Perkawinan Anak di Sulawesi Barat Capai 1.347 Kasus per Mei 2023, Ancaman Stunting Mengintai

Kasus perkawinan anak di Sulawesi Barat pada rentang usia 15 hingga 19 tahun mencapai angka sebanyak 1.347 kasus dan meningkatkan risiko anak lahir stunting.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 23 Agu 2023, 14:00 WIB
Perkawinan Anak di Sulawesi Barat Capai 1.347 Kasus per Mei 2023, Ancaman Stunting Mengintai. Image by Pexels from Pixabay

Liputan6.com, Jakarta Angka perkawinan anak di Sulawesi Barat masih tinggi. Data terbaru Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi Sulawesi Barat mencatat bahwa tren perkawinan anak di wilayah ini melebihi angka rata-rata nasional sebesar 11,7 persen.

Data ini mencakup periode hingga Mei 2023, dengan fokus pada kelompok usia 15 hingga 19 tahun.

Kasus perkawinan anak di Sulawesi Barat pada rentang usia 15 hingga 19 tahun mencapai angka sebanyak 1.347 kasus. Sebuah statistik yang mencerminkan tantangan serius. Pasalnya, pernikahan dini sering kali mengakibatkan kehamilan pada usia yang sangat muda. Ini meningkatkan risiko stunting pada anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang masih remaja.

Terkait masalah ini, anggota Komisi IX DPR RI, Andi Ruskati Ali Baal menegaskan pentingnya pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang risiko perkawinan anak.

Ia juga menggarisbawahi perlunya penurunan angka stunting, karena perkawinan anak dapat berkontribusi pada masalah stunting.

"Kegiatan promosi dan KIE merupakan langkah yang sangat baik untuk menyebarkan informasi serta melakukan edukasi kepada masyarakat tentang risiko perkawinan anak dan stunting," kata Ruskati di Desa Kenje, Kecamatan Campalagian, Kabupaten Polewali Mandar, Minggu 20 Agustus 2023 mengutip keterangan pers.

Lebih lanjut, dia menggarisbawahi pentingnya kerja sama antara Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dengan Komisi IX DPR RI. Kerja sama perlu dilakukan dalam mengatasi berbagai permasalahan terkait dengan keluarga berencana, perkawinan anak, dan stunting.


Anjuran Usia Pernikahan BKKBN

Perkawinan Anak di Sulawesi Barat Capai 1.347 Kasus per Mei 2023, Ancaman Stunting Mengintai (Dok.Pixabay)

Ruskati menambahkan, anjuran BKKBN soal usia pernikahan memiliki alasan tersendiri terkait kematangan fisik calon suami istri.

“Anjuran dari BKKBN untuk menikah bagi pria 25 tahun dan perempuan 21 tahun dimaksudkan untuk memastikan bahwa calon suami dan istri sudah memiliki kematangan fisik dan mental yang cukup sebelum memutuskan untuk menikah,” katanya.

Sementara, Kepala Desa Kenje, Alimuddin, juga menunjukkan komitmen positif dalam mendukung upaya penurunan angka stunting. Ia berjanji bahwa setelah semua infrastruktur di Desa Kenje mencapai target, fokus akan beralih pada pemberdayaan masyarakat dalam penanganan stunting.

“Semoga niat baik, dan semua yang kita rencanakan bersama bisa tercapai dengan baik,” ucap Alimuddin.


Angka Stunting di Polewali Mandar

Perkawinan Anak di Sulawesi Barat Capai 1.347 Kasus per Mei 2023, Ancaman Stunting Mengintai. (unsplash.com/@omarlopez1)

Menurut data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, Kabupaten Polewali Mandar mengalami kenaikan angka stunting sebesar 3,3 persen.

Angka prevalensi stunting di kabupaten ini meningkat dari 36 persen pada tahun 2021 menjadi 39,3 persen tahun 2022.

Plt. Kepala Perwakilan BKKBN Sulbar, Rezky Murwanto, yakin bahwa Kabupaten Polewali Mandar memiliki kemampuan untuk menurunkan angka stunting pada tahun 2024.

“Penurunan angka stunting diharapkan akan melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas di masa yang akan datang,” kata Rezky.

“Penting untuk diingat bahwa tidak semua anak yang pendek mengalami stunting. Stunting sudah pasti pendek, tapi pendek belum tentu stunting. Upaya untuk memastikan anak-anak menerima makanan bergizi sangat penting untuk mencegah stunting,” tambahnya.


Mengenal Stunting

Perkawinan Anak di Sulawesi Barat Capai 1.347 Kasus per Mei 2023, Ancaman Stunting Mengintai. Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.

Stunting masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah Indonesia. Menurut target, pengentasan stunting hingga 14 persen di Tanah Air memiliki tenggat waktu hingga 2024.

Mengutip laman promkes.kemkes.go.id, stunting adalah permasalahan gizi kronis yang disebabkan kurangnya asupan gizi dalam rentang waktu yang cukup lama. Umumnya, hal ini terkait asupan makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut, meski proses stunting terjadi mulai dari dalam kandungan, kondisi tersebut baru akan terlihat ketika anak sudah menginjak usia 2 tahun.

Menurut dokter spesialis anak RS EMC Tangerang, Himawan Aulia Rahman, stunting disebabkan oleh ketidakcukupan penenuhan nutrisi yang tidak terjadi tiba-tiba.

"Stunting tidak terjadi secara tiba-tiba. Secara umum, stunting disebabkan oleh ketidakcukupan pemenuhan nutrisi. Kondisi ini dapat dimulai bahkan ketika janin masih berada di dalam kandungan hingga berlanjut setelah bayi lahir, terutama dalam 2 tahun pertama kehidupan," jelas Himawan, dikutip dari laman emc.id.

Sementara menurut UNICEF, stunting didefinisikan sebagai persentase anak-anak usia 0 sampai 59 bulan dengan tinggi badan di bawah minus (stunting sedang dan berat) dan minus tiga (stunting kronis). Tinggi dan berat badan anak itu diukur dengan menggunakan standar pertumbuhan anak yang dikeluarkan oleh WHO.

Stunting tidak hanya dikaitkan dengan pertumbuhan fisik anak yang terhambat, melainkan juga menjadi sebab otak anak tidak berkembang optimal. Perkembangan otak yang terhambat itu dapat mempengaruhi kemampuan mental dan belajar anak tidak maksimal serta berdampak pada prestasi belajar yang buruk.

Infografis Stunting, Ancaman Hilangnya Satu Generasi. (Liputan6.com/Triyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya