Liputan6.com, Jakarta - Kebijakan bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH) bagi Aparatus Sipil Negara (ASN) DKI Jakarta dan sekitarnya memiliki sejumlah dampak. Kebijakan WFH ini memang bisa menurunkan polusi udara tetapi di lain sisi kebijakan ini juga bisa menurunkan pertumbuhan ekonomi.
Seperti diketahui, ASN DKI Jakarta sejak senin kemarin menjalankan kebijakan bekerja dari rumah atau Work From Home dalam upaya menekan polusi udara, yang sudah memasuki kategori paling buruk di dunia.
Advertisement
Peneliti INDEF Ahmad Heri Firdaus mengungkapkan, WFH dapat mereduksi pertumbuhan ekonomi hingga 0,73 persen di DKI Jakarta. Sedangkan secara nasional, kebijakan WFH diprediksi dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi hingga 0,2 persen.
"Jadi karena DKI Jakarta ini kan merupakan Barometer nasional, maka akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi nasional," jelas Ahmad dalam Diskusi Publik Continuum INDEF, yang disiarkan secara daring pada Selasa (22/8/2023).
"Kenapa WFH dapat disimulasikan? Karena pengeluaran masyarakat di kota-kota besar khususnya DKI Jakarta ini kan sebagian untuk keperluan transportasi. Dari 100 persen pengeluaran katakanlah 10 persen untuk transportasi.Kalau misalnya 10 persenya ini dikurangi, penyerapan tenaga kerja juga akan terkoreksi," paparnya.
Ahmad juga membeberkan contoh lain, yaitu WFH berpotensi mengurangi mobilitas masyarakat yang mengandalkan jasa transportasi online. Hal ini dapat menyebabkan upah rill pekerja di sektor tersebut menurun.
"Isu kesehatan yang ditimbulkan polusi udara memang penting. Tapi kita juga harus memerhatikan akar permasalahannya," ujarnya.
Ahmad menyarankan, perlu kebijakan jangka pendek dan jangka panjang yang konsisten untuk penanganan polusi (emisi) di Jakarta.
Dalam jangka pendek, Kesehatan sangat penting untuk diperhatikan, karena ini merupakan aspek penting dalam ekonomi, katanya.
"Program transisi energi harus berjalan secara menyeluruh dan mendorong penciptaan ekosistem energi hijau dan ramah lingkungan," jelas Ahmad.
Dia juga menambahkan, transisi energi perlu dimulai dari hulu, menggunakan energi primer berbasis EBT sebagai bahan pembangkit listrik.
ASN Jakarta Mulai WFH, DKI Jadi Kota Nomor 3 dengan Kualitas Udara Paling Buruk
Pemerintah Provinsi memberlakukan kerja dari rumah atau WFH Jakarta untuk 50 persen ASN. Dampaknya pun mulai terlihat dengan turunnya peringkat Jakarta menjadi nomor 3 kota dengan kualitas udara terburuk di dunia.
Meskipun pada Selasa, (22/8/2023), udara Jakarta tetap pada kategori tidak sehat.
Data tersebut diambil berdasarkan parameter kualitas udara IQAir. Dari 110 negara, indeks kualitas udara Jakarta mencapai angka 165 US Air Quality Index (AQI US).
Data itu tercatat pada pukul 09.15 WIB pagi ini. Polutan utama berukuran PM2.5 dengan konsentrasi 83.5 µg/m³.
"Konsentrasi PM2.5 di Jakarta saat ini 16.7 kali nilai panduan kualitas udara tahunan WHO," demikian keterangan dalam laman iqair.com, dikutip Selasa (22/8/2023).
Kuwait City, Kuwait menduduki peringkat pertama kota dengan kualitas udara terburuk 170 AQI US (tidak sehat). Baghdad, Iraq ada di posisi dua dengan angka 166 AQI US.
Advertisement
Menutup Jendela untuk Menghindari Udara Luar
Kota dengan indeks kualitas udara tidak sehat disarankan untuk melindungi diri dari polusi. Direkomendasikan juga untuk mengenakan masker saat berada di luar ruangan, serta menyalakan pemurni udara apabila ada di dalam ruangan.
Selain itu, masyarakat di kota terpolutan juga dianjurkan menutup jendela untuk menghindari udara luar yang kotor dan minimalisir aktivitas di luar ruangan.
Sebelumnya, menanggapi buruknya kualitas udara Jakarta, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI mulai Senin, 21 Agustus 2023 telah menerapkan sistem Work From Home (WFH) bagi 50 persen Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkup Pemprov DKI Jakarta.
Selain itu, aturan ini diberlakukan guna menyambut Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Jakarta pada 5-7 September 2023. Kemacetan akibat mobilitas kendaraan diharapkan berkurang dengan kebijakan 50 persen WFH ini.