Di Depan Mahasiswa Baru ITB, Eks Menteri BUMN Laksamana Sukardi Jabarkan 5 Kesalahan yang Merusak

Komorbid bangsa yang ia maksud sudah dirangkum dalam buku yang dia tulis berjudul "Pancasalah".

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 17 Agu 2023, 22:26 WIB
Mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi pesan kepada para mahasiswa baru Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam talkshow OSKM ITB 2023 di Gedung Serba Guna Kampus ITB Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, Kamis (17/8/2023). (Foto: Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Liputan6.com, Bandung - Mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi menyampaikan ada lima "komorbid" bangsa yang sulit dihapuskan, sehingga negara kita tertinggal oleh negara-negara lain. Hal itu dia sampaikan kepada para mahasiswa baru Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam talkshow OSKM ITB 2023 di Gedung Serba Guna Kampus ITB Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, Kamis (17/8/2023).

Komorbid bangsa yang ia maksud sudah dirangkum dalam buku yang dia tulis berjudul "Pancasalah". Isinya adalah lima kesalahan yang dipelihara sehingga menjadi masalah.

Kelima kesalahan itu adalah salah kaprah, salah asuh, salah lihat, salah tafsir dan salah tata kelola. Salah kaprah adalah pancasalah pertama. Ia mencontohkan pemimpin yang bersifat feodal, seperti otoriter, KKN, korupsi, sehingga membuat kekecewaan rakyat terakumulasi dan bisa terjadi perang saudara. 

Perselisihan ideologi pun akan membuat juga perang saudara. Negara-negara seperti Suriah pecah perang saudara bermula dari perang ideologi. 

Laksamana memastikan tidak mempermasalahkan ideologinya, namun ketika tidak sepakat terhadap sebuah ideologi negara itu akan terjadi perang.

Kemudian, salah asuh. Salah asuh itu mengeksploitir jabatan untuk memperkaya diri. “Di partai politik juga seperti itu. Itu salah asuh. Salah asuh ini akan membuat manusia tidak mendapat insentif untuk bekerja keras dan juga untuk berfikir secara kritis,” katanya.

Pancasalah berikutnya adalah salah lihat. Ia mencontohkan kasus hukum yang ada, namun tidak tuntas. Dampaknya, masyarakat tidak melihat dengan terobosan pandangan yang transparan 

“Salah lihat dalam zaman modern ini memanipulasi fakta dimana calon pemimpin ada buzzer, menggunakan internet, pokoknya diproyeksikan orang itu jadi baik padahal bukan orang baik,” tuturnya.

Menurut Laksamana, hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi di seluruh negara demokrasi seperti itu, meskipun kadarnya berbeda. Sebagai contoh, salah lihat di Korea utara berbeda dengan di Indonesia.

"Kalau di Korea Utara itu totally salah lihat,” ucapnya.

Kemudian, ada salah tafsir. Laksamana menggunakan istilah "UUD" yang merupakan singkatan dari "ujung-ujungnya duit". Kemudian, ada istilah markus yang merupakan singkatan dari makelar kasus. Penafsiran hukum dibedakan untuk orang-orang tertentu.

“Selama ini masih ada, kita tidak ada kepastian hukum, investor juga tidak mau masuk ke sini karena persaingan usaha itu bisa menggunakan hukum untuk menghancurkan usaha lainnya,” ujarnya.

Terakhir, asa salah tata kelola. Menurutnya, tata kelola yang buruk akan membuat korupsi mudah dilakukan di negara tersebut.

"Jadi memang tata kelola itu tidak boleh salah,” cetusnya.

Laksamana menjelaskan, sebuah negara bisa maju atau tidak bergantung pada kualitas sumber manusia. Ini menjadi tantangan bagi Indonesia menghadapi bonus demografi pada 2030, di mana masyarakat didominasi usia produktif.

“Saya harus memberikan prioritas memberikan semangat dan masukan bekal hidup mereka, apalagi baru masuk ITB, universitas yang prestisius, tapi kan setelah mereka lulus mereka akan menghadapi masalah-masalah yang sangat dinamis,” tuturnya.

Menteri BUMN era Megawati Soekarnowati ini pun menyinggung bahwasannya 2030 nanti, Indonesia akan masuk bonus demografi. Usia manusia produktif, yang berusia 16-64 tahun lebih banyak daripada yang berusia 65 tahun ke atas.

Namun, dia melanjutkan, bonus demografi akan percuma jika mereka tidak berdaya karena menjadi beban negara. Dia menyampaikan data dari Bank Dunia yang harus menjadi perhatian anak muda sekarang.

Indonesia memiliki produktivitas manusia yang rendah. Dari skala 0 sampai 1 angkanya 0,5. Sedangkan, negara di kawasan Asia atau Asia Tenggara seperti Korea, Taiwan, Singapura angkanya 0,8 ke atas. 

“Jadi bukan masalah indonesia orangnya bodoh semuanya, apakah tidak ada orang pintar. Banyak orang pintar. Makanya tadi saya katakan ada komorbid bangsa yang harus dipahami,” ucap dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya