Industri Wajib Kurangi Polusi Jika Tak Ingin Kehilangan Pasar di Eropa dan Amerika

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita meminta kepekaan para pelaku industri untuk melakukan pengurangan emisi di sektor industri yang jadi biang polusi.

oleh Ilyas Istianur PradityaMaulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 23 Agu 2023, 15:40 WIB
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita meminta kepekaan para pelaku industri untuk melakukan pengurangan emisi di sektor industri yang jadi biang polusi. (unsplash)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita meminta kepekaan para pelaku industri untuk melakukan pengurangan emisi di sektor industri yang jadi biang polusi. Bila tidak, mereka berpotensi kehilangan pasar ekspor yang perlahan beralih menuju produk hijau (green product).

Menurut dia, upaya mengurangi polusi jadi sebuah keniscayaan yang perlu disadari masing-masing tanpa harus menunggu adanya insentif dari pemerintah.

"Saya kira untuk mengurangi emisi itu sudah merupakan sebuah keniscayaan, sebuah keharusan yang harus jadi komitmen kita bersama, termasuk dari industri," tegas Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita di Jiexpo Kemayoran, Jakarta, Rabu (23/8/2023).

Syarat di Dunia

Menperin Agus menilai, semua kelompok di dunia pada gilirannya akan menuju green product. Adapun salah satu syarat untuk produk hijau yakni proses produksinya rendah emisi.

"Kalau enggak nanti produk mereka enggak akan bisa memperoleh market. Khususnya market di Eropa atau Amerika yang semakin ketat terhadap green product itu. Jadi itu harusnya jadi komitmen kita bersama, termasuk industri," ungkapnya.

 


Pusat Industri Hijau

Credit: Shutterstock.com

Dia bilang, Kementerian Perindustrian memiliki pusat-pusat industri hijau yang sehari-hari bertugas mengawasi emisi yang dikeluarkan oleh masing-masing pabrik.

Namun, ia belum bisa memastikan apakah sebaran polusi yang saat ini tergantung di langit Jabodetabek benar-benar berasal dari pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU batu bara skala kecil di tingkat industri, atau tidak.

"Itu harus dilihat betul hitungannya seperti apa. Apakah betul dari industri ya? Apakah itu karena dari PLTU? Itu harus kita lihat betul angkanya dari mana. Tapi kita memang punya tanggung jawab di industri untuk supaya mereka dalam proses produksinya itu semakin mengurangi emisi," tuturnya.


Asap PLTU Bukan Penyumbang Polusi Udara, Ini Buktinya

Pemerintah siap mempensiunkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) pada acara puncak KTT G20 di Bali. (Dok. Kemenko Marves)

Emisi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara berupa fly ash sudah terkonsentrasi menjadi bahan baku semen menyusul diterapkannya teknologi Electrostatic Precipitator/ESP.

Ahli Emisi Udara Anton Irawan mengatakan rata-rata PLTU sudah dipasang ESP. Hasil penyaringan fly ash dengan ESP itu mencapai 99,5% sehingga tidak beterbangan.

“Hasil penyaringan emisi itu (fly ash) juga berguna untuk bahan baku semen. Fly ash sudah menjadi nilai tambah, jadi memang sudah sangat ramah,” katanya dikutip Rabu (23/8/2023).

Hasil penyaringan emisi tersebut, paparnya, bisa terlihat dari perbedaan asap yang dikeluarkan dari PLTU.

“Sekarang sudah bagus pengelolaan pembangkit listrik berbasis batu bara di Tanah Air, dan tinggal bagaimana pemantauan oleh pemerintah sehingga emisi udara ambien tetap dibawah baku mutu emisi sesuai PP No. 22/2021 pada lampiran VII” katanya.

 


Banyak PLTU Raih Penghargaan

Pemerintah siap mempensiunkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) pada acara puncak KTT G20 di Bali. (Dok. Kemenko Marves)

Saat ini, paparnya, banyak PLTU yang memperoleh penghargaan patuh terhadap aturan yang ditentukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan (KLHK).

“Saat ini, pembangkit listrik berbasis batu bara jangan terlalu dijadikan kambing hitam. Apalagi musuh. Semua sudah memenuhi standar yang ditetapkan dunia.”

Lagi pula, Anton menegaskan, kajian yang dilakukan saat ini menunjukkan bahwa tidak ada emisi yang mengarah ke Jakarta untuk bulan Juli-Agustus.“Pada Juli-Agustus tahun ini, angin sedang mengarah ke Samudra Hindia. Jadi sangat tidak mungkin mengarah ke Jakarta dengan jarak yang lebih dari 100 km.”

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya