Liputan6.com, Jakarta - Polusi udara yang mengepung berbagai wilayah di Indonesia kian mengkhawatirkan. Begitu pula dengan polusi udara Jakarta yang terjadi didominasi dari sektor transportasi.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau KLHK memastikan upaya pemerintah menekan angka polusi udara di Indonesia, termasuk DKI Jakarta dan sekitarnya terus dilakukan. Ada beberapa solusi mitigasi mengurangi munculnya emisi ini, yakni melalui peningkatan kesadaran uji emisi kendaraan hingga mendorong penggunaan kendaran listrik.
Advertisement
Dikutip dari siaran pers KLHK pada Senin (14/8/2023), upaya mengurangi polusi udara tersebut disampaikan Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Sigit Reliantoro. Ia mengungkapkan, berdasarkan hasil inventarisasi dari beberapa kajian, sumber pencemar udara Jakarta didominasi oleh sumber pencemar lokal.
Selain itu, penyebab pencemaran udara Jakarta berasal dari kendaraan bermotor dengan bahan bakar fosil. "Untuk DKI Jakarta, berdasarkan beberapa kajian, maka peluang terbesar untuk memperbaiki kualitas udara adalah kalau kita menyentuh dari sektor transportasi," kata Sigit.
Sigit menjelaskan sektor transportasi menjadi penyumbang 44 persen sumber pencemar, diikuti sektor industri 31 persen, manufaktur 10 persen, perumahan 14 persem dan komersial 1 persen. Karena sektor transportasi mendominasi, maka keterlibatan, dan partisipasi masyarakat dalam perbaikan kualitas udara merupakan hal yang mutlak.
Sigit menerangkan, menurut kajian ahli Prof. Puji Lestari Ph.D, ada beberapa rekomendasi untuk memperbaiki kualitas udara. Studi tersebut dilakukan untuk seluruh wilayah Indonesia, namun fokus utamanya adalah di Jawa karena berpotensi tinggi untuk pencemaran udara.
8 Rekomendasi
"Kebijakan yang paling direkomendasikan adalah utamanya di bidang transportasi, disusul kemudian mengawasi industri dengan memasang alat kontrol emisi yang lebih baik, dan juga mendorong efisiensi energi," jelasnya.
Khusus untuk Jakarta, ada studi lebih detail dilakukan oleh lembaga Vital Strategies yang menghasilkan delapan rekomendasi, yakni:
- Pengadaan kendaraan operasional listrik
- Pengetatan standar emisi transportasi umum menjadi EURO4
- Pengadaan bus listrik untuk Transjakarta non-mikro
- Uji emisi berkala (target EURO2)
- Peralihan ke angkutan umum
- Konversi ke kompor listrik
- Pengendalian debu konstruksi
- Pelarangan pembakaran sampah terbuka.
Menurut Sigit, PJ. Gubernur telah berkomitmen akan menambah 100 kendaraan transjakarta elektrik. Didorong untuk jangka pendek ini adalah uji emisi berkala yang menjadi potensi yang besar untuk mengurangi emisi dari kendaraan yang ada agar sesuai baku mutu.
Namun, ia menegaskan bahwa uji emisi bertujuan untuk membuat baku mutu emisi yang keluar dari kendaraan bermotor dapat sesuai dengan yang telah ditentukan. Ia juga meminta jangan hanya kendaraan yang teregistrasi di Jakarta saja yang dilakukan uji emisi, namun juga kendaraan yang dari kawasan Jabodetabek.
Advertisement
Framing Jakarta Kota Terpolusi di Dunia
Terkait framing bahwa Jakarta adalah kota terpolusi di dunia, Sigit menegaskan bahwa hal tersebut tidak valid dan perlu diluruskan. Ia mengatakan bahwa diperlukan data pembanding dengan sistem pemantauan kualitas udara yang lainnya.
"Sistem IQ Air adalah data yang sering dikutip, tapi juga ada pembanding yang menurut saya juga perlu dilihat karena, sekali lagi kita terima kasih dengan sistem pemantauan yang ada seperti ini untuk memberikan peringatan. Tetapi kalau kita di-framing bahwa kita itu terkotor di seluruh dunia nomor satu, itu yang barang kali kita perlu melihat sumber informasi lain seperti yang Index Visual Map," terang Sigit.
Ia melanjutkan, data pada waktu itu di Jakarta itu 119, ada di Copenhagen itu 500, di Alaska terjadi kebakaran hutan 200, dan juga China 262, ada 208 di India, dan bahkan di Eropa ada satu kota di Spanyol 272. "Jadi artinya framing Jakarta terpolusi nomor satu di dunia perlu diluruskan sehingga sebetulnya kalau dicek seperti ini. Jadi sebetulnya kalau ingin lebih fair kita juga harus mengecek ke sumber serupa yang punya data yang sejenis," lanjutnya.
Alat Pemantau Kualitas Udara
Dikatakannya, alat sistem pemantauan kualitas udara harus diletakkan pada kondisi yang ideal. Alat pemantau tersebut menurut Sigit, harus diletakkan pada tempat yang tidak terpengaruh dengan gedung dan pohon di sekitarnya, sehingga data yang didapat adalah data udara ambient.
Ia menyebut keadaan sensor pengukuran yang tidak sesuai standar dapat menyebabkan kesalahan data akibat fenomena street canyon yang merupakan kondisi, angin hanya berputar di sekitar gedung-gedung yang ada di perkotaan. Dikatakannya, cita-cita Indonesia sebagai bangsa yang maju, yang lepas menuju negara yang berpendapatan tinggi, maka harus memiliki budaya yang maju juga.
Menurutnya, budaya orang-orang di negara maju, hirarki transportasinya yang utama adalah pejalan kaki, kemudian pesepeda, kendaraan umum, kendaraan listrik, dan kendaraan pribadi berbahan bakar fosil adalah yang paling bawah. "Sebetulnya, yang direkomendasikan ini adalah kesiapan kita untuk menjadi warga negara maju. Kita harus membantu, untuk kita sendiri dan semua untuk menuju negara yang maju ya budanyanya harus maju," tutup Sigit.
Advertisement