Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menetapkan asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) di angka USD 80 per barel pada 2024. Sementara asumsi lifting minyak berada di kisaran 625.000 barel per hari (BOPD).
Asumsi tersebut dituangkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau RAPBN 2024.
Advertisement
Menanggapi kebijakan tersebut, Anggota Komisi VII DPR RI Dyah Roro Esti menilai, target produksi minyak itu masih jauh dari target jangka menengah pemerintah di 2030 sebesar 1 juta barel per hari.
Namun, Roro berharap pemerintah bisa mengakalinya agar ketersediaan dan harga BBM di tengah masyarakat masih bisa terjaga.
"Memang menurut saya target lifting minyak 625.000 BOPD ini sangat jauh dari target 1 juta barel per day di tahun 2030. Tapi kami berharap bahwa permintaan energi nasional kita bisa terealisasikan," ujar Roro kepada Liputan6.com di Kompleks DPR RI, Jakarta, Rabu (16/8/2023).
Lebih lanjut, ia menilai target lifting minyak 2024 pasti akan bersangkutan dengan harga BBM tahun depan, khususnya yang mendapat subsidi. Roro lantas meminta pemerintah betul-betul memetakan berdasarkan proyeksi lifting minyak. Lalu kemudian memitigasinya untuk mencukupi demand dari masyarakat Indonesia secara keseluruhan
"Pak Jokowi juga tadi menyampaikan subsidi tepat sasaran. Subsidi kan macem-macem, ada yang BBM, bantuan sosial. Terkhusus untuk subsidi BBM bisa lebih tepat sasaran dengan menggunakan data yang lebih konkret dan sesuai kejadian di lapangan," tuturnya.
Roro juga menyoroti pesan Jokowi yang mengingatkan betapa pentingnya pertumbuhan ekonomi hijau. Oleh karenanya, ia berharap nanti ada diversifikasi dari portfolio energi Indonesia ke depannya.
"Maka dari itu bukan hanya bergantungan pada sektor migas saja, tapi juga kita mendiversifikasi di sektor energi lainnya seperti energi baru terbarukan," ungkapnya.
SKK Migas Kejar Eksplorasi Demi Target 1 Juta Barel per Hari dan 12 Miliar Standar Kaki Kubik per Hari
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menargetkan produksi 1 juta barel minyak per hari (mbopd) dan 12 miliar standar kaki kubik per hari (bscfd). Salah satu yang digenjot adalah sisi eksplorasi untuk menemukan cadangan baru.
Tenaga Ahli Kepala SKK Migas Luky Yusgiantoro menerangkan, kegiatan eksplorasi lapangan migas jadi upaya yang harus dilakukan sejak saat ini. Mengingat, butuh waktu untuk memulai produksi dan meningkatkannya.
"Yang kita ingin galakkan juga pada tahun-tahun berikutnya juga adalah kegiatan eksplorasi migas dan tentunya kita mengharapkan dapat menumbuhkan giant field," kata dia dalam diskusi daring DRTalk, Selasa (15/8/2023).
"Mengingat bahwa pengembangan lapangan migas itu tidak cepat itu akan membutuhkan waktu yang panjang, sehingga eksplorasi ini untuk menemukan cadangan menjadi sangat penting," sambungnya.
Langkah ini jadi bagian program yang dijalankan SKK Migas bersama dengan pemegang Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Upaya utamanya adalah meningkatkan nilai produksi dari lapangan-lapangan yang sudah berproduksi.
"Utamanya adalah, sebagai contoh bagaimana meng-improve asset value. Nilai-nilai yang aset-aset yang saat ini sudah berjalan di hulu migas dan ini kita perlu improve sehingga dapat mengoptimalkan produksi migas," ungkapnya.
Kemudian, SKK migas dengan KKKS untuk menjamakkan yang tadinya resources menjadi produksi. Tujuannya untuk mengembangkan kegiatan di sektor hulu migas.
"Serta juga pengembangan enchance oil recovery melalui chemical ataupun melalui CO2 yang saat ini masih dalam tahap pilot project dengan harapan recovery dari produksi migas itu dapat ditingkatkan," jelasnya.
Advertisement
Butuh Eksplorasi
Selain memperbesar porsi alokasi gas bagi domestik, investasi di hulu migas untuk menemukan cadangan gas baru juga perlu ditingkatkan. Dari segi cadangan, potensi gas bumi Indonesia masih cukup menjanjikan untuk memenuhi kebutuhan domestik.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) per Mei 2023, cadangan gas alam Indonesia mencapai 54,83 TCF.
Apabila proyek-proyek pengembangan lapangan gas berjalan sesuai rencana, Indonesia diperkirakan mampu mencukupi kebutuhan gas domestik.
"Setelah 2030, kemampuan dukungan industri hulu migas untuk pemenuhan kebutuhan gas domestik menjadi semakin kuat seiring dengan selesainya Proyek Abadi Masela yang dijadwalkan onstream di 2029," kata Dwi.