakan, rendahnya kualitas udara Jakarta belakangan ini disebabkan oleh beberapa faktor, dimana sektor transportasi menyumbang sebagian besar emisi.
Advertisement
Dari segi bahan bakar yang digunakan di DKI Jakarta, bahan bakar merupakan sumber utama emisi. Terdiri dari gas 51 persen, minyak 49 persen, dan batu bara 0,42 persen.
Belum lama ini juga viral seorang wanita yang melakukan penerbangan dari Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) menuju Bandara Soekarno Hatta (CGK) atau Bandara Soetta mengaku terkejut dengan kondisi langit Jakarta.
Momen penerbangan itu ia bagikan melalui akun TikTok notpusing pada Sabtu, 12 Agustus 2023. "Flight (penerbangan) YIA - CGK termerinding yang pernah aku rasain," tulis wanita bernama Sheena Mulan ini dalam video berdurasi 55 detik itu.
Masalah kualitas udara di Jakarta ini lantas menjadi sorotan media asing. Seperti South China Morning Post dalam artikel bertajuk: "Jakarta named world’s most polluted city, as Indonesian residents worry about health risks," menuliskan bahwa secara konsisten menduduki peringkat di antara 10 kota paling tercemar secara global sejak Mei 2023.
SCMP menulis bahwa data ini didapatkan dari perusahaan teknologi kualitas udara Swiss, IQAir.
"Jakarta, yang berpenduduk lebih dari 10 juta jiwa, mencatat tingkat polusi udara yang tidak sehat hampir setiap hari, menurut IQAir," tulis SCMP.
Media ini menyampaikan bahwa secara teratur Jakarta mencatat tingkat "tidak sehat" untuk konsentrasi partikel kecil yang dikenal sebagai PM2.5, yang dapat menembus saluran udara dan menyebabkan masalah pernapasan, berkali-kali lipat dari tingkat yang direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia.
Salahkan Pola Cuaca dan Emisi Kendaraan
Media The Peninsula Qatar dalam artikelnya juga menyebut bahwa pemerintah menyalahkan lonjakan polusi di ibu kota Jakarta karena pola cuaca dan emisi kendaraan.
"Jakarta dan sekitarnya membentuk megalopolis berpenduduk sekitar 30 juta orang, dan konsentrasi partikel kecil di udara yang dikenal sebagai PM2.5 telah melampaui kota-kota berpolusi berat lainnya," demikian ditulis dalam artikel berjudul Indonesia says capital pollution spike due to weather, vehicles.
Aktivis menyalahkan kabut asap beracun tingkat tinggi pada sekelompok pabrik dan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara di dekat kota.
Greenpeace Indonesia mengatakan, ada 10 pembangkit listrik semacam itu dalam radius 100 kilometer (62 mil).
Advertisement
Berisiko Picu Penggumpalan Darah
Sementara itu, New York Times menyebut tak hanya Jakarta yang mengalami masalah serupa. Kota-kota di Asia, Afrika, dan Amerika Latin juga mengalami masalah ini.
Dalam artikel: Air Quality This Week Gives U.S. a Glimpse of the World’s Air Pollution, NYTimes menyebut studi prapandemi, Organisasi Kesehatan Dunia menemukan bahwa 99 persen populasi dunia tinggal di tempat yang tidak memenuhi pedoman kualitas udara yang sehat.
"Udara yang buruk bisa berbahaya, terutama jika Anda menghirupnya seumur hidup. Efek jangka pendek termasuk batuk, kemacetan dan peradangan."
"Paparan jangka panjang dapat merusak hati dan otak Anda, serta meningkatkan risiko penggumpalan darah yang dapat menyebabkan serangan jantung."