Liputan6.com, Laut Hitam - Aksi prajurit Rusia menjadi sorotan setelah menggeledah kapal kargo yang menuju Ukraina. Para ABK tampak tercengang ketika para prajurit Rusia menerobos masuk ruangan mereka.
Insiden itu disebar oleh video Kementerian Pertahanan Rusia melalui video Rutube. Tampaknya terjadi miskomunikasi antara kedua belah pihak.
Advertisement
"Menunduk, menunduk, dan dengarkan saya!" teriak seorang prajurit Rusia dan para ABK langsung bertekuk lutut.
Prajurit Rusia itu sepertinya berteriak menanyakan kapten kapal.
Seorang ABK sigap menunjuk rekannya dan menjawab dengan Bahasa Inggris, "Dia kaptennya!"
Prajurit Rusia merespons, "Bicara Bahasa Inggris!"
ABK langsung membalas, "Ya, saya bicara Bahasa Inggris!"
"Ya," kata prajurit Rusia.
Tak lama kemudian, prajurit Rusia yang datang meminta agar para ABK tidak mereka kejadian tersebut, meski pihak Rusia sendiri merekam.
Prajurit Rusia kemudian bertanya kepada ABK kenapa mereka tidak berhenti ketika diminta berhenti via radio.
"Kenapa kamu tidak berhenti tepat waktu?" ujar prajurit Rusia. "Kamu tidak berhenti tepat waktu, kenapa?"
Pada akhir video, pihak Rusia tampak memeriksa dokumen-dokumen kapal, lalu bilang berterima kasih dan pamit.
Klarifikasi Pihak Rusia: Sudah Sesuai Protokol
Menurut laporan Sky News, Rabu (16/8/2023), kapal kargo itu berada di area Laut Hitam, dan kapal yang diinfiltrasi pasukan Rusia itu memiliki bendera Palau. Nama kapalnya adalah Sukru Okan.
Kementerian Pertahanan Rusia berkata "inspeksi" dilakukan sesuai dengan aturan internasional. Usai inspeksi kapal itu terus menuju pelabuhan Izmail di Ukraina.
Situasi di Laut Hitam memang sedang tegang akibat invasi Rusia ke Ukraina. Sebenarnya tahun lalu ada perjanjian Laut Hitam agar kapal kargo pada wilayah Ukraina bisa berlalu dengan aman. Tetapi, Rusia keluar dari perjanjian itu.
Rusia Luncurkan Buku Teks Sejarah Baru, Muat Pembelaan Invasi ke Ukraina
Sebelumnya dilaporkan, Rusia telah meluncurkan buku teks sejarah baru yang memuat pembelaan invasinya ke Ukraina. Peluncuran dilakukan sebelum anak-anak kembali ke sekolah pada September.
Pada era Vladimir Putin, Kremlin dilaporkan telah memperketat kontrol atas narasi sejarah di sekolah-sekolah. Tren itu disebut meningkat pesat sejak invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022.
Invasi ke Ukraina, yang oleh Kremlin dilabeli sebagai operasi militer khusus, semakin sering ditampilkan sebagai bagian dari misi sejarah Rusia.
Mempresentasikan buku baru yang ditujukan untuk kelas 11 dalam sebuah konferensi pers di Moskow, Menteri Pendidikan Rusia Sergey Kravtsov mengatakan bahwa materi tersebut ditujukan untuk menyampaikan tujuan invasi ke Ukraina, yaitu demiliterisasi dan denazifikasi. Dua kata itu merupakan pernyataan berulang-ulang Putin.
Buku yang mencakup periode dari 1945 hingga Abad ke-21 itu, sebut Kravtsov, akan ada di semua sekolah pada 1 September.
"Setelah berakhirnya operasi militer khusus, setelah kemenangan kami, kami akan melengkapi buku ini lebih lanjut," kata Kravtsov seperti dilansir The Guardian, Rabu (9/8/2023), seraya menambahkan bahwa buku sejarah tersebut ditulis dalam waktu kurang dari lima bulan.
Advertisement
Rusia Mengaku Dirampok
Saat menjelaskan asal-usul perang Ukraina, buku tersebut mengutip Putin, yang telah berulang kali mengklaim invasi dimulai untuk mengakhiri pertempuran yang dimulai oleh barat.
Buku sejarah itu juga menggambarkan Ukraina sebagai "negara buatan", menirukan esai panjang Putin tentang Persatuan Sejarah Rusia dan Ukraina, yang menyatakan bahwa "Rusia memang dirampok" ketika Ukraina memperoleh kemerdekaan pada tahun 1991.
Pembantu presiden Vladimir Medinsky, yang dikenal karena pandangan konservatifnya tentang sejarah dan telah dikritik oleh beberapa sejarawan, memuji produksi buku yang cepat.
"Tidak ada buku teks yang pernah dibuat di negara kita dalam waktu sesingkat itu," ungkap Medinsky. "Para penulis menulisnya secara praktis dengan tangan mereka sendiri."
Medinsky menambahkan bahwa buku teks tersebut menyajikan sudut pandang negara.
"Kami benar-benar menulis ulang bagian '70-an', '80-an', '90-an' dan '2000-an'. Bagian baru telah ditambahkan dari 2014 hingga saat ini, termasuk operasi militer khusus," ujarnya.
Pendapat Dikekang
Pada April 2023, seorang pria Rusia bernama Alexei Moskalyov dipisahkan dari putrinya setelah sang anak menolak ikut kelas patriotik di sekolah dan membuat sejumlah gambar yang menunjukkan roket ditembakkan ke sebuah keluarga yang berdiri di bawah bendera Ukraina. Gambar lain dari bocah perempuan itu bertuliskan "Glory to Ukraine".
Pengadilan Rusia menghukum pula seorang mantan guru sejarah lima setengah tahun penjara karena mengkritik perang Ukraina secara online.
Setelah dimulainya perang Ukraina, mata pelajaran baru "Percakapan tentang hal-hal penting" diperkenalkan di sekolah-sekolah Rusia, yang dimaksudkan untuk menanamkan patriotisme pada anak-anak.
Mata pelajaran tersebut mencakup kebutuhan bagi siswa berusia delapan tahun untuk memahami bahwa mencintai tanah air berarti kesiapan untuk mengangkat senjata pada masa-masa berbahaya.
Ada juga eksodus sejarawan dan filsuf terkemuka dari Rusia yang tidak setuju dengan perang Ukraina.
Aleksei, mantan guru sejarah di sebuah sekolah elite di luar Moskow yang berhenti April lalu setelah perselisihan dengan manajemen mengenai kurikulum "patriotik" yang baru, menggambarkan buku teks sejarah baru sebagai "sepenuhnya fiksi".
"Mereka menulis ulang masa lalu dan masa kini," kata Aleksei, yang tidak menyebutkan nama aslinya. "Saya mengkhawatirkan anak-anak yang akan dibesarkan oleh kebohongan."
Advertisement