Ekonomi China Melambat Bakal Jadi Sentimen Negatif Saham AS

Pemerintah China merilis sejumlah data ekonomi yang menunjukkan perlambatan. Hal itu dinilai dapat berdampak ke perusahaan Amerika Serikat.

oleh Agustina Melani diperbarui 18 Agu 2023, 17:49 WIB
Ekonomi China sedang masalah. Hal itu menjadi sentimen negatif untuk saham Amerika Serikat (AS). (AP Photo/Mark Schiefelbein)

Liputan6.com, Jakarta - Ekonomi China sedang masalah. Hal itu menjadi sentimen negatif untuk saham Amerika Serikat (AS) dan berpotensi terhadap portofolio investor.

Dikutip dari CNN, Jumat (18/8/2023), menurut Biro Statistik China, pengeluaran konsumen China, produksi pabrik dan investasi jangka panjang antara lain properti, mesin dan barang lainnya melambat pada Juli 2023 dibandingkan tahun lalu.

Pengangguran kaum muda di ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut berulang kali mencapai rekor tertinggi. Awal pekan ini China memutuskan menangguhkan rilis data bulanan pengangguran kaum muda tersebut.

Ketegangan antara Amerika Serikat dan China, sementara itu telah meningkat ketika dua ekonomi terbesar di dunia bentrok atas berbagai masalah mulai dari kebijakan perdagangan dan teknologi hingga invasi Rusia ke Ukraina.

Pekan lalu, Presiden AS Joe Biden mengumumkan perintah eksekutif yang membatasi investasi AS di industri teknologi canggih di China. Perintah itu mendorong pengelola dana atau fund managers khawatir bagaimana harus investasi di China.

Di sisi lain, komite kongres mengumumkan awal bulan ini sedang menyelidiki BlackRock, manager aset terbesar di dunia dan MSCI, salah satu penyedia dana indeks terbesar untuk menentukan apakah mereka investasi di Perusahaan China yang masuk daftar hitam oleh pemerintah AS untuk keamanan dan masalah hak asasi manusia (HAM).

Lalu mengapa hal itu penting?

Strategist Data Analytics Firm Exante, Alex Etra menuturkan, selama hampir dua dekade terakhir pertumbuhan ekonomi China telah menjadi pendorong utama ekonomi global. Ini berarti, jika ekonomi China melambat berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi global.

“Ketika pertumbuhan ekonomi global melambat, saham AS cenderung negatif. Dan beberapa di antaranya berkaitan dengan paparan langsung penjualan Perusahaan AS di China dan dengan China sebagai konsumen utama komoditas,”ujar dia.

Ia menyebutkan, bahkan Perusahaan yang tidak menjual langsung ke China pun terpengaruh oleh apa yang terjadi. ExxonMobil mungkin tidak terlalu banyak berkaitan bisnis dengan China. Namun, jika pertumbuhan ekonomi China melambat, itu berarti harga minyak turun.

 


Perusahaan AS yang Terkena Dampak

Ilustrasi wall street (Photo by Robb Miller on Unsplash)

Lalu apa saja yang akan terkena dampak?

Perusahaan berbasis di AS yang punya bisnis di China akan merugi jika ekonomi di sana terus menurun. Perusahaan antara lain Apple, Intel, Ford dan Tesla memiliki manufaktur di China. Sementara itu, Starbucks dan Nike mengandalkan konsumen China.

Awal 2023, Bank of America menyusun daftar Perusahaan S&P 500 dengan eksposur tertinggi ke China. Daftar teratas adalah Las Vegas Sands (LVS). Perusahaan kasino memperoleh 68 persen dari penjualannya di China. Harga saham Las Vegas Sands turun hampir 10 persen selama 30 hari terakhir.

Selain itu, Qualcomm (QCOM), produsen semikonduktor, memiliki eksposure 67 persen ke China. Saham Qualcomm mencatat penurunan beruntun terpanjang dalam empat tahun pada Rabu, 16 Agustus 2023 dan turun hampir 11 persen selama periode 30 hari terakhir.

Selain itu, Tesla, Intel, Nvidia (NVDA), Wynn Resorts (WYNN), dan MGM Resorts (MGM) juga termasuk di antara 25 perusahaan S&P 500 yang terbanyak memiliki eksposure ke China.

Di sisi lain, private equity AS dan investasi modal ventura di China mencapai level terendah dalam delapan tahun lalu dan terusturun, menurut data dari PitchBook.

Hedge fund antara lain Scion Asset Management milik Michael Burry, Moore Capital Management, Coatue, D1 Capital, dan Tiger Global juga memangkas eksposur ke Perusahaan China pada kuartal II 2023, berdasarkan pengajuan Securities and Exchange Commission (SEC).


Bursa Saham Asia Anjlok, Raksasa Properti Evergrande Ajukan Kebangkrutan

Seorang pria berjalan melewati indikator saham elektronik sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo (29/8). Rudal tersebut menuju wilayah Tohoku dekat negara Jepang. (AP Photo/Shizuo Kambayashi)

Sebelumnya, bursa saham Asia Pasifik merosot pada perdagangan Jumat (18/8/2023) seiring investor menilai data inflasi Juli Jepang. Ditambah pukulan baru ke sektor real estate China.

Dikutip dari CNBC, tingkat inflasi inti Jepang turun menjadi 3,1 persen, turun dari 3,3 persen pada Juni. Inflasi utama tetap di 3,3 persen.

Sementara itu, raksasa real estate China Evergrande telah mengajukan perlindungan kebangkrutan di pengadilan Amerika Serikat.

“Perusahaan mencari perlindungan berdasarkan Bab 15 dari US bankruptcy code, yang melindungi Perusahaan AS yang sedang menjalani restrukturisasi dari kreditur yang berharap untuk menuntut mereka atau mengikat aset di Amerika Serikat,” menurut Reuters.

Indeks Hang Seng futures berada di posisi 18.147. Ini menunjuk ke pembukaan lebih lemah dibandingkan penutupan perdagangan sebelumnya 18.326,63.

Indeks Nikkei 225 Jepang tergelincir 0,58 persen, dan indeks Topix merosot 0,59 persen setelah rilis inflasi.

Di Australia, indeks ASX 200 merosot 0,2 persen, sedangkan indeks Kospi Korea Selatan tergelincir 0,67 persen dan indeks Kosdaq terpangkas 0,59 persen.

Pada perdagangan Jumat pekan ini, di wall street, tiga indeks acuan merosot seiring investor terus bergulat dengan risalah dari the Federal Reserve AS yang menunjukkan kekhawatiran tentang inflasi dan mungkin diperlukan lebih banyak kenaikan suku bunga.

Indeks Dow Jones merosot 0,84 persen. Indeks acuan itu ditutup untuk pertama kalinya di bawah rata-rata pergerakan selama 50 hari sejak 1 Juni, dan menjadi tanda peringatan potensi tren turun. Sementara itu, indeks S&P 500 merosot 0,77 persen dan indeks Nasdaq terpangkas 1,7 persen.

 

 


Penutupan Bursa Saham Asia Pasifik pada 17 Agustus 2023

Orang-orang berjalan melewati sebuah indikator saham elektronik sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo (29/8). Bursa saham Asia turun setelah Korea Utara (Korut) melepaskan rudalnya ke Samudera Pasifik. (AP Photo/Shizuo Kambayashi)

Sebelumnya, bursa saham Asia Pasifik bervariasi pada perdagangan Kamis (17/8/2023) setelah risalah bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) Juli menunjukkan kekhawatiran inflasi masih ada. Hal itu dapat menyebabkan kenaikan suku bunga the Fed lebih lanjut.

"Dengan inflasi yang masih jauh di atas tujuan jangka panjang Komite dan pasar tenaga kerja tetap ketat, sebagian besar peserta terus melihat risiko kenaikan yang signifikan terhadap inflasi yang dapat memerlukan pengetatan kebijakan moneter lebih lanjut,” demikian disampaikan dari ringkasan pertemuan tersebut.

Adapun suku bunga the Fed saat ini berada di 5,25 persen-5,5 persen, tertinggi dalam 22 tahun. Demikian mengutip dari CNBC, Kamis pekan ini.

Indeks Hang Seng diperdagangkan mendekati garis mendatar. Sedangkan di China, indeks CSI 300 naik 0,33 persen menjadi 3.831,1. Di Australia, indeks ASX 200 melemah 0,68 persen menjadi 7.146, level terendah dalam sebulan. Hal ini seiring tingkat pengangguran Australia sedikit naik menjadi 3,7 persen pada Juli.

Indeks Nikkei 225 Jepang susut 0,44 persen menjadi 31.626, ke level terendah sejak Juni 2023. Indeks Topix melemah 0,34 persen ke posisi 2.253,06. Jepang mencatat neraca perdagangan menjadi defisit pada Juli 2023 dari sebelumnya surplus pada Juni.

Indeks Kospi Korea Selatan melemah 0,23 persen ke posisi 2.519,85 dan mencatat penurunan dalam lima hari berturut-turut. Akan tetapi, indeks Kosdaq naik 0,88 persen menjadi 886,04.

Sementara itu, Bank Sentral Filipina mempertahankan suku bunga 6,25 persen. Reuters juga melaporkan kalau bank sentral prediksi inflasi dapat mencapai 2-4 persen pada akhir kuartal III. Akan tetapi, bank sentral Filipina tidak melihat ada pelonggaran dalam kebijakannya setidaknya dalam pertemuan berikutnya.

Tingkat inflasi Filipina saat ini berada di posisi 4,7 persen pada Juli 2023 setelah turun selama enam bulan berturut-turut.

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya