Mayoritas Mata Uang di Asia Lesu Usai China Pangkas Bunga Pinjaman, Bagaimana Yen Jepang?

China memangkas suku bunga pinjaman satu tahun membebani mata uang Asia. Yuan sentuh level terendah. Dolar AS cenderung beragam terhadap mata uang di Asia.

oleh Agustina Melani diperbarui 21 Agu 2023, 13:14 WIB
Mata uang di Asia melemah terseret kebijakan ekonomi China dan menanti pernyataan the Federal Reserve (the Fed). (Foto: Jun Rong Loo/Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Sebagian besar mata uang Asia anjlok pada perdagangan Senin (21/8/2023). Yuan China memimpin koreksi setelah pemangkasan suku bunga pinjaman tenor satu tahun. Selain itu, investor juga mengantisipasi lebih banyak isyarat kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) membuat dolar AS tetap stabil.

Dikutip dari Investing.com, kekhawatiran atas ekonomi China telah menekan sebagian besar mata uang Asia. Dolar Australia dan yen Jepang sedikit melemah. Dua mata uang tersebut diperdagangkan mendekati level terendah masing-masing dalam 9 dan 10 bulan. Dolar AS terhadap Yen Jepang di kisaran 145,39.

Pekan lalu, yen Jepang jatuh level yang memicu intervensi pembelian yen pertama sejak September 1998, demikian dikutip dari Japan Times.  Pada September 2022, Kementerian Keuangan Jepang beli yen 2,84 triliun yen saat melemah ke posisi 145,90.

Yen Jepang terdepresiasi 3 persen sejak Bank of Japan memutuskan mentolerir imbal hasil obligasi lebih tinggi pada 28 Juli 2023. Pengamat HSBC Holdings Joey Chew dalam catatnnya menyebutkan, Kementerian Keuangan akan kembali dorong yen di kisaran 145-148.

Selain itu, won Korea Selatan dan dolar Singapura masing-masing turun 0,1 persen. Baht Thailand berbeda dengan mata uang Asia lainnya. Baht Thailand naik 0,7 persen. Bahkan saat data menunjukkan ekonomi Asia Tenggara tumbuh jauh lebih rendah dari yang diharapkan pada kuartal II 2023.

Sementara itu, dolar AS stabil seiring investor fokus dengan simposium Jackson Hole. Indeks dolar AS dan indeks dolar AS berjangka menguat di perdagangan Asia, mendekati level tertinggi dalam dua bulan.

Pergerakan mata uang Asia tersebut dibayangi kekhawatiran atas kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS) menyusul inflasi yang kuat dan data pasar tenaga kerja telah menopang dolar AS dalam beberapa pekan terakhir. 


Yuan Sentuh Level Terendah Usai Pangkas Bunga Pinjaman 1 Tahun

Ilustrasi mata uang, yuan. (Photo created by xb100 on www.freepik.com)

Selain itu, the Federal Reserve (the Fed) juga baru-baru ini mengisyaratkan sebagian besar pembuat kebijakan mendukung suku bunga yang lebih tinggi. Analis prediksi penurunan suku bunga terjadi pada 2024.

Pasar sekarang menanti isyarat lebih lanjut tentang ekonomi AS dari Simposium Jackson Hole pada akhir pekan ini. Ketua the Fed Jerome Powell juga akan berbicara.

Pada awal pekan ini, yuan menjadi salah satu pemarin terburuk setelah bank sentral China mengecewakan pasar dengan memangkas suku bunga pinjaman atau loan prime rate (LPR).

Langkah tersebut menimbulkan pertanyaan tentang seberapa banyak ruang China harus terus melonggarkan kebijakan di tengah kondisi ekonomi yang memburuk.

Kekhawatiran terus menerus atas suku bunga AS yang lebih tinggi juga bebani sentimen, menjelang Simposium Jackson Hole akhir pekan ini. Dolar AS stabil setelah kenaikan kuat pada pekan sebelumnya, sedangkan imbal hasil obligasi AS juga mempertahankan kenaikan terbaru.

Yuan China mendekati level terendah dalam 1 tahun setelah kekecewaan penurunan suku bunga. Yuan turun 0,4 persen dan diperdagangkan di atas level terlemahnya sejak Agustus 2022.

Bank sentral China memangkas suku bunga pinjaman 1 tahun sebesar 10 basis poin menjadi 3,45 persen, sedangkan suku bunga pinjaman 5 tahun tetap di 4,2 persen. Analis prediksi pemangkasan 15 basis poin.

 


Ekonomi China Melambat Pertanda Buruk bagi Yuan

Petugas menghitung uang pecahan 100 Yuan, Jakarta, Kamis (13/8/2015). Biang kerok keterpurukan kurs rupiah dan sejumlah mata uang negara lain adalah kebijakan China yang sengaja melemahkan (devaluasi) mata uang Yuan. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Suku bunga pinjaman itu sudah berada pada titik terlemahnya sejak 2013. Langkah tersebut menunjuk dukungan moneter yang terbatas untuk ekonomi China karena berjuang dengan pemulihan ekonomi setelah COVID-19 yang melambat.

Selain itu, kurangnya dukungan moneter, investor sekarang meminta pemerintah untuk meluncurkan langkah-langkah fiskal yang lebih terarah.

Namun, analis prediksi Beijing akan menunda langkah-langkah tersebut dengan alasan tingginya tingkat utang pemerintah.

Akan tetapi, setiap penurunan lebih lanjut dalam ekonomi China menjadi pertanda buruk bagi yuan, yang sudah berjuang dengan melebarnya antara suku bunga lokal dan Amerika Serikat.

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya