Liputan6.com, Jakarta - Seorang turis asal Australia mengaku bingung dengan sesaji yang tersebar di berbagai tempat di Bali saat berwisata ke sana. Dilansir dari laman news.com.au, Selasa, 22 Agustus 2023, ia mempertanyakan di media sosial mengapa terus melihat begitu banyak keranjang kecil yang tergeletak di tanah saat mengunjungi Pulau Dewata. Kisahnya diangkat untuk dijadikan bahan edukasi bagi warga Australia lainnya yang hendak berlibur ke Bali.
Keranjang tersebut berisikan dupa dan benda-benda lainnya seperti buah-buahan dan bunga, bahkan uang atau rokok. Keranjang tersebut adalah sesaji umat Hindu Bali untuk para Dewa, dan merupakan bagian penting bagi budaya setempat.
Advertisement
Menurut laman panduan wisata lokal, Bali.com, tradisi tersebut berasal dari sebuah ayat dalam kitab suci Hindu, Bhagavad Gita, sering disebut sebagai Gita. Ayat tersebut berbunyi, "Barangsiapa mempersembahkan kepadaku dengan pengabdian sehelai daun, bunga, buah, atau air, persembahan itu cinta, dari hati yang murni saya terima (ix: 26)."
Tujuan dari sesaji itu adalah untuk menyenangkan hati para Dewa dan Dewi, sehingga mereka mengabulkan segala keinginannya. Persembahan tersebut ditujukan bukan hanya untuk Dewa dengan kekuatan positif, tetapi juga untuk roh negatif, agar menjaga keseimbangan dan keharmonisan dalam hidup mereka.
Persembahan yang pertama akan disajikan di tempat yang lebih tinggi, sedangkan yang terakhir akan diletakkan di atas tanah. Dalam laman resmi panduan wisata Bali.com, juga terdapat himbauan bagi para wisatawan untuk tidak melangkahi atau menginjak sesaji yang berada di tanah selama dupa masih menyala.
Tanggapan Wisatawan Lainnya
Unggahan si turis itu ditanggapi wisatawan lain yang memiliki pengalaman serupa. Pada unggahannya di grup Facebook Bali, ia mengaku awalnya tidak mengetahui apa isi keranjang tersebut, sampai akhirnya meminta seorang sopir yang mengantarnya untuk menjelaskan fungsi dari persembahan tersebut.
"Jika sesaji tersebut berada di altar, itu diperuntukan untuk Dewa mereka dan jika sesaji berada di atas tanah, persembahan tersebut ditujukan kepada roh jahat dengan benda seperti rokok, makanan dan lain-lain untuk membuat roh tersebut senang sehingga tidak mengganggu kehidupan orang yang ada di rumah tersebut/toko dll," tulis wanita itu.
Pada diskusi tersebut wisatawan lainnya juga setuju bahwa persembahan yang diletakan di tanah adalah "untuk menenangkan roh jahat". Warganet itu menambahkan, "(Orang Bali) akan mengenakan sarung dengan ikat pinggang saat melakukan persembahan, untuk memisahkan bagian tubuh yang bersih dan yang najis."
Unggahan tersebut juga memicu perdebatan tentang apakah wisatawan yang akan ke Bali harus melakukan riset tentang budaya setempat terlebih dahulu sebelum mengunjungi destinasi tersebut. "Orang Bali adalah orang yang sangat baik. Jika Anda berhenti dan bertanya. Mereka akan menjelaskan semuanya kepada Anda termasuk mengapa mereka mempersembahkan barang-barang tertentu seperti nasi misalnya," saran seorang wanita.
Wisatawan asal Australia lainnya juga berbagi pengalaman atas kesalahan mereka yang tidak sengaja menginjak persembahan saat mengunjungi Bali pada postingan tersebut. "Saya tidak sengaja berdiri di atas beberapa, saya hanya menyatukan tangan dan mengangguk kecil sebagai permintaan maaf," ujar salah satu wisatawan pada unggahan tersebut.
"Coba untuk tidak menginjak atau menendang mereka saat Anda lewat, tetapi kadang-kadang itu terjadi dan minta maaf," saran wisatawan lainnya.
Advertisement
Tindak Lanjut oleh Pemerintah Setempat
Gubernur Bali Wayan Koster sebelumnya telah merilis daftar aturan resmi mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh wisatawan pada akhir Mei lalu. Operator tur dan pemandu lokal juga telah diinstruksikan untuk mengawasi para wisatawan dan mengedukasi mereka.
Mengutip dari Kanal Bisnis, Liputan6.com, Senin, 22 Agustus 2023, Wakil Ketua Umum Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA), Budijanto Ardiansyah, menyambut inisiatif Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali yang akan menarik pajak wisata senilai USD 10 (setara Rp 150.000) kepada turis asing yang datang ke Pulau Dewata.
Budijanto menilai, pengenaan pajak wisata tidak akan memberatkan para turis asing. Hanya saja, ia meminta detail teknis dari peraturan tersebut.
"Hanya teknis penerapannya yang harus detil, apakah hanya berlaku untuk kedatangan di Bandara Ngurah Rai atau gimana. Terus yang dengan penerbangan domestik atau darat gimana, yang punya Kitas bagaimana. Dan, yang paling penting adalah pendapatan itu dipakai untuk apa," bebernya kepada Liputan6.com, Selasa, 22 Agustus 2023.
Kapan Akan Berlaku?
Menurut dia, Pemprov Bali sebenarnya bukan mencari tambahan pendapatan dengan adanya penerapan pajak wisata tersebut. Kutipan itu lebih kepada agar para wisatawan mancanegara bisa mematuhi kearifan lokal selama berlibur di Bali.
"Saya kira sudah cukup (pendapatan daerah dari turis asing). Pungutan ini kelihatannya hanya sekedar reaktif akibat berbagai permasalahan yang timbul dari ulah-ulah segelintir turis di Bali," ujar Budijanto. "Yah, mudah-mudahan saja bisa terkelola dengan baik dananya," ungkap dia.
Pemprov Bali benar-benar akan melaksanakan niatnya untuk menarik pajak wisata alias retribusi kepada turis asing yang datang ke Pulau Dewata. Biaya yang dibebankan ditetapkan USD 10 atau Rp 150 ribu. Kepala Dinas Pariwisata Bali Tjok Bagus Pemayun menyebut bahwa aturan legal untuk penarikan retribusi itu masih setengah jalan.
"Perdanya sudah selesai, tinggal menyusun pergub, karena perda ini dibuat berdasarkan amanat dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2023, khususnya pasal 8 ayat 3 dan 4," kata Tjok Bagus dalam The Weekly Briefing with Sandi Uno di Jakarta, Senin, 21 Agustus 2023.
Dalam pasal dimaksud, Bali diperkenankan mengutip retribusi untuk dana perlindungan kebudayaan dan lingkungan di Bali. Ia menjelaskan dalam peraturan gubernur yang masih disusun, pihaknya akan memasukkan penjelasan atau tata cara penarikan pungutan kepada turis asing. "Dan ini akan kami terapkan mulai dari Februari 2024," imbuh dia.
Advertisement