Hakim Ultimatum Saksi Lukas Enembe Bicara Jujur: Kalau Bohong Saya Minta Ditindak

Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) mengultimatum saksi dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi dengan terdakwa Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 21 Agu 2023, 12:39 WIB
Terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur Papua Lukas Enembe (ketiga kiri) menghadiri sidang dengan agenda pembacaan putusan sela oleh Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (26/6/2023). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) mengultimatum saksi dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi dengan terdakwa Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe.

Adapun pada hari ini, jaksa KPK menghadirkan empat saksi untuk Lukas Enembe. Mereka adalah Imelda Sun seorang pemilik salon yang tinggal di Jayapura, kemudian Direktur PT Indo Papua Budi Sultan, Daniel Christian Lewi karyawan swasta dan, Direktur Utama (Dirut) PT Laut Timur Papua Sherly Susan.

Awalnya, hakim ingin mengetahui adanya transfer Rp1 miliar ke Lukas Enembe. Saksi Imelda membenarkan adanya transfer Rp 1 miliar kepada Lukas Enembe.

"Saya tidak tahu itu, yang jelas saya diminta tolong transfer, saya transfer," ujar Imelda di Pengadilan Tipikor, Senin (21/8/2023).

Hakim kemudian beralih ke Sherly Susan. Pasalnya, dalam keterangan sebelumnya, Sherly Susan mengaku tak pernah memberikan uang Rp1 miliar kepada Lukas Enembe.

"Baik ke saksi Sherly Susan ya, ini saudara cepat sekali berubah, tadi awalnya bilang tidak ingat pernah transfer atau tidak ada pernah meminta Rp1 miliar kepada Budi Sultan untuk ditransfer ke saudara Lukas Enembe, ya? Awalnya tadi tidak ingatkan, namun, berganti begitu cepat saudara yakin tidak pernah, yang benar yang mana?," tanya hakim.

"Kalau yang tadi saya bilang tidak pernah itu meminjam pak, meminjam Rp1 miliar untuk Pak Lukas dari Budi Sultan itu saya tidak pernah," kata Sherly.

Hakim kemudian geram. Hakim mengingatkan kembali pertanyaan yang dia lontarkan kepada Sherly Susan.

"Ya pertanyaan tadi kan awalnya tidak ingat saudara katakan sudah 10 tahun lalu, 2013 ya, tidak ingat itu pernah meminjam?," kata hakim.

"Memang saya tidak meminjam," kata Sherly Susan.

"Tidak pernah, bukan tidak ingat? Apa saudara Lukas Enembe pernah meminta bantuan uang sejumlah Rp1 miliar itu kepada saudara?," tanya hakim.

"Tidak pernah," kata Sherly.

"Mungkin tidak langsung kepada saudara, mungkin kepada pihak lain, pernah tidak?," tanya hakim lagi.

"Tidak pernah," kata Sherly.

Mendengar jawaban Sherly Susan, hakim meminta agar jaksa KPK menindaklanjuti jika ada keterangan yang tak benar.

"Tidak pernah kepada saudara, juga tidak pernah kepada orang lain. Baik, jadi kalau di sini kan jelas, ya keterangan dari Budi Sultan, dengan keterangan dari Sherly Susan ya. Bukan Imelda, Sherly Susan dengan Budi Sultan, berdua keterangannya sangat berbeda, kan. Satu bilang pernah dimintakan Rp1 miliar untuk transfer ke Lukas Enembe, selanjutnya Sherly Susan membantah tidak pernah," kata hakim.

"Jadi, artinya dari keterangan yang berbeda ada salah satu yang berbohong, pasti kan? Karena yakin tidak pernah sama sekali kan. Ya itulah tinggal nanti dari alat bukti mau pun barang bukti kalau pun memang bisa dibuktikan mana yang berbohong, ya bisa ditindaklanjuti. Yang berbohong lah yang bersiap nanti konsekuensinya," hakim menandaskan.

 


Lukas Enembe Didakwa Terima Suap

Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe didakwa menerima suap dan gratifikasi berkaitan dengan proyek infrastruktur di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua. Dakwaan dibacakan tim jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (19/6/2023).

"Yang melakukan atau turut serfa melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan menerima hadiah atau janji, yaitu menerima hadiah yang keseluruhannya Rp45.843.485.350,00," ujar Jaksa KPK Yoga Pratomo.

Jaksa menyebut Lukas Enembe melakukannya bersama-sama dengan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Papua 2013-2017 Mikael Kambuaya dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) 2018-2021 Gerius One Yoman dalam rentang waktu 2017-2021.

Rinciannya, Lukas menerima Rp10.413.929.500 dari Direktur sekaligus pemilik PT Melonesia Mulia, PT Lingge-lingge, PT Astrad Jaya, serta PT Melonesia Cahaya Timur Piton Enumbi.

Kemudian Rp35.429.555.850 diterima Lukas Enembe dari Rijatono Lakksa selalu Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Direktur PT Tabi Bangun Papua, sekaligus pemilik manfaat CV Walibhu.

"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melalukan dalam jabatannya," kata jaksa.

Jaksa menyatakan suap tersebut diberikan agar Lukas bersama-sama dengan Mikael dan Gerius mengupayakan perusahaan-perusahaan yang digunakan Piton dan Rijatono dimenangkan dalam proyek pengadaan barang dan jasa di Lingkungan Pemprov Papua Tahun Anggaran 2013-2022.

Sementara nilai gratifikasi yang diterima Lukas sebesar Rp1 miliar dari Direktur PT Indo Papua Budy Sultan. Gratifikasi tersebut diterima saat Lukas menjabat Gubernur pada periode 2013-2018 dan tidak pernah dilaporkan ke KPK sebagaimana ketentuan undang-undang.

Jadi, total Lukas Enembe menerima suap dan gratifikasi senilai Rp46,8 Miliar.

Lukas didakwa melanggar Pasal 12 huruf B atau Pasal 11 jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 12 huruf B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

 

Infografis Gubernur Papua Lukas Enembe Ditangkap KPK. (Liputan6.com/Trieyasni)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya