Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan menyoroti besarnya kerentanan Indonesia terhadap perubahan iklim. Bahkan, perubahan iklim memiliki ancaman kerugian yang besar terhadap perekomonian Indonesia.
Asisten Menteri Keuangan untuk Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional, Parjiono mengungkapkan bahwa potensi kerugian ekonomi Indonesia yang disebabkan oleh perubahan iklim hampir menyentuh 4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) negara.
Advertisement
"Potensi kerugian ekonomi Indonesia dapat mencapai 0,66 persen hingga 3,45 persen dari PDB pada tahun 2030," demikian paparan Parjiono dalam acara Seminar Workshop on Energy Transition Mechanism yang disiarkan secara daring pada Rabu (23/8/2023).
Parjiono mencatat, pada tahun 2020, emisi GRK per kapita di Indonesia diprediksi akan mencapai 2,24 ton COZe, meningkat 2,7 persen (CAGR) dari tahun 2000.
"Emisi GRK terus meningkat dengan laju yang lebih lambat dari Pertumbuhan PDB per kapita yang telah mencapai 3,4 persen," ungkapnya.
Rentan Risiko Perubahan Iklim
Adapun beberapa faktor yang membuat Indonesia rentan terhadap risiko perubahan iklim.
Faktor pertama, Indonesia merupakan negara kepulauan dengan lebih dati 17.000 pulau. Kondisi geografis ini memungkinkannya rentan terhadap risiko perubahan iklim seperti kenaikan permukaan air laut.
Selain itu, dari tahun 1981 hingga 2018, Indonesia telah mengalami kenaikan suhu sebesar 0,08 °C per tahun.
"Sejak tahun 2010-2018, emisi GRK nasional mengalami tren pertumbuhan sekitar 4,3 persen per tahun," papar Parjiono.
Tak hanya itu, Indonesia juga telah melihat kenaikan air laut 0,8-1,2 cm/tahun, sedangkan sekitar 65 persen penduduknya tinggal di wilayah pesisir.
Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN ke-55 Diyakini Bisa Atasi Krisis Pangan dan Perubahan Iklim
Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) RI Jerry Sambuaga merasa dengan Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN (AEM) ke-55 bisa membantu Indonesia dan negara ASEAN bisa bersama-sama mengatasi krisis pangan ataupun perubahan iklim. Sehingga, ia yakin hasil (deliverables) denganmelihat rangkaianya.
"Ini sangat membawa manfaat dan sangat bawa hasil atau deliverables yang signifikan, prioritas capaian ekonomi kita atau PED (Priority Economy Deliverable) kita berpengaruh langsung ke food security, dan juga perubahan iklim," kata Jerry dalam konferensi pers hari terakhir penyelenggaraan AEM ke-55, di Semarang, Jawa Tengah, Selasa, (22/8/2023).
Jerry menyebut beberapa kesepakatan yang telah dicapai dalam AEM dan berpengaruh langsung terhadap prioritas capaian ekonomi (PED) Indonesia yang berkaitan dengan masalah krisis pangan dan perubahan iklim.
Beberapa prioritas ekonomi Indonesia yang tercapai dalam AEM, antara lain "ASEAN Leaders’ Declaration on Strengthening Food Security," kemudian "Development of the Electric Vehicle Ecosystem", dan "Development of ASEAN Blue Economy Framework".
Serta, hal ini bisa tercapai bisa menunjukkan komitmen ASEAN dalam hal energi bersih, ekonomi hijau, digitalisasi, serta sustainability.
“Tentunya semua hal yang sudah ramah lingkungan semua itu di develop dan juga dirumuskan dan diimplementasikan dalam semangat-semangat kolektif di forum ASEAN,” jelasnya.
Advertisement
Menteri Ekonomi ASEAN
Disisi lain, Jerry serta para menteri ekonomi ASEAN mengungkapkan untuk berkomitmen menjaga ekonomi ramah lingkungan dan menjaga ketersediaan ya pasokan pangan.
"Semua dikembangkan, dan juga dirumuskan, dan juga diimplementasikan dalam semangat-semangat kolektif di forum-forum di AEM," kata dia lagi.
Pertemuan AEM ke-55 yang digelar di Semarang, Jawa Tengah pada 17-22 Agustus 2023 dihadiri oleh 10 menteri ekonomi ASEAN, Menteri Perdagangan dan Industri Timor Leste Filipus Nino Pereira sebagai observer, dan pejabat tinggi ekonomi dari negara mitra dialog ASEAN, seperti RRT, Korea Selatan, Jepang, Australia, Selandia Baru, India, Kanada, Amerika Serikat, Uni Eropa, Inggris, dan Rusia.
Hasil dari AEM ke-55 Semarang akan dibawa ke Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN yang akan dihadiri para kepala negara pada 5-7 September 2023 di Jakarta.