Liputan6.com, Jakarta Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah tidak menutup kemungkinan diterapkannya sistem kerja dari rumah, atau work from home (WFH) bagi para pekerja swasta. Imbas polusi udara yang mengintai langit Jakarta dan sekitarnya.
Ida mengatakan, pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan tengah mengkaji opsi work from home. Namun belum diputuskan bagaimana kebijakan finalnya.
Advertisement
"Kita masih mendiskusikan, kita belum sampai pada kesimpulan. Belum sampai apakah itu imbauannya menteri, atau imbauannya swasta sendiri, atau nanti pemerintah provinsi," ujar Ida di Kompleks DPR RI, Jakarta, Rabu (16/8/2023).
"Tapi saya kira memang itu masalah yang harus kita atasi. Pilihannya kan di antaranya WFH, kita terus diskusikan," ungkap dia.
Belum Ada Keputusan WFH
Menurut dia, pemerintah belum sampai pada keputusan apakah mengimbau dalam bentuk surat untuk melakukan WFH. Di sisi lain, pemerintah juga memikirkan cara bagaimana agar tingkat polusi ibu kota bisa diminimalisir.
"Kita belum sampai pada apakah mengimbau dalam bentuk surat, tapi itu menjadi wacana yg terus kita diskusikan. Tapi harus dicarikan jalan keluar memang, jalan keluar bagaimana polusi ini tidak semakin buruk," ucapnya.
Kata Ida, opsi WFH harus dipertimbangkan matang hingga bisa menentukan mana sektor pekerjaan yang bisa diberi pilihan bekerja di rumah atau tidak. Ia pun mengaku belum menerima usulan dari pihak swasta soal opsi kerja dari rumah ini. "Secara langsung belum, itu kan wacana-wacana di media yang kita tangkap. Saya kira ini menjadi persoalan bersama nanti kita diskusikan mana yg terbaik," pungkas Ida.
Polusi Udara Jakarta Memburuk, Pengusaha: Tak Semua Bisa WFH
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengatakan tidak semua sektor bisa menerapkan sistem bekerja dari rumah (WFH) sebagaimana arahan Presiden Jokowi untuk bisa mengurangi polusi di wilayah Jabodetabek, khususnya polusi udara Jakarta.
“Jadi kami sudah sampaikan memang ada sektor-sektor tertentu yang tidak memungkinkan untuk WFH. Memang semenjak pandemi, kita sudah belajar mana yang bisa (WFH). Masih ada juga sektor tertentu yang masih hybrid tapi memang ada yang memang tidak bisa,” katanya dikutip dari Antara, Selasa (15/8/2023).
Menurut Shinta, jika mau dikaitkan dengan masalah polusi udara yang belakangan memburuk, solusinya tidak hanya bisa dipecahkan dari sisi transportasi. Sektor transportasi hanya satu di antara banyak penyebab tingginya polusi, khususnya di Ibu Kota.
Sistem WFHIa pun telah mengimbau para pengusaha yang bisa menerapkan sistem WFH agar bisa diatur dengan baik. Di sisi lain, aspek lain yang seperti penerapan konsep hijau dalam operasional usaha juga perlu dikedepankan.
“Jadi memang saat ini kami mengimbau yang bisa, ya mungkin bisa diatur yang lebih baik tapi yang memang tidak bisa, kita harus tetap komit untuk bagaimana lebih menjalankan misal program hijau. Hal semacam itu yang saya rasa juga belum menjadi perhatian para pengusaha,” imbuhnya.
Shinta menekankan saat ini sudah banyak perusahaan yang menerapkan WFH (Work From Home) atau jam kerja fleksibel kepada para pekerjanya.
Advertisement
Siapa Penyumbang Polusi Udara Terbesar, Mobil atau Motor?
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mengatakan kendaraan bermotor menjadi penyebab utama kasus polusi udara Jakarta.
"Dalam catatan kami ada 24,5 juta kendaraan bermotor pada tahun 2022," ujarnya dikutip dari Antara, Selasa (15/8/2023).Sebanyak 24,5 juta kendaraan bermotor di Jakarta, mayoritas adalah sepeda motor dengan komposisi mencapai 78 persen. Rata-rata pertumbuhan kendaraan bermotor per tahun sebesar 5,7 persen atau setara 1,2 juta unit dan sepeda motor 6,38 persen atau setara 1,04 juta unit.
Sepeda motor menghasilkan beban pencemaran per penumpang paling tinggi dibandingkan mobil pribadi bensin, mobil pribadi solar, mobil penumpang, dan bus.
Menteri Siti menuturkan tak hanya emisi kendaraan bermotor saja yang berpengaruh terhadap kualitas udara, tetapi juga ada kemarau panjang, konsentrasi polutan, hingga manufaktur industri.
Pemerintah mengajak masyarakat untuk melakukan uji emisi kendaraan bermotor sebagai salah satu langkah cepat untuk menangani polusi udara. Uji emisi menggerakkan masyarakat melakukan inspeksi dan perawatan terhadap kendaraannya sendiri.
Uji Emisi
Berdasarkan data Vital Strategies, tingkat kepatuhan masyarakat Jakarta terhadap kewajiban uji emisi masih sangat rendah. Jakarta Barat hanya 7,45 persen, Jakarta Selatan hanya 4,53 persen, Jakarta Pusat hanya 3,86 persen, Jakarta Timur hanya 4,72 persen, dan Jakarta Utara sebanyak 10,69 persen.
"Uji emisi merupakan langkah yang sangat tepat dan perlu dilakukan dengan hasil yang bisa dirasakan segera," kata Siti.
Lebih lanjut dia menyampaikan aturan uji emisi itu dilakukan terlebih dahulu di Jakarta atau Jabodetabek. Bila kegiatan itu berjalan baik, maka pemerintah bakal memperluas aturan itu hingga ke seluruh Indonesia.
Selain itu, semua kementerian/lembaga dan pemerintah daerah wajib untuk memberlakukan uji emisi bagi semua kendaraan bermotor yang masuk fasilitas perkantoran. "Kemudian, memasukkan persyaratan lulus uji emisi untuk perpanjangan STNK dan pembayaran pajak kendaraan bermotor," pungkas Menteri Siti.
Advertisement