Liputan6.com, Jakarta - Bagi Anda yang mengikuti Nikita Willy di media sosial kemungkinan sudah melihat upaya ibu satu anak ini dalam meminimalisasi efek polusi udara Jakarta untuk Issa Xander. Salah satu yang dilakukan Niki dengan mengajak Issa menjalani salt therapy.
Dari video yang dibagikan Niki, tampak baby Issa sedang berada dalam ruangan seperti gua yang sekelilingnya ditempel tumpukan garam berwarna putih bersih.
Advertisement
Lalu, di lantai ruangan tersebut terdapat berbagai macam mainan dengan warna menarik mata anak. Terlihat ada sekop, ember dan mainan lainnya. Sehingga diharapkan anak bisa betah selama di ruangan garam tersebut.
Niki melakukan salt therapy bukan karena Issa sakit. Kondisi Issa saat ini sehat. Bayi satu tahun itu tidak sedang batuk maupun pilek tapi Niki tetap mengajak Issa jalani salt therapy untuk menimimalisasi efek polusi udara.
"Issa sedang tidak batuk/pilek, tapi karena udara Jakarta sedang tidak bagus jadi aku coba seminggu sekali melakukan salt therapy," ungkap Nikita Willy lewat Instagram Storynya.
Niki meyakini lewat salt therapy membantu mengeluarkan racun dan partikel udara yang buruk yang ada di tubuh Issa.
"Saat anak menghirup garam, hal itu akan membantu menyerap racun, alergen dan partikel udara yang tidak baik lainnya dari saluran pernapasan, sehingga menghilangkannya dari tubuh," cerita Niki mengenai terapi garam lewat Instagram Story kemarin, Selasa, 22 Agustus 2023.
Awal Sejarah Salt Therapy dari Eropa
Salt therapy sebenarnya bukan hal baru. Pada abad ke-12, praktik mengunjungi gua garam untuk tujuan terapeutik merupakan hal yang umum di Eropa Timur.
Namun, terapi garam (salt therapy) modern seperti yang dikenal sekarang diketahui pada 1800-an. Berawal pada tahun 1843 seorang dokter Polandia bernama Felix Boczkowski menemukan bahwa pria yang bekerja di tambang garam mengalami lebih sedikit masalah pernapasan daripada populasi umum.
Felix Boczkowski menghubungkan hal tersebut dengan aerosol garam yang dihirup oleh para penambang di lingkungan bawah tanah. Saat para pekerja menambang garam (melalui pahat, penggilingan, dan memalu garam) membuat partikel garam berukuran mikro tersebar ke udara seperti mengutip Harper's Bazaar.
Kemudian, selama Perang Dunia II, gua garam Klutert di Kota Ennepetal, Jerman, digunakan sebagai tempat berlindung dari pengeboman besar-besaran seperti mengutip laman Salts of The Earth.
Orang-orang tinggal di gua untuk waktu yang lama, menghirup partikel garam. Lalu, dokter Jerman Spannahel memperhatikan bahwa mereka yang berlindung di tambang garam tampaknya mengalami kelegaan dari masalah pernapasan mereka.
Lalu, penggunaan garam untuk tujuan terapeutik berkembang di banyak negara seperti Polandia, Rusia, Belarusia, Rumania, Azerbaijan, Armenia, Slovakia, dan Ukraina.
Kemudian, pada tahun 1980, Institut Penelitian Sains Odessa di Ukraina mengembangkan perangkat haloterapi pertama. Mesin ini menggiling dan menghancurkan garam menjadi bentuk partikel kemudian dimasukkan ke suatu ruangan mirip tambang garam bawah tanah. Sejak saat itu, mulai marak penggunaan salt therapy di Eropa Timur kemudian menyebar ke negara-negara lainnya.
Advertisement
Garam yang Digunakan Bukan Garam Dapur
Salt therapy juga disebut halotherapy adalah suatu terapi yang membuat orang di dalamnya bernapas dengan udara mengandung garam.
Salt therapy termasuk pengobatan alternatif untuk mengatasi permasalahan pernapasan seperti asma, bronkitis dan batuk seperti mengutip WebMD.
Adam Loss dari Salt Therapy Association (STA) mengatakan bahwa “terapi garam (haloterapi) adalah cara alami yang bebas obat yang dapat membantu membersihkan sistem pernapasan, meningkatkan fungsi paru-paru, dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh."
Biasanya, salt therapy dilakukan dalam sebuah ruangan mirip-mirip ruangan spa. Bagi orang dewasa yang menjalaninya, bisa membantu lebih rileks serta memperbaiki kondisi kulit.
Seseorang mendapatkan manfaat salt terapi dengan duduk atau untuk anak dengan bermain dalam ruangan salt therapy.
Satu sesi berlangsung 45 menit hingga satu jam berada dalam ruangan tersebut menghirup mikropartikel garam aerosol kering. Garam yang digunakan bukan garam meja atau garam dapur.
Dalam salt therapy, garam yang digunakan kaya mineral seperti kalsium, kalium, magnesium, natrium, yodium, brom, dan tembaga.
“Partikel garam tersebut menembus jauh ke dalam paru-paru, bronkus, bronkiolus, dan alveoli untuk membantu masalah pernapasan, sedangkan partikel garam yang tidak dihirup diserap oleh tubuh untuk mengatasi kondisi kulit,” jelas Loss.
Manfaat Jalani Salt Therapy
Loss menjelaskan bahwa ada banyak manfaat menjalani salt therapy. Tiga aspek yang dapat manfaat positif yakni pada: pernapasan, kulit, serta kesehatan mental.
“Bukti dan penelitian tentang salt therapy dan dampaknya pada orang dengan kondisi pernapasan tertentu, telah menemukan bahwa partikel garam kering yang dihirup bermanfaat dalam mengurangi peradangan pada seluruh saluran pernapasan dan memperlebar saluran pernapasan,” kata Loss.
Lalu, salt therapy juga membantu mengatasi masalah kulit seperti jerawat, eksim, dan psoriasis.
“Berada di area kulit terbuka, partikel garam kering meningkatkan aktivitas saluran ion kulit, merangsang pertumbuhan dan regenerasi sel,” kata Loss.
Ia juga mengatakan bahwa terapi garam juga dikatakan membantu meningkatkan kesehatan mental, termasuk stres dan kecemasan.
Advertisement
Efek Samping
Dibalik manfaat dari salt therapy, ada juga efek samping. Mungkin saja orang yang menjalani terapi ini jadi batuk-batuk dan hidung menghasilkan banyak lendir. Hal ini terjadi diduga karena saluran pernapasan yang dibersihkan oleh udara mengandung garam.
Jarang terjadi kasus seperti iritasi kulit maupun mata merah akibat masuk gua garam seperti mengutip WebMD.
Hindari jalani salt therapy bila:
- Punya masalah tiroid
- Tekanan darah tinggi
- Tuberkulosis
- Masalah jantung
- Gangguan pada darah seperti anemia, hemofilia, pembekuan darah
- Demam
- Luka terbuka
Bila perlu konsultasikan dengan dokter bila ingin melakukan salt therapy.