Tekan Polusi Udara, Buruh Juga Pengen WFH Seperti PNS Nih Bos

Presiden Partai Buruh, Said Iqbal meminta pemerintah juga mengizinkan buruh untuk WFH demi menekan polusi udara di DKI Jakarta

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 22 Agu 2023, 10:45 WIB
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal meminta pemerintah juga mengizinkan buruh untuk WFH demi menekan polusi udara di DKI Jakarta. (Merdeka.com/Rahmat Baihaqi)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah telah memberlakukan sistem work from home (WFH) bagi pegawai Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk untuk menekan buruknya polusi udara yang belakangan ini menyelimuti Jakarta.

Perbelakuan sistem tersebut terlampir dalam Surat Edaran (SE) No.17/2023, yang mengatur tentang Penyesuaian Sistem Kerja PNS, yang Berkantor di Wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.

Menanggapi hal tersebut, Presiden Partai Buruh, Said Iqbal menyatakan bahwa pemerintah telah mendiskriminasi pegawai swasta atau pabrik, karena WFH hanya berlaku bagi pegawai ASN. Ia menilai, apabila WFH hanya diberlakukan bagi pegawai tertentu, maka akan terjadi kecemburuan.

"Ada diskriminasi. Kalau WFH mau diberlakukan, maka harus berlaku juga di pabrik. Mereka yang dari Bodetabek, bekerja ke Jakarta, kalau mereka WFH, bagaimana dengan yang di pabrik? Tidak mungkin pabrik diliburkan, maka perlu diatur bagaimana caranya, antara shift dan jam kerja,"ujar Said dikutip, Selasa (22/8/2023).

Di sini lah, kata Said, diperlukan kebesaran hati bagi pengusaha dan penguasa untuk menambahkan pelayanan untuk keselamatan buruh pabrik, yang juga manusia.

Tak hanya itu, menurut Presiden Partai Buruh itu, buruh pabrik juga harus dipastikan mendapatkan perlindungan, masker, pemeriksaan Medical Check Ulang (MCU) per bulan.

"Mereka yang menggunakan motor ke pabrik, menghisap polusi, tercemar, tentu harus dilindungi. Karena ini polisi udara, mau tidak perusahaan memberlakukan, " tutur panutan para buruh itu.

 


Pejabat Juga Pakai Transportasi Umum

Karena buruknya kualitas udara menurut data DLHK DKI 70 persen beberapa hari ini dipengaruhi sektor transportasi. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Disisi lain, ia menyoroti adanya imbauan agar masyarakat beralih menggunakan moda transportasi publik semakin masif digencarkan. Ironisnya, aturan tersebut tidak dilakukan bagi mereka, khususnya pejabat, baik di instansi maupun lembaga negara.

"Menurut informasi, polusi udara diakibatkan beberapa faktor, misal PLTU dan asap kendaraan bermotor. Tapi, terkait asap kendaraan ini, mereka (pejabat/eselon) tidak menggunakan transportasi publik," jelasnya.

"Mereka hanya bisa meminta masyarakat untuk beralih ke transportasi publik. Harusnya dicontohkan, baru meminta," tutupnya.


BNPB Lakukan Modifikasi Cuaca Selama 3 Hari untuk Bilas Polusi Udara, Jakarta Salah Satunya

Berdasarkan data indeks standar pencemaran udara maksimum dari aplikasi JAKI, tampak ada perbedaan kualitas udara di setiap wilayah Jakarta. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengupayakan teknologi modifikasi cuaca (TMC) selama tiga hari untuk membilas polusi udara. 

Hal tersebut diungkapkan Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam Disaster Briefing di Jakarta.

"Ada fase tertentu di mana minimal konsentrasi awan itu 30 persen, cukup untuk membuat hujan buatan. BNPB bersama BMKG, BRIN, dan TNI-Polri, kita sudah mulai melakukan TMC," ujar Abdul seperti dilansir Antara.

Menurut dia, pelaksanaan modifikasi cuaca untuk membilas polusi udara tidak hanya dilakukan di Kota Jakarta, tapi di Bandung, Semarang dan beberapa kota lainnya. 

Abdul menjelaskan kadar polusi saat ini kurang lebih sama seperti di musim hujan yang lalu. Terlebih, saat pandemi Covid-19 dinyatakan selesai.

Namun, polusi ini tidak terlalu dirasakan dampaknya pada awal tahun, sebab terbilas oleh hujan. Frekuensi hujan membuat partikel debu dan polutan selalu terbilas.


Fase Kedaruratan

Akibat polusi udara, langit biru Jakarta berubah menjadi kabut pekat. hal ini sangat berdampak bagi kesehatan para pekerja di kawasan Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sehingga TMC dilakukan sebagai langkah penanganan dalam fase kedaruratan. Namun, Abdul memastikan ada kebijakan jangka panjang yang akan dilaksanakan untuk menangani buruknya kualitas udara.

"Saat ini kita fokus dulu untuk untuk penanganan jangka pendek yang bisa kita lakukan. Sehingga paling tidak sampai kemarau ini, ya kalaupun tidak kan tiap hari minimalnya 2-3 kali seminggu hujaannya bisa turun untuk kembali nge-flushing (membilas)," kata dia.

 

 

Reporter: Siti Ayu Rachma

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya