Tanggapan Pengusaha Usai Jokowi Usul Sistem Kerja Hibrida demi Atasi Polusi Udara Jakarta

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang Pengembangan Otonomi Daerah Sarman Simanjorang memahami kekhawatiran Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait polusi udara Jakarta.

oleh Agustina Melani diperbarui 14 Agu 2023, 18:28 WIB
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendorong sistem kerja hibrida seiring polusi udara Jakarta yang memburuk. (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Kualitas udara di wilayah Jabodetabek menjadi perhatian pemerintah. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun menyampaikan sejumlah usulan jangka pendek hingga panjang untuk atasi polusi udara Jakarta, salah satunya mendorong sistem kerja hibrida. Lalu bagaimana tanggapan pengusaha mengenai hal tersebut?

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang Pengembangan Otonomi Daerah Sarman Simanjorang menuturkan, pihaknya mengerti kekhawatiran Presiden Jokowi tentang kualitas udara di Jakarta yang tidak baik. Apalagi saat ini memasuki musim kemarau sehingga pengaruhi kualitas udara. Ia pun mencontohkan ketika pesawat mau mendarat di Bandara Soekarno Hatta tampak kabut tetapi bukan melainkan polusi.

“Musim kemarau dirasakan panas. Kualitas udara, kalau kita mau landing di Bandara Soekarno Hatta, bagaimana Jakarta seperti kabut tetapi bukan kabut karena dingin tetapi pemandangan sudah tidak baik karena polusi udara katakan sangat menganggu memang kekuatiran presiden perlu  diapresiasi,” tutur dia saat dihubungi Liputan6.com, Senin (14/8/2023).

Ia menambahkan, pengusaha akan evaluasi menyeluruh mengenai hal ini. Seperti strategi pemerintah daerah (Pemda) DKI Jakarta yang harus dilakukan agar ke depan kualitas udara di Jakarta semakin baik. Jika memang mendorong work from home, menurut Sarman, hal itu perlu jadi pertimbangan dan aturan.

“Dan perlu memang dibuat regulasi pemerintah sehingga pelaku usaha memiliki dasar kuat untuk jalankan work from home (WFH) karena ini juga dibuat batasan-batasan,” kata Sarman.

 

 


Perlu Ada Regulasi

Calon penumpang menunggu bus Transjakarta di halte kawasan Sudirman, Jakarta, Rabu (16/12/2020). Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria memastikan, kebijakan 75 persen karyawan bekerja dari rumah (WFH) akan diterapkan sebelum pergantian tahun 2020 ke 2021. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sarman menilai, penyusunan regulasi itu perlu kolaborasi pemerintah dan pengusaha. Hal ini agar mengetahui sektor usaha apa saja yang menjadi keharusan untuk melakukan WFH.

“Perlu dilihat memang jenis usaha masing-masing. Kalau dilihat Perusahaan ada yang masuk kantor karena berurusan dengan customer, dan harus bertemu fisik. Pelayan CS misalnya. Dan juga seperti (pegawai-red) hotel, restoran, kafe, UMKM, pedagang ritel mau tak mau harus berhadapan dengan customer, dan tidak memungkinkan WFH,” ujar dia.

Namun, pekerjaan yang bersifat administrasi, menurut Sarman dapat menerapkan WFH. Akan tetapi, hal itu perlu regulasi karena perlu menjaga komunikasi hubungan industrial antara pelaku usaha dan pekerja agar tidak timbulkan kecemburuan antara divisi dalam suatu Perusahaan.

“Mekanisme pengawasan dilakukan pengusah terhadap karyawan. WFH betul-betul bekerja dengan target pasti, betul-betul kalau di rumah layaknya di kantor, tidak santai, ini perlu,” ujar dia.

Ia menambahkan, kalau pemerintah buat regulasi memang ada keterlibatan sama-sama menyusun.

“Kalau ini langkah alternatif yang penting harus. (Selain itu-red) Pemda Jakarta langkah-langkah yang diberikan informasi ke masyarakat, tak ganggu kesehatan, terutama untuk generasi muda,” tutur dia.

Sementara itu, Direktur Utama Kalbe Farma Vidjongtius menuturkan, kalau karyawan di manufaktur terutama di pabrik perlu kehadiran langsung saat produksi, terutama produk kesehatan tidak bisa berhenti.

 


Presiden Jokowi Sampaikan Usulan Atasi Polusi Udara Memburuk di Jakarta

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidatonya acara MUNAS REIX VII 2023, yang disiarkan secara daring pada Rabu (9/8/2023).

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan sejumlah usulan untuk penanganan polusi udara di Jabodebek yang semakin parah.

Dalam jangka pendek, Jokowi memerintahkan kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (K/L) terkait untuk intervensi agar kualitas udara di Jabodetabek lebih baik.

Intervensi itu, menurut Jokowi seperti rekayasa cuaca memancing hujan di kawasan Jabodetabek. Selain itu, menerapkan regulasi untuk percepatan penerapan batas emisi terutama di wilayah Jabodetabek. Demikian dikutip dari Antara, Senin (14/8/2023).

Untuk atasi polusi udara Jakarta, Jokowi juga meminta agar ruang terbuka hijau (RTH) diperbanyak di daerah Jabodetabek. Jokowi meminta agar segera disiapkan anggaran penyediaan RTH.

Sedangkan dalam jangka menengah, pemerintah akan konsisten menerapkan kebijakan mengurangi pemakaian kendaraan berbasis fosil dan beralih ke transportasi massal. Sedangkan jangka panjang, aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim perlu diperkuat.

“Harus dilakukan pengawasan kepada sektor industri dan pembangkit listrik terutama di sektor Jabodetabek dan mengedukasi publik yang seluas-luasnya,” kata dia.

 

 

 


Dorong Sistem Kerja Hibrida

Presiden Joko Widodo atau Jokowi (kanan), Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (kiri), Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir (kedua kanan), dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (ketiga kanan) menaiki light rail transit (LRT) di Jakarta, Kamis (3/8/2023). Jokowi mencoba LRT Jabodebek rute Harjamukti-Dukuh Atas. (ADEK BERRY/AFP)

Tak hanya itu, Jokowi menuturkan perlu mendorong sistem kerja hibrida untuk pangkas polusi udara di Jabodetabek. Hal ini mengingat dalam sepekan terakhir masuk ke kategori sangat buruk.

“Jika diperlukan, kita harus berani mendorong banyak kantor melaksanakan hybrid working, work from office, work from home mungkin. Saya tidak tahu nanti dari kesepakatan di rapat terbatas ini, apakah (jam kerja) 7-5,2-5 atau angka yang lain,” ujar Jokowi.

Jokowi menuturkan, kualitas udara di Jabodetabek selama sepekan terakhir sangat buruk. Pada Sabtu, 12 Agustus 203, kualitas udara di DKI Jakarta berada di angka 156. Ini artinya masuk kategori tidak sehat. Jokowi menilai, kemarau panjang hingga penggunaan sumber energi dari batu bara menjadi faktor penyebab buruknya kualitas udara di Jabodetabek.

“Kemarau panjang selama tiga bulan terakhir yang menyebabkan peningkatan konsentrasi polutan tinggi serta pembuangan emisi dari transportasi dan juga aktivitas industri di Jabodetabek, terutama yang menggunakan batu bara di sektor industri manufaktur,” ujar dia.

 

Infografis 10 Kota Dunia dengan Kualitas Udara yang Buruk akibat Polusi

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya