Liputan6.com, Jakarta - Kurang dari dua bulan jelang pendaftaran Pilpres 2024, belum ada tanda-tanda koalisi akan mengumumkan nama cawapres dalam waktu dekat. Para elite mengklaim masih menimbang-bimbang nama secara cermat dan saatnya disodorkan ke publik pada momen yang tepat.
Di satu sisi, gerbong koalisi juga masih dianggap berjalan dinamis. Perombakan anggota koalisi masih memungkinkan bisa terjadi selama nama pasangan jagoan yang disokongnya belum diterima secara resmi oleh KPU sebagai capres 2024.
Advertisement
Namun demikian, menurut Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (INDOSTRATEGIC), Jakarta, A Khoirul Umam, konfigurasi pembentukan poros koalisi sebenarnya sudah mencapai titik final. Hal itu ditandai dengan bergabungnya Partai Amanat Nasional dan Partai Golkar ke kubu Prabowo Subianto.
"Jadi kalau misalnya seperti ini, masih menunggu siapa lagi, Kalaupun ada perubahan ruang jadi ada reshuffle koalisi karena situasi politik dan juga dinamika internal koalisi, itu bukan satu major kekuatan yang akan menentukan perubahan peta kekuatan yang ada," kata Umam kepada Liputan6.com, Rabu (23/8/2023).
Misalnya, dia menambahkan, jika Cak Imin tidak mendapatkan porsi sebagai cawapres, kemudian mendapatkan tawaran dari PDIP hingga terjadi pergeseran. Menurutnya, langkah PKB tersebut tidak mengubah peta koalisi secara signifikan jika formatnya sudah terjadi saat ini.
"Jadi ya sebenarnya titik terbaiknya (umumkan nama cawapres) sekarang, saat inilah," ujar dia.
Dia menyayangkan jika partai-partai maupun capres melewatkan momen emas untuk mengumumkan nama cawapres tersebut. Karena jika ini diabaikan, proses sosialisasi cawapres nantinya akan terhambat.
"Kalau misalnya kemudian terhambat itu bukan hanya sosialisasi visi misi, tetapi juga ketika nanti mendapatkan serangan dari pihak lawan itu proses mitigasinya tidak mudah. Jadi butuh waktu juga. Nah oleh karena itu, kalau misalnya kemudian bisa dilakukan lebih cepat, itu akan jauh lebih menghadirkan mesin politik dan juga pembentukan infrastruktur pemenangan yang lebih cepat dan juga pastinya lebih efektif. Seharusnya sih partai-partai bisa berpikir taktis ya," terang dia.
Dia mengapresiasi langkah PDIP jika benar kabar pengumuman cawapresnya itu akan dilangsungkan pada 5 September 2023. Strategi itu dianggap tepat lantaran posisinya saat ini telah berada di peringkat terakhir kendati sebagai partai memegang kendali pemerintahan.
Umam menuturkan, posisi PDIP yang sebelumnya dibayangkan mampu mengonsolidasikan basis kekuatan paling besar tapi justru menukik ke posisi buncit. Tingkat pertama dipegang oleh Prabowo dengan kekuatan 46%. Kemudian Koalisi Perubahan dan Persatuan dengan 28,5%, dan PDIP yang menjadi pemimpin koalisi pemerintah selama 9 tahun ini harus berpuas diri mendapatkan dukungan dari PPP dengan 25% saja.
"Nah tapi dia memiliki kepercayaan diri yang harus diapresiasi kalau misalnya memang dia berani mendeklarasikan lebih cepat ya," ujar dia.
Maka itu menunjukkan bahwa bukan hanya percaya diri secara politik karena memiliki golden ticket, namun PDIP juga menyadari betul bahwa proses sosialisasi dalam pilpres itu tidak mudah.
"Dan dia membaca dengan baik bahwa masa kampanye praktis 75 hari jadi tidak mudah kalau misalnya kemudian betul-betul hanya memanfaatkan waktu terbatas itu. Maka yang bisa dilakukan ya percepatan, siapa yang bisa mempercepat proses deklarasi dan juga pembentukan infrastruktur kemenangan, dia yang memiliki kesempatan menang lebih besar dibanding mereka yang hanya bermain pada level last minute saja," jelan Umam.
Terkait dengan nama cawapres, Dosen Ilmu Politik & International Studies Universitas Paramadina ini mengungkapkan, masing-masing capres dapat mensimulasikan nama-nama calon wakil presiden yang sekiranya di antara sekian pilihan terbatas itu, yang dapat secara tepat menghadirkan intensif elektoral paling optimal untuk dirinya.
"Kalau idealnya Prabowo dengan Ganjar itu sudah sekali sapu selesai, tapi kan fakta politiknya tidak bisa. Atau Ganjar dengan Anies itu ideal, meskipun Ali (Waketum NasDem Ahmad Ali) bilang tidak oke," ujar dia.
Tak hanya itu, resistensi terhadap Anies Baswedan di lingkaran internal PDIP, terutama di hadapan Megawati Soekarnoputri sudah cukup tinggi. Untuk itu, dia menilai para capres hanya menimbang nama-nama yang saat ini bertengger di survei nasional.
"Dari sekian pilihan terbatas yang ada, misalnya Pak Aher, Mbak Khofifah, AHY, itu dihitung saja menurut ukuran persyaratan atau indikator persyaratan yang sudah ditetapkan, yang punya persyaratan sendiri di piagam koalisinya itu," ucap dia.
Selain itu, harus dipertimbangkan juga syarat-syarat penunjang kemenangan. Yaitu meliputi elektabilitas, kekuatan logistik, secara ideologis harus saling menguatkan, dan punya jaringan partai dan nonpartai.
"Dan juga aspek kerentanan. Punya nggak dia kasus hukum yang bisa dipakai untuk menghantam dia waktu kontestasi," ucap dia.
Poin-poin tersebut menurutnya, harus dihitung secara cermat oleh capres maupun parpol pengusungnya. Jika itu dilakukan, maka akan ketemu nama yang menjadi pilihan terbaik.
"Tentu Pak Prabowo Subianto sudah punya hitung-hitungan sendiri, dan Ganjar punya hitung-hitungan sendiri, dan Anies diketahui sudah menentukan nama cawapresnya. Nah itu kenapa kemudian kalau misalnya yang lain sudah punya kalkulasi sendiri, mengapa masih harus menunggu," ujar Umam.
Sementara itu, Analis politik dari lembaga Populi Center Usep S Achyar meyakini bahwa pengumuman nama cawapres tidak dilakukan dalam waktu dekat. Dia menilai kondisi politik saat ini masih dinamis.
"Dinamika politiknya masih kenceng ya. Saya kira juga dengan bergabungnya Golkar dan PAN ke Gerindra bisa jadi mengubah peta koalisi," ujar dia kepada Liputan6.com, Rabu (23/8/2023).
"Tadinya kan PDIP mengincar dua kekuatan itu. Tapi di satu sisi masuknya Golkar dan PAN ini juga mengubah peta," dia mengimbuhkan.
Menurutnya ada dinamika politik di Gerindra. PKB yang telah lama bergabung di gerbong Prabowo, kata dia, merasa posisinya sebagai cawapres menjadi tak lagi aman. Karena dengan tambahan kekuatan di koalisi Prabowo, juga memunculkan nama-nama lain untuk berpeluang menjadi cawapres pendamping Prabowo Subianto.
"Bagi PKB ini ancaman karena alternatif menjadi cawapres banyak, tidak hanya Cak Imin. Golkar juga banyak orang yang menjadi potensi cawapres di situ ada Airlangga, Ridwan Kamil, dia punya elektabilitas lumayan tinggi, lalu ada Zulhas dan sebagainya jadi alternatif menjadi banyak," ujar dia.
Dengan banyaknya alternatif nama itu, dia mengungkapkan, proses pengambilan keputusan nama cawapres akan menjadi semakin ketat. Di situlah akan terjadi tarik menarik. "Maka saya kira dinamikanya akan menjadi tambah alot," ujar dia.
Begitu juga dengan PDIP yang melihat koalisi lawannya besar akan memikirkan untuk menambah kekuatan. Hal tersebut dilakukan agar PDIP dapat mengalahkan pesaingnya.
"Capres PDIP dengan Gerindra itu tidak terpaut banyak dalam beberapa survei, makanya kan ada wacana misalnya Golkar untuk mendekat ke Nasdem ya karena kondisi itu saya kira. Jadi PDIP pasti akan menambah koalisi lagi menambah kekuatan," ujar dia.
Usep menuturkan ada beberapa manfaat nama cawapres diumumkan pada jauh jauh hari. Di antaranya konsolidasi koalisi akan semakin cepat. Dan jika salah satu Capres telah mengumumkan nama pendampingnya, dia meyakini akan diikuti oleh koalisi lain.
"Dan ini kan perkirakaan ya, kalau ada satu (capres) sudah mengumumkan (nama cawapres) itu saya kira yang lain akan menyusul. Ini kan saling menunggu, karena membaca peta kekuatan lawan juga. PDIP memasang siapa, Gerindra memasang siapa, dan seterusnya gitu," jelas Usep.
Selain itu, koalisi juga semakin punya waktu panjang untuk mensosialisasikan pasangan capres cawapresnya. "Namun begitu bahkan sampai hari ini juga kan saya lihat karena koalisi ini masih dinamis ya, dan mungkin berubah, maka saya kira juga saya lihat baliho ya di caleg-caleg itu masing-masing partai banyak belum memasangkan capresnya walaupun sudah ada penjajakan koalisi," ujar dia.
"Misalnya kayak Demokrat yang sudah lama, lalu juga Nasdem bahkan saya melihat hanya sebagian yang punya inisiatif memasang (gambar caprenya). Hanya PKS ya yang saya kira jauh-jauh hari memasang gambar Anies di samping calegnya, tapi yang lain saya kira enggak, apalagi Golkar kan," dia mengimbuhkan.
Usep mengungkapkan, masyarakat tidak diberikan pilihan agak panjang untuk lebih mengenal calon pemimpinnya. Berbeda bila nama tersebut sudah disampaikan ke publik jauh hari sebelum pendaftaran Pilpres 2024.
"Kalau ada gagasan pengumuman kayak gitu, masyarakat dapat menimbangnya agak panjang walaupun disediakan oleh partai-partai. Jadi pertimbangan-pertimbangan itu akhirnya di tangan elite semata. Tidak ada pertimbangan-pertimbangan yang (berdasarkan keinginan) masyarakat. Itu elektabilitas saja, padahal kepentingan-kepentingan rakyat itu bukan hanya soal elektabilitas tapi kan juga ada kepentingan lain yang lebih programatik," terangnya.
Dan itu, Usep menambahkan, bisa dijajaki dan diuji jauh-jauh hari oleh rakyat. Dalam konteks demokrasi sebenarnya masyarakat dirugikan dari proses-proses ini.
"Bahwa yang banyak menentukan dari kriteria lalu kemudian nominasi untuk calon eksekutif dan calon legislatif ini kebanyakan dari partai. Rakyat hanya di ujung, disuruh memilih saja apa yang disediakan oleh partai. Nah itu kan jadi kebanyakannya kepentingan elite," terang dia.
Ia mengungkapkan, masyarakat hanya disuguhi oleh parpol bahwa elektabilitas menjadi dasar dalam menentukan pasangan capres cawapres. Padahal, kata dia, bisa jadi ada faktor lain di balik penunjukan nama capres cawapres tersebut.
"Kita juga tidak tahu indikator memilih capres cawapres itu apa. Apakah hanya elektabilitas atau ada kepentingan-kepentingan rakyat yang masuk di situ. Seharusnya rakyat terlibat banyak, paling tidak dengan memberikan waktu agak panjang, jadi jangan tambah apatisme masyarakat dengan proses-proses pemilihan calon denga kasak kusuk saja, tanpa memberikan kriteria dan nominasi yang memang disukai rakyat," ucap dia.
Tentang sosok pendamping dari masing-masing capres, menurutnya itu berasal dari orang-orang sekeliling partai. Dan itu menurut dia, pertimbangannya berasaskan elektabilitas semata.
"Tidak ada indikator-indikator kerakyatannya, kepentingan rakyat yang terus dibicarakan di eliet ini hanya kepentingan bagaimana mau memenangkan capres dan cawapresnya. Jadi elektabilitas saja dari beberapa nama yang beredar itu," kata dia.
Untuk itu, Usep meminta para elite agar segera mengumumkan nama cawapres yang menjadi pendamping capresnya. Dengan begitu, publik akan menguji dan mempelajari rekam jejaknya agar dapat mencoblos calon pemimpin terbaik dari kandidat yang ada.
"Saya mengusulkan kepada partai-partai itu, jadi kira-kira ini diuji di publik. Apa yang diinginkan rakyat dan memasang-masangkan orang itu atas dasar kepentingan rakyat, atas dasar kepentingan pemilih, keberlanjutan bangsa ini ke depan itu yang paling penting," dia menandaskan.
Beda Sikap Demokrat dan NasDem Soal Anies Umumkan Cawapres
Plt Ketua Umum PPP Muhammad Mardiono menyatakan, koalisi pendukung bakal capres Ganjar Pranowo hingga ini tak memiliki target waktu deklarasi cawapres pendamping Ganjar.
“Kita tidak ada target oh September harus (deklarasi),” kata Mardiono di kawasan Senayan, Rabu (23/8/2023).
Mardiono kenyebut bisa saja pekan depan pihaknya mendeklarasikan bakal pendamping Ganjar. “Mungkin juga Minggu depan, bisa jadi gitu ya,” kata Mardiono.
“Insha Allah nanti akan lebih cepat lagi gitu,” sambungnya.
Apalagi, kata Mardiono, kini Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sudah mulai turun gunung atau terjun langsung mengkampanyekan Ganjar. Oleh sebab itu dia menyebut bisa saja deklarasi cawapres kian dekat.
“Kalau sudah Bu Megawati mulai turun ini mulai sinyal bahwa kita pasti akan tawadhu,” kata dia.
Sebelumnya, Mardino angkat bicara soal wacana duet Ganjar Pranowo dengan Anies Baswedan untuk Pilpres 2024. Menurut Mardiono, belum ada pembicaraan di internal koalisi pendukung Ganjar terkait hal tersebut.
"Sampai sekarang belum ada pembicaraan (Ganjar-Anies)," kata Mardiono di kawasan Senayan, Rabu (23/8/2023).
Meski demikian, Mardiono menilai wacana-wacana apapun adalah hal yang sah dan wajar.
"Tapi wacana-wacana itu muncul dari pikiran-pikiran para tokoh, ya sah-sah saja, saat ini kan sedang berada dalam tahun politik," ujarnya.
Saat ini, Mardiono menegaskan PPP masih tetap konsisten mendorong Ketua Bappilu Sandiaga Uno untuk menjadi cawapres Ganjar.
Sedangkan Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani, menyatakan pihaknya mendorong agar deklarasi calon wakil presiden (cawapres) Anies Baswedan segera dilakukan. Menurutnya, waktu sudah sangat minim.
"Saat ini telah kurang dari 6 bulan menuju pilpres, ini waktu yang sudah sangat minim secara politik untuk mempersiapkan dan menjalankan kerja-kerja pemenangan. Memang terkait cawapres sepenuhnya diserahkan kepada Mas Anies. Namun kami perlu mengingatkan dalam hal waktu pelaksanaan deklarasi paket komplet," kata Kamhar, Rabu (23/8/2023).
Kamhar menilai tidak ada alasan lagi untuk Anies menunda deklarasi cawapres. Sebab, tak ada lagi yang ditunggu Anies lantaran ia sudah mengantongi satu nama calon pendampingnya.
"Saat ini kita telah melewati separuh jalan penandatangan deklarasi menuju pilpres, artinya sudah kelamaan. Lagipula tak ada argumentasi logis secara politik untuk menunda-nunda. Koalisi lain mungkin menunggu putusan MK terkait batas umur minimum cawapres, kita tidak demikian," politikus Partai Demokrat itu menegaskan.
Menurut Kamhar, deklarasi paket komplet mesti disegerakan mengingat pihaknya tidak memiliki kemewahan berupa dukungan elektabilitas tinggi atau didukung penguasa.
"Satu-satunya kemewahan yang masih dimiliki saat ini adalah waktu. Momentum itu diciptakan (by design), bukan terberi (given), deklarasi paket komplet bisa menjadi momentum politik yang baik bagi Koalisi Perubahan," kata Kamhar.
"Masih ada waktu yang tersedia untuk mengejar ketertinggalan dan membalik keadaan. Sekali lagi, ini mesti disegerakan, kalau terus menunda-nunda tanpa ada argumentasi politik yang logis dan meyakinkan, wajar jika kami bertanya, ada apa denganmu?" kata Kamhar.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebelumnya menyinggung rekan koalisinya Gerindra dengan Ketua Umunya Prabowo Subianto, yang sampai saat ini belum memutuskan calon presiden dan calon wakil presiden yang akan diusung di Pemilu 2024.
Diketahui, sudah 11 bulan koalisi berjalan tetapi belum ada hasil. Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid menduga ada variabel langit sehingga belum juga diambil keputusan.
"Variabel langit berarti. Kan namanya takdir, manusia itu tunggu takdirnya ini sudah 11 bulan. Berarti kan itu ada masalah dalam perut itu. Harus cari dokter yang bagus untuk bedah sesar," jelasnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/7/2023).
Variabel langit itu salah satunya ada restu Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Karena restu itu belum keluar, sampai hari ini Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar belum mengambil keputusan.
"Kalau restu Pak Jokowi sebagai variabel langit ya bisa jadi, tapi bagi kami memang tidak mudah ya untuk memutuskan, ya banyak godaan kan, banyak pertimbangan juga, sama kita juga menimbang-nimbang juga, kita juga kan melakukan pertimbangan terhadap partai apapun juga," ujar Jazilul.
Sementara tidak ada variabel menunggu partai lain. Karena kehadiran partai-partai baru yang gabung dengan koalisi hanya menguatkan saja.
"Sebenarnya variabel partai yang mau bergabung ke KKIR itu hanya menguatkan saja, karena Gerindra dengan PKB kan sudah cukup," jelas Jazilul.
"Kalau ada yang gabung lagi mungkin menambah keyakinan untuk menang. Tetapi siapa itu? Semuanya mau terus, Golkar juga mau bergabung, PAN juga mau bergabung, PBB mau bergabung, mau semuanya. Tetapi kan, namanya mau sama tidak kan sama saja, cuma datang waktunya," tutup wakil ketua MPR RI ini.
Advertisement
Nama Cawapres Digodok oleh Megawati
Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (Sekjen PDIP) Hasto Kristiyanto menyatakan, bakal calon wakil presiden (cawapres) untuk bakal calon presiden (capres) Ganjar Pranowo akan diputuskan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri pada momentum yang tepat, setelah berdialog dengan para ketua umum pengusung Ganjar Pranowo dan Presiden Jokowi.
"Nama-nama yang muncul tidak terlepas dari berbagai survei obyektif yang muncul akhir-akhir ini," ujar Hasto dalam keterangannya, Sabtu (29/7/2023).
Saat ini, menurut dia, PDIP terus melakukan konsolidasi untuk memantapkan aspek-aspek strategis pemenangan Ganjar Pranowo yang akan melanjutkan kepemimpinan Jokowi.
Sementara mengenai kerja sama politik yang mungkin dilakukan dengan Partai Golkar, Hasto menyebut komunikasi yang intens telah dilakukan, dengan dialog.
"Sehingga diharapkan melalui pertemuan antara Mas Airlangga dan Mbak Puan Maharani telah dibangun suatu kesepahaman bagi kerja sama kedua partai politik, yang memiliki rekam kerja kerja sama yang baik selama pemerintahan Pak Jokowi," jelas Hasto.
Sebelumnya, PDI Perjuangan akan menampung seluruh usulan nama calon wakil presiden (cawapres) untuk mendampingi Ganjar Pranowo. Khususnya nama-nama yang diusulkan oleh partai yang bekerjasama dengan PDIP.
Saat ini yang secara resmi diusulkan partai koalisi adalah Sandiaga Uno dari PPP dan TGB Zainul Majdi dari Perindo.
"Jadi masing-masing partai itu memang mengusulkan siapa yang akan mendampingi Pak Ganjar dan kemudian akan didialogkan bersama-sama," kata Hasto di Masjid At-Taufiq, Lenteng Agung, Jakarta, Jumat malam 28 Juli 2023.
Hasto menyebut Juli sampai dengan Agustus 2023 merupakan periode menggodok nama-nama bakal calon wakil presiden (bacawapres) yang bakal mendampingi bakal calon presiden (bacapres) Ganjar Pranowo.
Hasto meminta publik menunggu karena Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri masih menunggu momen yang tepat untuk memilih pasangan Ganjar.
"Kami baru April (mengumumkan bacapres). Jadi masih digodok (nama-nama bacawapres), dilakukan pendalaman, tetapi pasti akan diambil keputusan. Jadi, Juli, Agustus adalah bulan penggodokan, pematangan siapa yang akan mendampingi Pak Ganjar Pranowo. Kita tunggu saja nanti dari Ibu Megawati Soekarnoputri. Nanti kita lihat momentum yang tepat, tetapi selalu ada kejutan kan. Buktinya Ibu Megawati pada 21 April langsung mengambil keputusan,” kata Hasto di Rumah Aspirasi Relawan Ganjar di Jakarta, Sabtu (8/7/2023), yang dilansir dari Antara.
Dia menjelaskan momen yang tepat menjadi poin krusial dalam mengumumkan nama bakal cawapres, karena itu dapat membantu meningkatkan elektabilitas pasangan bacapres-bacawapres yang diusung oleh PDI Perjuangan.
Menurut Hasto, momen yang tepat tersebut terlihat saat Megawati pada 21 April 2023 mengumumkan Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden yang diusung oleh PDIP untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Megawati Soekarnoputri pada 30 April 2023 menyebut dia mengantongi 10 nama untuk bakal calon wakil presiden. Namun sampai saat ini, Ketua Umum PDIP itu belum mengumumkan 10 nama tersebut.
“Ini kereta saya sudah banyak yang mau naik. Jadi tunggu saja. Banyak kok, saya punya di sini 10 atau berapa, nanti mengerucut sendiri oleh pikiran saya,” kata Megawati saat pertemuan dengan PPP di Kantor DPP PDIP, Jakarta, pada 30 April 2023.