Aktivis Pekerja Rumah Tangga (PRT) melakukan aksi di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (23/8/2023). Aksi dengan memasang instalasi 580 jemuran anggota DPR itu sebagai simbol kepada pimpinan, ketua fraksi, dan anggota DPR RI untuk segera membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). (Liputan6.com/Johan Tallo)
Koordinator Nasional Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) Lita Anggraini mengatakan RUU PPRT sudah mandek sekira 19 tahun di DPR. (Liputan6.com/Johan Tallo)
"Ini bagian dari rangkaian aksi mogok makan dan puasa untuk mendesak agar RUU PPRT segera dibahas dan disahkan mengingat sudah 19 tahun RUU PPRT ini di DPR," kata Lita di depan Gedung DPR. (Liputan6.com/Johan Tallo)
Padahal, Lita menuturkan dalam waktu 19 tahun itu PRT yang mengalami kekerasan cukup banyak. (Liputan6.com/Johan Tallo)
Bahkan, Jala PRT menerima sebanyak 600 pengaduan terkait PRT yang mendapatkan perlakuan kekerasan. (Liputan6.com/Johan Tallo)
"Mereka mengalami kekerasan secara psikis, mereka yang disekap, ditahan kemudian secara fisik dipukulin, ada kekerasan seksual, ada kekerasan secara ekonomi, kemudian ada juga paling besar korban trafficking," ucap Lita. (Liputan6.com/Johan Tallo)
Lita menyayangkan sikap DPR yang tak kunjung membahas RUU PPRT. Sebab, pemerintah telah sudah mengirimkan surat presiden (surpres) ke DPR dan daftar inventarisasi masalah (DIM). (Liputan6.com/Johan Tallo)
"Artinya ini sudah waktunya DPR segera membahas" ungkapnya. (Liputan6.com/Johan Tallo)