Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas/NFA) Arief Prasetyo Adi memastikan cadangan beras pemerintah dalam kondisi aman. Menyusul Perum Bulog yang sudah menguasai sekitar 1,6 juta ton beras.
Arief menegaskan stok cadangan beras pemerintah tersebut telah dipersiapkan dalam rangka penyaluran bantuan pangan dan stabilisasi harga.
Advertisement
“Kami sampaikan bahwa stok beras di Bulog ada dan cukup untuk bantuan pangan dan stabilisasi harga, jumlah 1,6 juta ton beras secured sesuai arahan Bapak Presiden dalam ratas sebelumnya.” ujar Arief dalam keterangannya, Selasa (22/8/2023).
Dia mengatakan, stok CBP ini akan terus bertambah seiring penyerapan gabah/beras yang terus dilakuan oleh Perum Bulog. Dengan stok beras yang tersedia tersebut, Arief meminta masyarakat untuk lebih bijak dalam membeli bahan pangan untuk keperluan sehari hari.
“Kami mengimbau kepada masyarakat untuk belanja bijak sesuai keperluan dan stop boros pangan. Saya tegaskan bahwa stok beras yang ada di Perum Bulog aman dan cukup untuk keperluan bantuan pangan dan stabilisasi harga.” ujarnya.
Kenaikan Harga Beras
Arief mengatakan untuk meredam kenaikan harga beras, pihaknya terus menggencarkan Gerakan Pangan Murah (GPM) di seluruh daerah dan secara rutin bersama Kementerian Dalam Negeri beserta K/L lainnya melakukan rapat koordinasi yang dihadiri oleh Gubernur dan Bupati/Walikota dalam rangka monitoring perkembangan inflasi pangan di seluruh wilayah.
Selain itu, demi menjaga daya beli masyarakat berpendapatan rendah, Pemerintah akan segera kembali menggelontorkan bantuan pangan beras kepada 21,353 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang tersebar di seluruh provinsi.
Bantuan Beras
Lebih lanjut, Arief menuturkan hal itu sama seperti bantuan beras tahap pertama yang berlangsung pada April – Mei 2023. Bantuan pangan beras kali ini akan disalurkan selama tiga bulan pada Oktober-Desember 2023 dengan volume masing-masing 10 kg beras.
“Sesuai arahan Bapak Presiden bahwa bantuan pangan beras ini akan kembali kita gelontorkan untuk masyarakat berpendapatan rendah pada bulan Oktober hingga Desember mendatang. Ini salah satu upaya membantu masyarakat yang benar-benar membutuhkan.” ungkapnya.
Adapun berdasarkan Panel Harga NFA per 22 Agustus 2023, harga rata-rata beras medium Rp. 12.181 per kg dan mengalami kenaikan 0,3 persen dari Rp. 12.144 per kg pada 18 Agustus 2023.
Berdasarkan KSA BPS produksi padi di bulan Agustus hingga Desember merupakan panen gadu di mana neraca produksi – konsumsi bulanan mengalami defisit.
“Jadi cadangan pangan ini sudah kita siapkan dengan baik dari awal untuk mengantisipasi defisit bulanan di akhir tahun 2023 ke tahun 2024, untuk digunakan dalam rangka SPHP, tanggap darurat, dan bantuan pangan beras yang akan kembali digelontorkan mulai Oktober mendatang," pungkasnya.
Advertisement
Thailand Batasi Ekspor Beras
Sebelumnya, Thailand berencana untuk mengurangi pengiriman ekspor beras hingga gula untuk mengamankan pasokan dalam negeri. Menyusul, potensi ancaman kekeringan atau kemarau dalam kurun waktu yang lama.
"Thailand sedang mempersiapkan rencana darurat untuk menghadapi potensi kekeringan yang dapat berlangsung bertahun-tahun dan mengurangi pasokan (ekspor) gula dan beras global," tulis The Straits Times dikutip di Jakarta, Selasa (22/8).
Pembatasan ekspor ini tentu saja akan membuat harga beras hingga gula di kawasan Asia Tenggara (Asean) menjadi lebih mahal. Mengingat, Thailand merupakan salah satu negara pengekspor berasa terbesar di dunia maupun untuk kawasan Asean.
"Kekeringan pasti akan memicu inflasi di negara Asia Tenggara ini karena harga sayur-sayuran, makanan segar dan daging menjadi lebih mahal karena berkurangnya hasil panen dan harga pakan ternak yang lebih mahal," ungkap The Straits Times.
El Nino
Dilaporkan, curah hujan di seluruh wilayah Thailand hanya mencapai 10 persen atau di bawah rata-rata pada musim hujan. Fenomena ini diakibatkan oleh El Nino yang menurunkan curah hujan lebih jauh lagi selama dua tahun ke depan, menurut pejabat pemerintah.
"Thailand akan menghadapi kondisi kekeringan yang meluas mulai awal 2024, pihak berwenang telah memperingatkan," ungkap media asal Singapura tersebut.
Akibat prospek ancaman kekeringan ini, membuat pihak Pemerintah Thailand meminta para petani membatasi penanaman padi hanya pada satu tanaman saja untuk menghemat air. Di sisi lain, produsen gula mengalami penurunan produksi untuk pertama kalinya dalam tiga tahun.
Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha telah meminta perusahaan listrik milik negara, Otoritas Pembangkit Listrik, dan Kantor Sumber Daya Air Nasional untuk membantu menyusun rencana darurat untuk menghemat air. Sejauh ini pada tahun 2023, curah hujan di negara ini telah turun 28 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun 2022, menurut data resmi.
Advertisement