Liputan6.com, Jakarta - PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) buka suara terkait persoalan hukum yang menjerat anak usahanya, PT Adhi Persada Properti (APP).
Berdasarkan keterbukaan informasi perseroan sebelumnya, Adhi Persada Propertitelah masuk dalam masa Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sementara selama 45 hari sejak tanggal 20 Juni 2023. Sekretaris Perusahaan Adhi Karya, Farid Budiyanto menjelaskan, saat ini proses PKPU APP telah mencapai rapat verifikasi tagihan kreditur di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Advertisement
APP selaku anak perusahaan ADHI dalam menghadapi proses PKPU memiliki upaya yang maksimal dalam penyusun proposal perdamaian. Sehingga kepentingan Adhi Karyaselaku pemegang saham mayoritas APP asih tetap terlindungi.
"Hingga saat ini belum terdapat dampak terhadap kinerja keuangan dan kegiatan operasional perseroan yang material sesuai dengan Peraturan OJK No. 17 tahun 2020 tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha," ungkap Farid dalam keterbukaan informasi Bursa, dikutip Kamis (17/8/2023).
Setelah adanya putusan PKPU dimaksud, perseroan selaku pemegang saham mayoritas terus berkoordinasi dengan APP dan memastikan proses pelaksanaan PKPU dilakukan dengan upaya maksimal.
APP saat ini telah menunjuk tim penasihat hukum yang merupakan ahli dan berpengalaman di bidang PKPU dan restrukturisasi utang.
Selanjutnya, dengan dibantu tim penasihat hukum, APP juga telah menjalin komunikasi dengan kreditor konkuren. Yaitu pada vendor dan konsumen. Serta juga telah menjalin komunikasi dengan kreditor separatis yaitu Lembaga KEuangan Perbankan untuk mendukung proposal perdamaian yang diajukan APP dalam proses PKPU.
Bersamaan de perseroan memastikan pemenuhan atas kewajiban keuangan perseroan kepada stakeholder yang akan jatuh tempo, tetap dilakukan sesuai dengan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"ADHI juga masih memiliki potensi cash ini dari penerimaan termin proyek-proyek besar yang sedang dikerjakan, serta adanya fasilitas perbankan yang belum digunakan," imbuh Farid.
Farid mengatakan tidak terdapat informasi atau kejadian penting lainnya yang material dan dapat mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan serta dapat mempengaruhi harga saham perusahaan.
Laba Adhi Karya ADHI Tumbuh 21,31 Persen pada Semester I 2023 Sebelumnya, PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 0,45 persen menjadi Rp 6,36 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 6,33 triliun. Bersamaan dengan itu, beban pokok pendapatan Adhi Karya pada semester I 2023 ikut naik menjadi RP 5,7 triliun dari Rp 5,63 triliun pada semester I 2022. Alhasil, laba kotor perseroan pada paruh pertama tahun ini susut 6,58 persen menjadi Rp 653,33 miliar dibandingkan semester I tahun lalu yang tercatat sebesar rp 699,34 miliar. Pada periode ini beban usaha perseroan juga naik menjadi Rp 348,35 miliar dibandingkan semester I 2022 sebesar Rp 331,74 miliar. Sehingga perseroan memperoleh laba usaha senilai Rp 304,98 miliar atau turun 17,03 persen dibandingkan semester I tahun lalu yang tercatat sebesar Rp 367,6 miliar. Melansir laporan keuangan perseroan dalam keterbukaan informasi Bursa, Selasa (1/8/2023), perseroan membukukan laba ventura bersama sebesar Rp 156,31 miliar, bagian rugi entitas asosiasi Rp 1,47 miliar, beban keuangan Rp 358,33 miliar, pendapatan lainnya Rp 79,96 milia, dan beban pajak penghasilan final Rp 120,45 miliar. Setelah dikurangi beban pajak penghasilan, perseroan membukukan laba tahun berjalan pada semester I 2023 sebesar Rp 52,91 miliar. Laba itu naik 49,52 persen dibandingkan semester I 2022 yang tercatat sebesar Rp 35,36 miliar. Sedangkan laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk pada semester I 2023 tercatat sebesar Rp 12,41 miliar. Besaran itu naik 21,31 persen dibandingkan laba periode berjalan yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk pada semester I tahun lalu sebesar Rp 10,23 miliar. Aset perseroan sampai dengan 30 Juni 2023 tercatat sebesar Rp 39,35 triliun, turun dibandingkan posisi akhir tahun lalu yang tercatat sebesar Rp 39,99 miliar. Liabilitas sampai dengan paruh pertama tahun ini turun menjadi Rp 30,43 triliun dari Rp 31,16 triliun pada Desember 2022. Bersamaan dengan itu, ekuitas ADHI sampai dengan 30 Juni 2023 naik menjadi Rp 8,92 triliun dari Rp 8,82 triliun pada akhir tahun lalu.
Sebelumnya, PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 0,45 persen menjadi Rp 6,36 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 6,33 triliun.
Bersamaan dengan itu, beban pokok pendapatan Adhi Karya pada semester I 2023 ikut naik menjadi RP 5,7 triliun dari Rp 5,63 triliun pada semester I 2022.
Alhasil, laba kotor perseroan pada paruh pertama tahun ini susut 6,58 persen menjadi Rp 653,33 miliar dibandingkan semester I tahun lalu yang tercatat sebesar rp 699,34 miliar.
Pada periode ini beban usaha perseroan juga naik menjadi Rp 348,35 miliar dibandingkan semester I 2022 sebesar Rp 331,74 miliar. Sehingga perseroan memperoleh laba usaha senilai Rp 304,98 miliar atau turun 17,03 persen dibandingkan semester I tahun lalu yang tercatat sebesar Rp 367,6 miliar.
Melansir laporan keuangan perseroan dalam keterbukaan informasi Bursa, Selasa (1/8/2023), perseroan membukukan laba ventura bersama sebesar Rp 156,31 miliar, bagian rugi entitas asosiasi Rp 1,47 miliar, beban keuangan Rp 358,33 miliar, pendapatan lainnya Rp 79,96 milia, dan beban pajak penghasilan final Rp 120,45 miliar.
Setelah dikurangi beban pajak penghasilan, perseroan membukukan laba tahun berjalan pada semester I 2023 sebesar Rp 52,91 miliar. Laba itu naik 49,52 persen dibandingkan semester I 2022 yang tercatat sebesar Rp 35,36 miliar.
Sedangkan laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk pada semester I 2023 tercatat sebesar Rp 12,41 miliar.
Besaran itu naik 21,31 persen dibandingkan laba periode berjalan yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk pada semester I tahun lalu sebesar Rp 10,23 miliar.
Aset perseroan sampai dengan 30 Juni 2023 tercatat sebesar Rp 39,35 triliun, turun dibandingkan posisi akhir tahun lalu yang tercatat sebesar Rp 39,99 miliar.
Liabilitas sampai dengan paruh pertama tahun ini turun menjadi Rp 30,43 triliun dari Rp 31,16 triliun pada Desember 2022.
Bersamaan dengan itu, ekuitas ADHI sampai dengan 30 Juni 2023 naik menjadi Rp 8,92 triliun dari Rp 8,82 triliun pada akhir tahun lalu.
Advertisement
Meneropong Prospek Emiten BUMN Karya di Tengah Kontrak Baru Semester I 2023
Emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN) konstruksi masih dibayangi sentimen negatif. Ini mengingat, terdapat masalah beberapa emiten BUMN yang mengalami kegagalan bayar utang obligasi serta penundaan pembayaran utang bank.
"Sentimen negatif mayoritas BUMN masih berada dalam downtrend dengan downwards momentum yang cukup kuat," kata Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani kepada Liputan6.com, Rabu (19/7/2023).
Meskipun terdapat kontrak baru dari emiten BUMN karya, Arjun menilai belum tentu juga proyek baru tersebut bisa mengubah situasi keuangan mereka.
Lantaran, kegagalan bayar utang sudah menjadi masalah sejak beberapa bulan yang lalu. Selain itu, untuk beberapa perusahaan yang lain masalahnya sudah terjadi sejak beberapa tahun yang lalu, diantaranya ada emiten BUMN karya. Dengan demikian, ia tidak merekomendasikan saham emiten BUMN konstruksi.
Sebaliknya, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta menilai emiten BUMN konstruksi diyakini memiliki prospek yang cerah.
Sebab, emiten BUMN karya mendapat angin segar seiring maraknya proyek strategis nasional (PSN) dan potensi penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI).
Menurut ia, emiten BUMN karya dilanda masalah klasik berupa nilai liabilitas yang tinggi seiring banyaknya proyek yang mengandalkan pendanaan bersifat utang. Investor pun patut memperhatikan faktor tersebut.
Masih Ada Peluang
Di sisi lain, emiten-emiten konstruksi pelat merah tetap berpeluang mencetak kinerja positif, terutama dari sisi perolehan kontrak baru, berkat maraknya proyek-proyek infrastruktur di Indonesia.
Terlebih lagi, pemerintah juga kerap memberi penugasan kepada emiten BUMN karya untuk menggarap proyek-proyek strategis nasional.
"Kami pantau terdapat ADHI dan PTPP yang mencatatkan kenaikan kinerja bottom line, sehingga arus kasnya tetap terjaga atau tidak terlalu negatif," ujar Nafan.
Di samping itu, ada potensi penurunan suku bunga acuan di Indonesia pada tahun depan juga dapat membantu kinerja emiten-emiten konstruksi pelat merah.
Sebab, ketika suku bunga acuan berada di level yang rendah, maka beban bunga utang milik emiten BUMN karya akan terpangkas.
"Tentunya diharapkan emiten BUMN konstruksi dapat melunasi kewajibannya agar mendapat rating yang bagus dari berbagai lembaga pemeringkatan kredit," kata Nafan.
Nafan menyebut saham ADHI dan PTPP dapat dipertimbangkan oleh investor untuk berinvestasi.
Advertisement