Ketua MPR Bambang Soesatyo Minta Pemerintah Segera Atur AI Agar Tidak Merugikan Masyarakat

Artificial Intelligence (AI) dikhawatirkan bisa merugikan jika digunakan tanpa aturan yang jelas.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 21 Agu 2023, 16:31 WIB
Agenda tersebut juga rencananya akan dihadiri oleh Ketua Umum Partai Politik mewakili perwakilan DPR dengan masing-masing koalisinya, Raja-raja Nusantara, Ketua Ormas Keagamaan dan Perwakilan Teladan dari seluruh Indonesia. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua MPR Bambang Soesatyo angkat bicara soal potensi masalah yang bisa disebabkan Kecerdasan Buatan atau Artificial Intelligence (AI). Pemerintah pun diminta segera memiliki regulasi terhadap AI agar tidak merugikan pekerjaan masyarakat. 

Sejauh ini, penggunaan AI seringkali dikecam karena meniru karya orang tanpa izin. Komunitas ilustrator pun kerap mengecam AI yang dianggap mempelajari gaya karya seni orang lain untuk membuat "karya baru". 

Masalah akurasi AI juga menjadi permasalahan. Beberapa waktu lalu, pengacara di New York meminta AI ChatGPT untuk menulis dokumen hukum, ternyata AI itu malah mengarang bebas saat menulis kasus-kasus preseden.

"Meminta pemerintah segera menyusun regulasi atau ketentuan khusus yang mengatur pengelolaan dan penggunaan AI, sehingga bisa menjawab kekhawatiran dan dilema yang menyangkut penggunaan AI, seperti terkait akurasi, penggantian pekerjaan jurnalis oleh AI, privasi dan keamanan data, transparansi dan akuntabilitas, duplikasi konten, sensitivitas dan trauma, serta kurangnya pemahaman dan kontekstual," ujar Ketua MPR Bambang Soesatyo dalam keterangan resminya, Senin (21/8/2023). 

Bambang Soesatyo terus meminta agar aturan pemerintah bisa memperbaiki kekurangan AI serta menutup celah kecuragan dalam penggunaan AI.

Lebih lanjut, Bamsoet berharap pemerintah bisa menjadikan AI sebagai hal positif bagi pekerjaan masyarakat, termasuk jurnalis, dan bukan menjadi penghalang atau bahkan mengurangi peran ilmu dan kreativitas manusia. 

"Meminta pemerintah berupaya untuk dapat memanfaatkan AI sebagai peluang atau bantuan bagi sejumlah kalangan pekerjaan, seperti jurnalis, dengan tujuan untuk mempermudah pekerjaan bukan justru sebagai penghalang atau meminimalisir penggunaan ilmu atau karya masyarakat, sehingga AI benar-benar bisa dimanfaatkan secara maksimal dan tidak disalahgunakan," tegas Ketua MPR Bambang Soesatyo. 

Bamsoet juga berpesan kepada generasi muda agar bisa menggunakan AI dengan bijaksana. 

"Mengimbau generasi muda untuk menggunakan AI secara bijak dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang berlaku, sehingga AI dapat digunakan untuk membuka pintu peluang bagi generasi muda di era digital hingga masa yang akan datang, bukan justru sebagai hambatan," ucap Ketua MPR.


Krisis AI: Media AS Larang Kecerdasan Buatan Meniru Artikel Berita

Papan reklame digital Desa Mandiri Budaya Sabdodadi terpasang di Times Square Kota New York Amerika Serikat. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)

Baru-baru ini media AS New York Times melarang perusahaan AI untuk mempelajari algoritma dari arsip-arsip berita mereka.

Dilaporkan Gizmodo, Rabu (16/8), NYT menegaskan bahwa program software seperti machine learning atau AI dilarang untuk menggunakan arsip media NYT untuk melatih program software tersebut.

Aturan dari NYT itu disebut berpotensi membuka jalur hukum apabila berita-berita mereka dicuri oleh software AI.

Gizmodo menjelaskan bahwa memang diperlukan jumlah data yang besar untuk melatih AI. Perusahaan AI seperti Open AI akhirnya kena masalah hukum karena dituduh mencuri saat melakukan panen data.

Sejumlah perusahaan AI dilaporkan sudah berusaha "mendekati" perusahaan berita. Google sempat menawarkan sistem AI mereka yang bernama Genesis kepada sejumlah media seperti NYT dan Washington Post karena dianggap bisa membantu jurnalis. 

Associated Press juga telah sepakat dengan OpenAI untuk mengizinkan startup Ai tersebut untuk mengakses arsip AP. Namun, OpenAI harus memberikan akses ke AP terkait teknologi dan keahlian produk mereka.


Seniman Protes ke AI

Kincir ria atau bianglala yang terdapat di Times Square, Kota New York dari 25 Agustus hingga 12 September. (dok. timessquarenyc.org)

Para ilustrator telah lebih dahulu menyampaikan kemarahan mereka. Akhir tahun lalu, ilustrator di situs ArtStation menyampaikan protes "Ban AI Art" agar karya yang dibuat dari AI tidak tampil di situs tersebut.

ArtStation lantas mengambil jalan tengah dengan memberikan tag "NoAI" bagi para seniman supaya karya mereka tidak dipanen oleh AI. 

Dunia kepenulisan juga kini harus berhadapan dengan AI. Baru-baru ini, novelis Jane Friedman mengaku menemukan buku yang mencatut namanya dijual di Amazon dan ditampilkan di situs review buku Goodreads. 

Buku-buku itu ternyata ditulis AI. Jane Friedman berusaha meminta Amazon untuk menyetop penjualan buku yang mencatut namanya, tapi kemudian ditolak. 

"Ketika saya melihat buku-buku tersebut, melihat halaman-halaman pembukanya, melihat bionya, sudah jelas bagi saya bahwa itu sebagian besar atau keseluruhan dibuat oleh AI," ujar Jane Friedman kepada CNN

Friedman menduga bahwa AI itu mempelajari tulisannya dari konten-konten yang ia rilis secara gratis di internet. Setelah kasus ini viral, Friedman mengumumkan bahwa Amazon setuju untuk menyetop penjualan buku-buku itu.


Wamenkominfo: Perlu Regulasi untuk Dukung Adopsi AI di Masyarakat

Seorang pria mengendarai sepeda melewati instalasi seni seniman China Ai Weiwei yang berjudul 'Forever Cycles' di Rio de Janeiro, Brasil, Senin (19/8/2019). Instalasi Ai Weiwei ini akan dibuka pada 21 Agustus 2019. (CARL DE SOUZA/AFP)

Sebelumnya, Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria, menegaskan pentingya regulasi terkait kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).

Meski begitu, Nezar sendiri juga mendorong demokratisasi AI agar dapat menyebar ke pengguna dan kalangan masyarakat yang lebih luas.

Hal ini dinyatakan Wamenkominfo Nezar Patria di Artificial Intelligence Innovation Summit 2023 yang diselenggarakan di JIExpo Kemayoran Jakarta Pusat, pada Kamis (10/8) lalu.

Menurut Wamenkominfo Nezar Patria, demokratisasi akan memberikan akses penggunaan, pemanfaatan, pengembangan, dan pengaturan AI, yang membuka peluang inovasi dan penyelesaian berbagai isu kontemporer AI secara kolaboratif.

Dia mengatakan, seperti dikutip dari siaran pers di laman Kominfo, oleh karena itu, selain keberadaan infrastruktur internet, juga diperlukan regulasi dan sumber daya manusia (SDM) yang memadai.

"Saya kira itu yang menjadi tupoksi di Kementerian Kominfo nantinya, agar AI bisa bermanfaat dan lebih tepat guna sesuai kebutuhan lintas pemangku kepentingan, bukan hanya pihak tertentu," ujarnya.

Infografis FaceApp Curi Data Pengguna? (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya