Liputan6.com, Jakarta - Insiden penggunaan meriam air baru-baru ini ke kapal Filipina oleh kapal penjaga pantai China memicu perdebatan. Sejumlah pihak menekankan bahwa masalah di Laut China Selatan perlu diselesaikan secara damai sambil mendesak Tiongkok mematuhi hukum internasional.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri India Arindam Bagchi menyebut bahwa masalah Laut China Selatan perlu segera diselesaikan dengan cara damai, dikutip dari laman latestly.com, Selasa (15/8/2023),
Advertisement
“Kami selalu merasa bahwa masalah perlu diselesaikan, perselisihan secara damai sesuai dengan aturan dan kami pasti akan mendesak para pihak untuk mengikutinya serta memastikan bahwa tidak ada insiden seperti itu tidak terjadi," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arindam Bagchi menjawab ketegangan antara China dan Filipina menyangkut India.
Secara khusus ia menyebutkan bahwa pihaknya telah membuat komentar tentang perlunya mematuhi hukum internasional.
Penggunaan meriam air yang "berlebihan dan ofensif" oleh kapal Tiongkok untuk memblokir kapal Filipina terjadi di Second Thomas Shoal sebuah atol yang terletak di Laut China Selatan.
Dia menegaskan kembali bahwa India memiliki posisi lama dalam perselisihan mengenai Selatan Laut Cina sebagai pihak yang perlu dipatuhi hukum internasional.
"Kami juga menggarisbawahi perlunya penyelesaian sengketa secara damai," tambahnya.
Pada 5 Agustus, Filipina menyebut kapal Penjaga Pantai China menembakkan meriam air dan melakukan manuver berbahaya ke kapalnya di Laut China Selatan.
"Penjaga Pantai Filipina (PCG) mengutuk keras manuver berbahaya Penjaga Pantai China (CCG) dan penggunaan meriam air secara ilegal terhadap kapal PC," tulis PCG dalam pernyataan yang dibagikan di akun Facebook resminya.
Dorongan dari Negara-negara Lain
Kapal-kapal PC mengawal kapal-kapal yang membawa perbekalan untuk pasukan militer yang ditempatkan di Dangkalan Ayungin, juga dikenal sebagai Dangkalan Thomas di rangkaian Kepulauan Spratly. Namun, menurut China ity merupakan Kepulauan Nansha.
Tindakan China itu mendapat reaksi keras dari berbagai negara. Pada Minggu, Washington yang merupakan sekutu utama Manila mengecam tindakan China dan menegaskan kembali bahwa negara itu akan menegakkan akhir dari pakta pertahanan bersama dengan Filipina.
Pejabat Australia, Jepang, dan Jerman menyebut langkah China sebagai "berbahaya" dan menciptakan situasi destabilisasi.
Sementara itu, China juga bereaksi atas insiden tersebut dan sebagai tanggapan menuduh Penjaga Pantai Filipina (PCG) melakukan pelanggaran di perairannya.
Advertisement
AS-Filipina Perkuat Aliansi
AS, meski bukan penggugat dalam sengketa Laut China Selatan, namun menganggap kawasan itu strategis bagi kepentingan nasionalnya.
Pada Selasa (8/8), Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin menggarisbawahi sifat kuat dari aliansi AS-Filipina melalui panggilan telepon dengan Menteri Pertahanan Nasional Filipina Gilberto Teodoro Jr. Austin menegaskan kembali bahwa perjanjian antara kedua negara, di mana AS akan membela Filipina jika kapal dan pasukan publiknya menjadi sasaran serangan bersenjata, diperluas ke penjaga pantai di Laut China Selatan.
China mengklaim hampir semua Laut China Selatan, termasuk Second Thomas Shoal, meskipun klaim luasnya tersebut menurut pengadilan internasional di Den Haag pada tahun 2016 tidak memiliki dasar hukum.
Kementerian Luar Negeri China pada Selasa pun mengulangi penolakannya terhadap keputusan tersebut.
"Arbitrase Laut China Selatan adalah drama politik murni yang dipentaskan atas nama hukum dengan AS memainkan di belakang layar," katanya.
Manila sering menuduh penjaga pantai China memblokir misi pengiriman logistik bagi pasukannya di BRP Sierra Madre.
Pada Februari, penjaga pantai Filipina menuduh China mengarahkan laser level militer ke salah satu kapalnya saat mencoba mendukung misi angkatan laut untuk membawa makanan dan perbekalan bagi pasukannya di Second Thomas Shoal.