Nomor Satu Penguras Dana, Gangguan Jantung Jadi Penyakit Mematikan Nomor Dua di Indonesia

Salah satu cara sederhana agar tidak terjangkit gangguan jantung ini yakni menghindari asap rokok.

oleh Arie Nugraha diperbarui 25 Agu 2023, 21:00 WIB
Ilustrasi rokok, berhenti merokok. (Image by jcomp on Freepik)

Liputan6.com, Bandung - Gangguan jantung menjadi penyakit yang menduduki peringkat pertama penghabis dana pengobatan. Meski secara umum di Indonesia, peringkat pertama penyakit yang diderita oleh masyarakat yakni penyakit stroke disusul di peringkat kedua adalah jantung.

Menurut dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Al Ihsan Provinsi Jawa Barat, Ratna Nurmeliani, salah satu cara sederhana agar tidak terjangkit gangguan jantung ini yakni menghindari asap rokok.

"Jadi kita ini harus bisa merdeka dari asap rokok. Artinya tidak hanya merokok tetapi juga tidak menghirup asap rokok. Itu yang kita tekankan kepada para perokok pasif, tidak hanya ke active smoker tetapi juga ke passive smoker. Jadi kalau kita bilang bahwa pasien jantung bahwa tidak pernah merokok tetapi lingkungannya perokok, dia sama saja terpapar juga," ujar Ratna dicuplik dari akun You Tube RSUD Al Ihsan Bandung, Rabu (23/8/2023).

Ratna mengatakan paparan asap rokok yang memicu penyakit jantung ini tidak hanya diari lingkup keluarga dekat, namun dari lingkungan yang sebagian besar perokok juga dapat menjadi penyebabnya.

Ratna menuturkan angka perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Tahun 2018 angka perokok di bawah usia 18 tahun dari sebelumnya sebesar 7,2 persen menjadi 9,1 persen. 

Ratna menegaskan kembali bahwa merokok dapat meningkatkan angka kejadian kardiovaskular atau gangguan jantung hingga dua sampai empat kali lipat termasuk pada usia muda usia muda.

"Kalau dulu pasien saya tuh usianya tua ya, sekarang mulai bergeser ke usia-usia muda 40 tahunan yang masih menjadi tulang punggung keluarga kena jantung. Di usia segini lagi semangat mengejar karir tapi mungkin kurang mempedulikan kesehatan," kata Ratna.

Ratna menjelaskan kandungan asap rokok banyak mengandung racun, salah satunya nikotin. Efek dari nikotin jika masuk dalam peredaran darah bisa menurunkan kadar lemak baik atau HDL.

Kondisi itu bisa  meningkatkan kadar lemak jahat atau trigliserida ataupun LDL, sehingga meningkatkan risiko penyumbatan pembuluh darah.

Selain itu, nikotin juga menyebabkan pengentalan dari darah yang mengakibatkan pembekuan. 

"Ketika kita masih bergelut dengan asap rokok, itu merupakan resiko tinggi terhadap kita sendiri maupun beresiko untuk orang lain, bahkan orang-orang terdekat kita. Jadi kalau sayang orang-orang terdekat kita kita harus memerdekakan jantung mereka dari asap rokok," ucap Ratna.


Dampak Lain Rokok

Dampak lain akibat merokok dikatakan Ratna, yakni adanya kandungan karbon monoksida yang dapat mengikat hemoglobin atau sel darah merah di dalam darah. 

Padahal ucap Ratna, sel darah merah berfungsi mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Sehingga keberadaan kandungan karbon monoksida ini menurun otomatis kadar oksigen.

Kekurangan oksigen dalam tubuh menyebabkan jantung bekerja sangat lebih berat lagi dan menyebabkan space atau menciutkan pembuluh darah.

"Enggak ada bagus-bagusnya (merokok) meningkatkan lemak jahat menurunkan lemak baik, kemudian sekarang oksigen berkurang ini baru dari segi jantung," ungkap Ratna.

Selain merokok, Ratna mengungkapkan malas bergerak (mager) dapat menjadi pemicu penyakit jantung. 

Kondisi mager juga menurunkan jumlah pengeluaran energi atau kalori, menjadikan makanan yang masuk masih menumpuk di dalam tubuh. 

Tidak adanya pergerakan tubuh guna membakar makanan akan menyebabkan obesitas atau overweight.

"Ya yang otomatis akan memperberat kerja dari jantung. Melakukan aktivitas sebisa mungkin aktivitas fisik itu terus dilakukan tiap hari, apakah itu dalam bentuk olahraga ataupun yang disukai," tukas Ratna. 

Ratna mengingatkan bahwa kondisi stres berkepanjangan juga dapat memicu penyakit jantung. Stres berkepanjangan ini dikaitkan dengan peningkatan tekanan darah.

Stress berkepanjangan berlanjut ini akan meningkatkan informasi peradangan semuanya, termasuk pembuluh darah.

Sehingga peradangan ini dapat menyebabkan penumpukan dari kolesterol dan lemak di pembuluh darah, termasuk di pembuluh darah koroner jantung. 

"Jadi si sel informasi ini dihasilkan tidak hanya ketika kita sedang sakit ya, misalnya kita terinfeksi sakit ada sel inflamasi. Ketika kita stres pun itu adalah suatu kondisi tidak stabil pada tubuh yang menyebabkan terbentuknya sel-sel informasi termasuk di pembuluh darah," papar Ratna.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya