Liputan6.com, Jakarta Uni Eropa diketahui secara tiba-tiba membuat Undang-Undang Bebas Produk Deforestasi (EUDR) untuk menghambat ekspor kopi Indonesia. Di saat yang sama, Uni Eropa mengizinkan batu bara yang merupakan produk energi fosil masuk ke negara-negara di benua biru tersebut.
Alhasil, aturan EUDR akan berdampak pada ekspor kopi Indonesia ke Uni Eropa. “Berdasarkan EU, jadi lebih jelek kopi daripada batu bara? Ini kan kita susah,” kata Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan atau Zulhas di Semarang, Jawa Tengah, Minggu (20/8/2023).
Advertisement
Mendag Zulhas justru mengapresiasi sudut pandang Inggris yang lebih berimbang terhadap produk Indonesia. Apalagi, Inggris juga peduli dengan isu-isu pelestarian lingkungan. “Inggris dapat bertindak "lebih adil" terhadap produk Indonesia,” ujarnya.
Ketua Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut mengatakan, Inggris tidak pernah menghalangi ekspor kertas atau kayu Indonesia.
“Kita tidak ada kendala kirim kertas, kayu, panel kayu. SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu) dan RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) juga berlaku,” ujarnya.
Sebagai informasi, EUDR mulai berlaku pada 16 Mei 2023, tetapi UE memberi izin perusahaan besar masa transisi untuk menerapkan aturan baru dalam waktu 18 bulan, sementara perusahaan kecil mendapat manfaat dari Masa transisi berlangsung 24 bulan.
Peraturan yang mewajibkan uji tuntas di seluruh rantai nilai untuk semua operator dan pedagang yang menangani produk ternak tertentu, kakao, kopi, kelapa sawit, karet, kedelai, dan kayu . Sehingga, produk yang ingin masuk ke Uni Eropa harus bebas dari deforestasi.
7 Produk Terdampak
EUDR diperkirakan akan menghambat ekspor tujuh produk Indonesia, termasuk sapi, kopi, minyak sawit, biji kakao, kedelai, kayu dan karet.
Hal itu di sampaikan, Wakil Menteri Perdagangan RI Jerry Sambuaga mengatakan, bahwa dalam Konsultasi Menteri Ekonomi ASEAN-UE, Indonesia sebagai bagian dari mata rantai AEM menyampaikan pentingnya prinsip keadilan dalam perdagangan dunia yang objektif.
“Indonesia memandang pentingnya prinsip keadilan dalam perdagangan global yang obyektif. Kebijakan dalam perdagangan global tidak boleh biased atau tidak boleh ada pemahaman atau interpretasi yang hanya sepihak saja,” pungkas Jerry.
Advertisement