Liputan6.com, Solo - Kota Solo merupakan kota yang sarat akan kisah-kisah heroik. Beberapa tempat di Kota Solo pun menjadi saksi bisu pertempuran pada masa perjuangan, salah satunya Monumen Sondakan.
Monumen Sondakan menjadi saksi perjuangan para pejuang dalam Pertempuran 4 Hari di Surakarta atau dikenal sebagai Serangan Umum Surakarta. Peristiwa itu terjadi pada 7-10 Agustus 1949.
Tak seperti monumen pada umumnya, Monumen Sondakan berada terselip dan diapit oleh bangunan rumah warga. Jika tak dilihat secara saksama saat melewati Jalan Parang Kesit Nomor 34, RT 02/RW O4, Kelurahan Sondakan, Kecamatan Laweyan, maka monumen ini tidak akan terlihat.
Selain itu, bangunan monumen ini juga tidak tinggi, hanya sekitar 1,5 meter. Monumen ini pun hanya dipagari oleh rantai pendek. Pada bagian bawah bangunan berbahan marmer tersebut tertulis prasasti cagar budaya.
Mengutip dari surakarta.go.id, kehadiran Monumen Sondakan menjadi pengingat perjuangan dalam Serangan Umum Surakarta. Tentara Indonesia bertempur di sejumlah titik di Kota Solo.
Baca Juga
Advertisement
Saat prajurit-prajurit pemberani itu menghantam kekuatan Belanda, sebagian besar bertahan dan bertempur di kawasan Sondakan. Pertempuran sengit yang terjadi di Sondakan membuat Belanda kalang-kabut, sehingga Belanda mengerahkan pesawat-pesawat tempurnya untuk melawan pejuang Indonesia.
Banyak pejuang yang gugur menghadapi gempuran Belanda yang unggul dalam persenjatan udara. Pertempuran pada masa Agresi Militer II Belanda itu merupakan serangan hebat dari pejuang-pejuang Solo dan berdampak sangat kuat terhadap Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag Belanda.
Serangan tersebut membuktikan, bahwa tentara Indonesia masih ada dan kuat. Pertempuran yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Ignatius Slamet Riyadi dan Mayor Achmadi tersebut mengerahkan kekuatan tempur TNI yang dibantu total oleh Tentara Pelajar (TP).
Kekuatan penuh pasukan tersebut menggempur Belanda mulai dari Tugu Lilin Penumping hingga ke Sondakan. Serangan itu menyebabkan pertahanan Belanda di sisi barat Kota Solo menjadi kocar kacir.
Serangan itu mengakibatkan jatuhnya banyak korban jiwa dari pasukan Belanda. Dampaknya, pihak Indonesia bersedia menarik pasukannya dan Belanda berjanji tidak melakukan intimidasi ke masyarakat sipil. Lokasi hebatnya pertempuran itu kini dibangun Monumen Sondakan untuk mengenang peristiwa pertempuran sengit antara pejuang Indonesia melawan Belanda.
Penulis: Resla Aknaita Chak