Menelisik Prospek Saham Emiten Nikel di Tengah Gencarnya Hilirisasi

Sejumlah emiten nikel telah merilis laporan keuangan semester I 2023. Selain laporan keuangan, hilirisasi juga menjadi hal yang dicermati. Lalu bagaimana prospek saham emiten nikel?

oleh Elga Nurmutia diperbarui 20 Agu 2023, 08:36 WIB
Di tengah optimisme hilirisasi, mayoritas emiten nikel membukukan pertumbuhan pendapatan maupun laba pada semester I 2023. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Di tengah optimisme hilirisasi, mayoritas emiten nikel membukukan pertumbuhan pendapatan maupun laba pada semester I 2023. Akan tetapi, ada juga yang mengalami kenaikan laba meski pendapatan susut. 

Sebaliknya, ada yang mengalami penurunan laba meski mencatatkan kenaikan pendapatan signifikan. Lantas, bagaimana prospek saham emiten nikel? 

Pengamat Pasar Modal Desmond Wira menilai saham-saham emiten nikel masih prospektif. Ini mengingat permintaan nikel dunia masih tinggi dalam beberapa tahun mendatang. Terutama didorong permintaan kendaraan listrik. 

"Diperkirakan permintaan global untuk nikel akan meningkat menjadi 6,2 juta ton per tahun pada 2030, naik 1,9 juta ton dari 4,3 juta ton per pada 2022. Harga nikel dunia walalupun sempat turun masih dalam tren naik,” ujar dia kepada Liputan6.com, Minggu (20/8/2023).

Dia bilang, sebagian besar saham emiten nikel rata-rata membukukan kinerja yang baik pada kuartal I dan II 2023. 

Menurut ia, pilihan saham emiten nikel bagi investor dinilai cukup banyak. Namun, jika disaring lagi berdasarkan valuasinya yang cukup murah adalah KKGI, HRUM, INCO sedangkan lainnya relatif lebih mahal. 

Dengan demikian, ia merekomendasikan buy on weakness bagi investor yang ingin mengoleksi saham emiten nikel.

“Sementara ini saham emiten nikel sudah bergerak naik. Disarankan tunggu koreksi bila berminat akumulasi (Buy On Weakness),” kata dia.

Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Fajar Dwi Alfian mengatakan, bagi emiten yang telah melakukan hilirisasi, tentunya berdampak positif di tengah tren penurunan harga komoditas nikel.

“Namun demikian, masih terdapat beberapa emiten yang masih belum memiliki hilirisasi program, sehingga akan sangat bergantung kepada harga komoditasnya, di mana kini sedang mengalami tekanan karena masih lesunya ekonomi China,” kata Fajar.

Fajar menegaskan, investor bisa cermati emiten yang memiliki fundamental kuat dan prospek jangka panjang yang baik, seperti program hilirisasi.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

 

2 dari 3 halaman

Pergerakan Saham Emiten Nikel secara Teknikal

Karyawan mengambil gambar layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (22/1/2021). Sebanyak 111 saham menguat, 372 tertekan, dan 124 lainnya flat. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sementara itu, Analis MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana mencermati secara teknikal pergerakan saham emiten-emiten nikel masih belum menarik. Sebab, dari sisi indikatornya belum menunjukkan tanda-tanda pembalikan arah.

Bagi para investor, Herditya menyarankan untuk wait and see terlebih dahulu untuk saham emiten nikel.

“Secara teknikal pergerakan saham emiten-emiten nikel masih belum menarik. Jadi wait and see terlebih dahulu,” ujar dia.

Sebelumnya, sektor industri mineral terutama nikel tengah naik daun. Hal itu seiring dengan sentimen kendaraan listrik (electric vehicle/EV), di mana nikel menjadi salah satu komponen utama untuk bahan baku baterai.

Dalam Sidang Tahunan MPR, DPR, dan DPD RI belum lama ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menyerukan pemberhentian ekspor bahan mineral mentah dari Indonesia, salah satunya ekspor nikel sejak 2020.

"Investasi hilirisasi nikel tumbuh pesat, kini telah ada 43 pabrik pengolahan nikel yang akan membuka peluang kerja yang sangat besar. Ini baru 1 komoditas," kata Jokowi, dikutip Jumat, 18 Agustus 2023. 

Pada kesempatan lain, Juru bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri Antoni Arif menjelaskan, saat ini, berdasarkan data Kemenperin, terdapat 34 smelter yang sudah beroperasi dan 17 smelter yang sedang dalam konstruksi.

 

3 dari 3 halaman

Investasi di Indonesia

Ilustrasi Investasi. Foto: Freepik/Funtap

Investasi yang telah tertanam di Indonesia sebesar USD 11 miliar atau sekitar Rp 165 triliun untuk smelter Pirometalurgi, serta sebesar USD 2,8 miliar atau mendekati Rp40 Triliun untuk tiga smelter Hidrometalurgi yang akan memproduksi MHP (Mix Hydro Precipitate) sebagai bahan baku baterai.

Selama masa konstruksi, kehadiran smelter tersebut menyerap produk lokal. Saat ini, smelter tersebut mempekerjakan sekitar 120 ribu orang tenaga kerja. Dilihat dari lokasi, smelter tersebar di berbagai provinsi yaitu Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, serta Banten.

"Hal ini mendorong pertumbuhan perekonomian di daerah tersebut dengan meningkatnya PDRB di daerah lokasi Smelter berada,” kata Febri.

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya