BPN Jatim: Sertifikat HGB Grha Wismilak Surabaya Cacat Administrasi, Ada Kesalahan Bangunan yang Dimohon

Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jatim Jonahar mengungkapkan, Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) nomor 648 dan 649 Grha Wismilak Surabaya terbukti cacat administrasi.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 19 Agu 2023, 22:08 WIB
Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Jawa Timur, Jonahar (Kanan) usai pemeriksaan soal Grha Wismilak di Polda Jatim. (Dian Kurniawan/Liputan6.com) 

Liputan6.com, Surabaya - Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jatim Jonahar mengungkapkan, Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) nomor 648 dan 649 Grha Wismilak Surabaya terbukti cacat administrasi.

"Keterangan hari ini tentang SHGB 648 dan 649 tentang Grha wismilak Surabaya, setelah kita cocokkan data Kanwil BPN dan Kantor Pertanahan yang terbit tahun 1992 memang ada cacat administrasi dalam penerbitan Surat Keputusan (SK)," ujarnya usai pemeriksaan di gedung Ditreskrimsus Polda Jatim, Jumat (18/8/2023) malam.

Cacat administrasi tersebut, lanjut Jonahar, bahwa adanya kesalahan terkait bangunan yang dimohon oleh pemohon dengan SK.

"Cacatnya adalah yang dimohon itu letaknya di A SK-nya terbit di B. Jadi, yang dimohon (bangunan nomor) 63-65 tapi yang terbit di tempat berbeda yakni nomor 36-38," ucapnya.

Atas dasar itu, kata Jonahar, kemudian Kanwil BPN Jatim telah mengajukan pembatalan sertifikat hak atas tanah tersebut ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Republik Indonesian.

"Yang mengatakan bisa membatalkan itu pusat karena ada Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 apabila pemberian hak atas tanah (sertifikat lebih 5 tahun) tidak bisa dibatalkan kecuali ada putusan pengadilan," jelas Jonahar.

Terkait prosesnya sendiri, Jonahar mengaku tidak tahu karena proses permohonan hingga terbinya sertifikat tersebut sudah tahun 1992 lalu. Namun, ia memastikan ada oknum dari dalam Kantor Kanwil BPN Jatim. "Ya ada, yang menerbitkan SK tahun 1992," pungkasnya.

Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Jatim, Kombes Pol Farman menyampaikan bahwa pihaknya sejauh ini sudah memeriksa sebanyak 22 orang saksi dan lima ahli.

"Kita sudah ada dugaan kuat siapa calon tersangka sudah ada. Baik dari penjual, pembeli maupun dari oknum polisi dan BPN yang terlibat dalam permasalahan ini yang mengakibatkan aset Polri terlepas akan kami proses hukum," ujarnya.

Selain itu, lanjut Kombes Farman, pihaknya sudah melakukan gelar awal dengan BPKP tentang adanya kerugian negara dalam hal ini aset Polri.

"Karena aset ini terdaftar dalam buku investaris Polda Jatim. Kita juga sudah melakukan ekspos di BPN, gelar dua kali dan di Polda Jatim satu kali dengan mengundang BPN," ucapnya.


Pengecekan Aset Polri

Gedung Wismilak Surabaya digeledah Polda Jatim. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)

Kombes Farmas sebelumnya menceritakan, berawal pada Maret 2023, Kapolda Jatim Irjen Pol Toni Harmanto mengintruksikan agar ada pengecekan aset-aset Polri di wilayah Jawa Timur.

Polda Jatim akhirnya mendapati fakta baru bahwa gedung yang berlokasi di Jalan Raya Darmo nomor 36-38 merupakan aset milik Polri.

"Gedung tersebut sebelumnya merupakan kantor polisi sejak tahun 1945, hingga terakhir menjadi Mapolresta Surabaya Selatan. Aset ini berpindah ke tangan pada 1993," ujarnya. 

Dari hasil supervisi, diketahui bahwa Polri seharusnya memiliki aset dari kompensasi yang dijanjikan lewat alih lahan Gedung Wismilak seluas 4.000 meter di wilayah Dukuh Pakis yang saat ini menjadi kantor Polsek Dukuh Pakis.

Selain mendapat kompensasi tanah seluas 4.000 meter persegi, polisi juga dijanjikan bangunan pengganti Mapolresta dan kendaraan operasional untuk patroli. 

Kompensasi ini dijanjikan usai terbit Hak Guna Bangunan (HGB) 648 dan 649 pada Gedung Mapolresta Surabaya Selatan saat itu (Gedung Grha Wismilak. Anehnya, HGB sudah keluar saat gedung masih ditempati sebagai Mapolresta Surabaya Selatan.

"Objek ini ditempati polri tahun 1945 hingga 1993 tanpa putus. Terakhir, tahun 1993 masih ditempati sebagai Mapolresta Surabaya Selatan. Anehnya, pada saat objek ini masih ditempati, kok bisa muncul HGB," ungkap Kombes Farman.

Selain itu dari hasil pendalaman, ketiga kompensasi yang dijanjikan tidak didapat Polri. Tanah seluas 4.000 meter persegi yang dijanjikan ternyata tak pernah ada, begitu pula dengan bangunan, apalagi kendaraan operasional Polri.

Terkait lahan di Dukuh Pakis, dalam sejarahnya, Kapolda Jatim saat itu meminta izin pada Pemkot Surabaya untuk memindahkan kantor polisi di lahan milik Pemkot. Namun, lahan tersebut ternyata berstatus pinjam. 

"Lahan yang ditempati itu bukan tanah kompensasi. Melainkan tanah pinjaman, yang kemudian baru dihibahkan oleh Pemkot Surabaya pada 2019," ucap Kombes Farman. 

Pada 1992 memang ada data tentang HGB mati, yang kemudian menjadi dasar jual beli hingga penerbitan HGB baru. Namun, soal itu masih didalami pihaknya.

"Jika memang ada HGB mati, dan objek yang masih ditempati Polrestabes Surabaya Selatan tahun 1992, mana mungkin ada proses jual beli, kecuali memang sudah ada itikad tidak baik," kata Kombes Farman. 

HGB yang diklaim Wismilak dibeli secara sah adalah HGB 648 dan HGB 649. Dalam lembar tersebut, tertulis bahwa HGB ini berdasarkan SK Kanwil BPN nomor 1051 dan 1052 yang terbit pada 22 Juli 1992.

Hasil pendalaman Polda Jatim, SK tersebut ternyata tidak terdaftar atau tidak teregistrasi di BPN. Sehingga tidak mungkin HGB muncul berdasarkan SK yang tidak terdaftar di BPN.

Karena itu HGB yang diklaim Wismilak telah dibeli secara sah ini cacat hukum. "Hasil dari gelar kemarin diputuskan bahwa HGB dimaksud cacat hukum, cacat administrasi dan cacat yuridis dalam penerbitannya," tegas Kombes Farman. 

Infografis Modus Robot Trading Net89, Sudah Ada 8 Tersangka Kasus Investasi Bodong (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya