Wall Street Anjlok, Indeks Nasdaq Merosot 1 Persen Imbas Risalah The Fed

Investor yang mencerna rilis hasil pertemuan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) seiring ada peluang kenaikan suku bunga jadi sentimen negatif di wall street.

oleh Agustina Melani diperbarui 17 Agu 2023, 07:17 WIB
Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street anjlok pada perdagangan Rabu, 16 Agustus 2023. Indeks Nasdaq catat koreksi terbesar karena risalah the Fed.(AP Photo/Seth Wenig)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street anjlok pada perdagangan Rabu, 16 Agustus 2023. Hal ini setelah investor mencerna ringkasan pertemuan bank sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) pada Juli 2023 yang isyaratkan tingkat suku bunga berpotensi lebih tinggi.

Dikutip dari CNBC, Kamis (17/8/2023), pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones merosot 180,65 poin atau 0,52 persen menjadi 34.765.74. Indeks saham S&P 500 terpangkas 0,76 persen ke posisi 4.404,33.

Indeks Nasdaq susut 1,15 persen ke posisi 13.474,63. Dalam risalah rapat bank sentral pada Juli, pejabat mengatakan pengetatan tambahan mungkin diperlukan untuk menurunkan inflasi.

“Dengan inflasi yang masih jauh di atas tujuan jangka panjang Komite dan pasar tenaga kerja tetap ketat, sebagian besar peserta terus melihat risiko kenaikan yang signifikan terhadap inflasi yang dapat memerlukan pengetatan kebijakan moneter lebih lanjut,”demikian dalam ringkasan pertemuan the Fed.

Adapun tingkat suku bunga the Fed saat ini berada di kisaran 5,25 persen-5,5 persen, level tertinggi dalam lebih dari 22 tahun.

“Pasar terus melakukan aksi jual karena risalah the Fed menggarisbawahi latar belakang ekonomi perlu turun sehingga permintaan melemah,” ujar Chief Global Strategist LPL Financial Quincy Krosby.

Krosby menambahkan, estimasi produk domestik bruto (PDB) kuartal III baru-baru ini ditambah dengan data penjualan ritel baru menunjukkan kondisi fondasi jauh lebih kuat bagi perekonomian.

“Tentu saja bukan apa yang ingin dilihat the Fed saat mereka menavigasi apa yang disebut jarak terakhir menuju pencapaian stabilitas harga,” ujar dia.

Di sisi lain, saham Intel turun lebih dari 3 persen dan memimpin koreksi di indeks Dow Jones. Sektor layanan jasa, real estate, dan konsumen termasuk di antara sektor S&P 500 dengan kinerja terburuk masing-masing merosot lebih dari 1 persen.

Sementara itu, akhir musim laporan keuangan Perusahaan bergulir. Saham Target naik 3 persen meski perseroan memangkas prospek setahun penuh. Perusahaan asuransi Progressive naik hampir 9 persen udai rilis laporan keuangan.


Ekonomi China Bakal Berdampak ke Pasar Obligasi

Seorang pekerja berdiri di atas perancah lokasi konstruksi di sebuah pusat perbelanjaan, Beijing, China, Senin (6/3/2023). Pejabat ekonomi China menyatakan keyakinannya bahwa mereka dapat memenuhi target pertumbuhan tahun ini sekitar 5 persen dengan menghasilkan 12 juta pekerjaan baru dan mendorong pengeluaran konsumen setelah berakhirnya kontrol antivirus yang membuat jutaan orang tetap di rumah. (AP Photo/Mark Schiefelbein)

Di sisi lain, data ekonomi yang lemah dari China telah mengguncang pasar atas kekhawatiran melemahnya permintaan dan pasar properti yang lesu.

Meski berita tersebut memperburuk sentimen investor selama sesi perdagangan Selasa pekan ini, Direktur Carson Group, Sonu Varghese yakin dampak dari memburuknya ekonomi China akan terlihat di pasar obligasi dan bukan saham.

“Saya tidak ingin mengatakan kami terisolasi dari apa yang terjadi di China, tetapi jika ada yang saya percaya akan ada lebih banyak dampak di pasar obligasi,” kata dia.

“Jika ekonomi China berada di bawah tekanan, mata uang di bawah tekanan. Mereka mungkin akan habiskan sebagian dari cadangan atau bank komersial yang didukung negara mungkin akan memakai sebagian dari aset asing mereka untuk mempertahankan mata uang. Itu bisa berdampak pada sekuritas yang didukung hipotek agen, karena mereka secara historis membeli lebih banyak dari itu,” tutur dia.

Yang pasti, dia mencatat bunga KPR sudah berada di kisaran 7 persen. “Kami masih melihat permintaan perumahan mulai naik meski tingkat hipotek tinggi, jadi menurut saya tidak akan ada dampak besar secara langsung pada sisi industri ekonomi, tetapi mungkin pada margin pasar obligasi,” ia menambahkan.


Wall Street Anjlok Terseret Kekhawatiran Ekonomi China hingga Bank di AS

Ilustrasi wall street (Photo by Robb Miller on Unsplash)

Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street anjlok pada perdagangan Selasa, 15 Agustus 2023. Wall street lesu seiring kekhawatiran atas kondisi ekonomi global terutama China.

Ditambah penurunan bank-bank AS sehingga menekan wall street. Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones melemah 361,24 poin atau 1,02 persen ke posisi 34.946,39. Indeks S&P 500 tergelincir 1,16 persen ke posisi 4.437,86.

Indeks S&P 500 ditutup di bawah rata-rata pergerakan 50 hari, sebuah pergerakan yang mungkin menandakan dimulainya tren turun. Selain itu, indeks Nasdaq merosot 1,14 persen menjadi 13.631,05 di wall street.

Saham keuangan di AS melemah pada perdagangan Selasa, 15 Agustus 2023. Saham JPMorgan Chase dan Wells Fargo turun 2 persen, dan saham Bank of America susut 3 persen.

Koreksi saham bank terjadi setelah Fitch memperingatkan kemungkinan harus menurunkan peringkat kredit puluhan bank, termasuk JPMorgan Chase.

Pekan lalu, Moody’s menurunkan peringkat kepada 10 bank di AS sambil menempatkan institusi besar lainnya dalam daftar pantauan untuk potensi penurunan peringkat.

Saham bank regional juga diperdagangkan melemah pada perdagangan Selasa pekan ini dengan SPDR S&P Regional Banking ETF (KBE) turun sekitar 3 persen. Saham merosot setelah pimpinan Federal Reserve Minneapolis, Neel Kashkari menyampaikan untuk mendukung peraturan modal.

“Saat ini sepertinya semua cukup stabil. Risikonya adalah jika inflasi tidak sepenuhnya terkendali, dan kita harus menaikkan suku bunga lebih jauh dari sini, untuk menurunkannya, mereka mungkin hadapi lebih banyak kerugian dari pada yang dihadapi saat ini. Tekanan bisa dapat kembali terjadi ke depan,” ujar Kashkari.

 


Data Ekonomi China Mengecewakan

Pekerja membongkar kotak dari bagian belakang truk di luar pusat perbelanjaan di Beijing, China, Senin (6/3/2023). Pejabat ekonomi China menyatakan keyakinannya bahwa mereka dapat memenuhi target pertumbuhan tahun ini sekitar 5 persen dengan menghasilkan 12 juta pekerjaan baru dan mendorong pengeluaran konsumen setelah berakhirnya kontrol antivirus yang membuat jutaan orang tetap di rumah. (AP Photo/Mark Schiefelbein)

Sentimen lain yang menekan investor datang dari global. Hal ini setelah China melaporkan data ekonomi yang mengecewakan. Selain itu, bank sentral China juga melaporkan penurunan suku bunga secara mengejutkan.

Produksi industri di China naik 3,7 persen pada Juli dari periode tahun sebelumnya, meleset dari harapan. Penjualan ritel juga tumbuh kurang dari yang diharapkan. People’s Bank of China menurunkan suku bunga 15 basis poin menjadi 2,5 persen dari 2,65 persen.

Namun, langkah bank sentral China itu gagal memenangkan kekhawatiran investor dan hanya meningkatkan kekhawatiran mengenai pasar real estate China yang sedang berjuang.

“Perdagangan China tahun ini adalah tentang mencoba menjalankan kebijakan pemerintah dan stimulus pemerintah, tetapi pada titik tertentu, Anda hanya berhenti percaya bahwa pembuat kebijakan akan berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujar Chief Investment Officer Horizon Investments, Scott Ladner.

Pada pekan ini, sejumlah Perusahaan masih melaporkan kinerja keuangan. Pada perdagangan Selasa, Home Depot melaporkan laba per saham dan pendapatan yang mengalahkan harapan analis, sehingga mendorong saham Home Depot sedikit menguat. Pada akhir pekan ini, pelaku pasar akan cerna rilis dari Target dan Walmart.

Selain itu, dari data ekonomi, data penjualan ritel AS Juli melebihi dari yang diharapkan. Data ini menunjukkan konsumen yang lebih kuat dari perkiraan. Penjualan ritel meningkat 0,7 persen setiap bulan. Sementara itu, ekonom prediksi kenaikan 0,4 persen, menurut Dow Jones.

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya