Liputan6.com, Hong Kong - Seorang remaja di Hong Kong mengalami kerusakan di bagian mata usai ditampar oleh guru ngajinya. Remaja berusia 13 tahun itu diduga ditampar karena tidak bisa membaca ayat Al-Qur'an.
Akibatnya, retina remaja Hong Kong itu rusak sehingga harus dioperasi.
Advertisement
Berdasarkan laporan The Standard, Selasa (15/8/2023), insiden itu terjadi pada Sabtu 5 Agustus lalu di sebuah pusat belajar yang mengajarkan cara membaca Al-Qur'an.
Tamparan itu ternyata memberikan rasa sakit bagi remaja itu dan pihak keluarga membawanya ke rumah sakit. Dan benar saja, korban memerlukan operasi mata.
Pada Rabu pekan lalu, remaja itu harus dioperasi selama enam jam di Pamela Youde Nethersole Eastern Hospital di Chai Wan. Namun, enam bulan lagi ia harus kembali dioperasi.
Kondisi anak itu dilaporkan sudah stabil. Pihak RS juga berkata keluarga korban telah mengadukan aksi guru ngaji itu ke polisi.
Pihak kepolisian Hong Kong berkata sudah berkomunikasi dengan sekolah dan kelompok-kelompok terkait mengenai insiden ini.
Bukan Insiden Pertama
Imam di Hong Kong, Mufti Muhammad Arshad, meminta kepada para guru agama Islam di Hong Kong untuk ingat bahwa hukuman kekerasan tidak diizinkan, apalagi saat mengejarkan agama.
Dewan Muslim Hong Kong juga berkata insiden itu membuat resah komunitas Muslim di Hong Kong. Kekerasan guru itu ternyata bukan yang pertama. Kasus ini pun berujung di ranah hukum.
"Kami telah berhubungan dengan pihak keluarga, penasihat hukum, dan anggota-anggota (organisasi) Islam lain untuk memperlakukan kasus ini dengan sangat serius, tidak hanya sekadar memperlakukannya sebagai kasus 'tak sengaja' karena memang bukan," ujar pernyataan Dewan Muslim Hong Kong.
Pihak dewan juga meminta agar semua imam, ustadz, dan guru madrasah agar punya akuntabilitas "untuk memastikan mereka mengajari pemuda dengan belas kasih, kebijaksanaan, dan sesuai ajaran Allah dan Rasul-Nya."
Modus Transfer Ilmu, 5 Santriwati di Cianjur Diduga Jadi Korban Pelecehan Seksual Pendiri Yayasan
Di dalam negeri, Kepolisian Resor Cianjur menyelidiki kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan pendiri yayasan di Kecamatan Takokak, Cianjur, Jawa Barat, terhadap lima orang santriwati di bawah umur dengan dalih pengobatan dan transfer ilmu.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Cianjur Iptu Tono Listianto di Cianjur, Minggu, mengatakan pihaknya masih menyelidiki kasus dugaan pencabulan atau pelecehan seksual yang menimpa santriwati dengan memanggil sejumlah saksi untuk dimintai keterangan.
"Kami akan panggil sejumlah saksi guna diminta keterangan. Kami akan dalami kasusnya karena diduga jumlah korban lebih dari lima orang," katanya, dikutip Antara.
Pihaknya sudah menerima laporan dari lima orang korban yang didampingi kuasa hukumnya. Mereka melaporkan pendiri yayasan pondok pesantren di Kecamatan Takokak yang sudah melakukan pelecehan seksual sejak beberapa tahun terakhir.
Kuasa hukum korban, Topan Nugraha, mengatakan santriwati yang diduga menjadi korban pelecehan pendiri pondok pesantren di Kecamatan Takokak itu lebih dari lima orang, namun mereka takut untuk melapor karena mendapat ancaman dari pelaku.
"Awalnya kami hanya mendapat laporan dari tiga orang dan bertambah menjadi lima orang, kemungkinan terus bertambah karena korban takut melaporkan pendiri sekaligus pemilik ponpes itu karena berbagai ancaman," katanya.
Sebagian besar korban diminta tidak menceritakan perbuatan pelaku kepada siapapun, termasuk orang tuanya, dengan ancaman akan diguna-guna dan dikeluarkan dari pondok.
"Kami meminta pelaku segera ditangkap dan pendampingan akan kami berikan kepada korban lainnya. Mereka takut melapor karena ancaman pelaku dan trauma seperti yang dialami lima orang santriwati yang akhirnya memilih melaporkan pelaku," katanya.
Advertisement