Liputan6.com, Jakarta - Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, lahir bukan karena peristiwa culik-menculik. Akan tetapi, sebuah teater gagasan para tokoh bangsa dalam memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Mulai dari perdebatan isu rasial, ketuhanan, hingga peran Fatmawati yang beradu argumen pada 16 Agustus malam di Rengasdengklok.
Hal tersebut diungkapkan oleh Muhidin M Dahlan dalam Podcast 'Seri Kemerdekaan Indonesia' yang dipandu Fahrudin di channel Youtube BKN PDI Perjuangan pada Rabu (16/8/2023).
Advertisement
Menurut Muhidin, teater gagasan tersebut kerap dilupakan dalam sejarah kelahiran bangsa Indonesia. Sejarah kelahiran bangsa kita terpotong di saat bom atom karya Openheimer dijatuhkan di Nagasaki dan Hiroshima. Padahal teater gagasan tersebut sudah berlangsung selama 60 hari menjelang hari 'H' kemerdekaan Indonesia.
"Sejarah kelahiran bangsa kita terpotong 60 hari. Kita langsung potong sejarah kemerdekaan itu setelah karya Openheimer dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki," kata Muhidin.
Menurutnya sejarah kelahiran bangsa Indonesia harus dilihat dari berkumpulnya 70 orang cendekiawan sejak 30 Mei 1945 di Pejambon, Jakarta. Mereka ini memperdebatkan Indonesia dengan segala aspeknya, mulai dari Aceh hingga timur Indonesia selama 60 hari.
"Para elit cendekiawan berkumpul di Batavia (Jakarta) untuk merefleksikan bentuk negara macam apa. Nah, itu kerap dilupakan bahwa Indonesia dilahirkan dari perdebatan cendekiawan itu," kata Muhidin.
Perdebatan para cendekiawan tersebut, kata Muhidin, membahas tentang rasialisme, etnis, hingga dasar Negara Indonesia. Menurut Muhidin, para cendekiawan Indonesia ini sudah memprediksi masalah kebangsaan yang akan terjadi di masa mendatang. Hal ini benar bahwa masalah kebangsaan yang kerap mendera republik sekarang adalah isu rasial dan etnis.
"Ada perdebatan rasialisme, etnis, bahwa apa itu asli dan tidak asli. Maka semua yang hari ini terjadi, semua ulangan yang tidak pernah selesai. Sebenarnya sudah diperdebatkan siapa Cina, siapa Arab," terang Muhidin.
Setelah itu, peristiwa yang perlu diketahui juga menjelang kelahiran Republik Indonesia adalah peristiwa Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945. Peristiwa Rengasdengklok ini terjadi karena “siasat” Sukarni untuk mengamankan Sukarno dan Hatta.
"Jadi bukan penculikan, tetapi memang bahasanya diamankan," kata Muhidin.
Ia menceritakan saat itu Sukarni mewakili golongan muda membujuk Sukarno dan Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pasca di bomnya kota Hiroshima dan Nagasaki. Sukarni dengan siasatnya mampu membujuk pasangan Dwitunggal Abadi untuk diamankan di Rengasdengklok.
Kendati demikian, siasat Sukarni tersebutt terbongkar pasca utusan dari Jakarta datang mencari Sukarno dan Hatta. Bahwa apa yang dikatakan Sukarni tentang massa 15.000 orang masuk Jakarta, itu tidaklah benar. Di saat itulah, Fatmawati mendesak untuk balik ke Jakarta.
"Jadi, kalau Fatmawati tidak mendesak pulang malam itu (16 Agustus 1945), 17 Agustus itu nggak ada, mungkin 18. Fatmawti ngotot pulang lantaran tidak ada pakaian ganti untuk Guntur," ujar Muhidin.