Liputan6.com, Jakarta Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan rincian postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2024.
Dalam pidato kenegaraannya tentang RAPBN Tahun Anggaran 2024 beserta Nota Keuangan, Jokowi mengungkapkan bahwa pendapatan negara direncanakan sebesar Rp. 2.781,3 triliun. Ini terdiri dari Penerimaan Perpajakan Rp. 2.307,9 triliun dan PNBP sebesar Rp. 473,0 triliun, serta Hibah sebesar Rp. 0,4 triliun.
Advertisement
"Belanja negara dialokasikan sebesar Rp. 3.304,1 triliun yang terdiri dari Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp. 2.446,5triliun dan Transfer ke Daerah sebesar Rp. 857,6 triliun," kata Jokowi dalam pidato RUU APBN Tahun Anggaran 2024 beserta Nota Keuangan, yang disiarkan di laman Youtube resmi DPR RI, Rabu (16/8/2023).
Adapun keseimbangan primer negatif sebesar Rp. 25,5 triliun yang didorong bergerak menuju positif. Kemudian defisit anggaran sebesar 2,29 persen dari PDB atau sebesar Rp. 522,8 triliun.
"Dengan pengelolaan fiskal yang kuat, disertai dengan efektivitas dalam mendorong transformasi ekonomi dan perbaikan kesejahteraan rakyat, maka tingkat pengangguran terbuka tahun 2024 diharapkan dapat ditekan dalam kisaran 5,0 persen hingga 5,7 persen, angka kemiskinan dalam rentang 6,5 persen hingga 7,5 persen, rasiogini dalam kisaran 0,374 hingga 0,377," Jokowi merinci.
Indeks Pembangunan Manusia
Kemudian Indeks Pembangunan Manusia dalam rentang 73,99 hingga 74,02. Selain itu, Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Nelayan (NTN) juga ditingkatkan untuk mencapai kisaran masing-masing 105 sampai dengan 108 dan 107 sampai dengan 110.
"Untuk mendukung transformasi ekonomi, dan agenda pembangunan serta melindungi masyarakat dari goncangan, Postur APBN 2024 harus tetap sehat. Reformasi fiskal harus terus dilakukan secara komprehensif, baik optimalisasi pendapatan, melanjutkan penguatan belanja berkualitas, serta pembiayaan inovatif dan dikelola secara hati-hati," tutur Presiden.
Jokowi: Kebijakan Fiskal RI Paling Efektif dalam Penanganan Pandemi
Dalam kesempatan itu, Jokowi juga memamerkan kebijakan fiskal Indonesia sebagai salah satu yang paling efektif dalam menangani pandemi dan menjaga pertumbuhan ekonomi.
"Defisit fiskal Indonesia sudah kembali di bawah 3 persen PDB, satu tahun lebih cepat dari rencana awal," ungkapnya.
Sementara di sebagian besar negara, defisit fiskal masih sangat lebar, seperti di India yang mencapai 9,6 persen PDB per tahun 2022, Jepang 7,8 persen, Tiongkok 7,5 persen, Amerika Serikat 5,5 persen, dan Malaysia 5,3 persen.
Selain itu, rasio utang Indonesia juga salah satu yang paling rendah diantara kelompok negara G20 dan ASEAN.
"Bahkan sudah menurun dari 40,7 persen, PDB di tahun 2021 menjadi 37,8 persen di Juli 2023," kata Jokowi.
Sebagai perbandingan, rasio utang Malaysia saat ini di tingkat 66,3 persen PDB, Tiongkok 77,1 persen, dan India 83,1 persen.
Advertisement
Kesempatan yang Tidak Permanen
Namun Jokowi juag mengingatkan, kesempatan Indonesia untuk bisa keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap) tidak terbuka selamanya.
"Struktur penduduk muda akibat bonus demografi, kita manfaatkan secara maksimal. Transformasi ekonomi terus dilanjutkan untuk meningkatkan daya tarik investasi dan pembukaan lapangan kerja yang layak secara masif," jelasnya.
"Partisipasi Indonesia dalam rantai pasok global, khususnya pada sektor berteknologi tinggi dan ramah lingkungan, terus didorong," tambah Jokowi.