Liputan6.com, Jakarta - Staf Khusus III Menteri BUMN Arya Sinulingga menilai rencana aksi merger Garuda Indonesia, Citilink dan Pelita Air tidak akan mengganggu persaingan di sektor industri penerbangan.
Seperti diketahui, industri penerbangan komersil di Tanah Air saat ini dikuasai dua pemain besar, yakni Garuda Indonesia Group dan Lion Air Group. Arya pun mempersilakan keduanya tetap bersaing secara sehat pasca Garuda Indonesia melakukan aksi merger.
Advertisement
"Kalau nanti ada pelanggaran paling KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) tahu, enggak mungkin KPPU enggak tahu kalau ada sesuatu yang enggak menyehatkan industrinya," ujar Arya di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (23/8/2023).
Untuk urusan tarif pesawat, Arya mencontohkan Garuda Indonesia dan Citilink yang berdiri di bawah satu bendera korporasi, dan sudah memiliki segmen pasarnya masing-masing.
"Iya, kan segmennya beda-beda. Nanti kan bisa ketahuan tuh. Kan kita belum tahu apakah dimergerkan ke Citilink atau ke mana. Lagi dihitung," imbuhnya.
Sedangkan untuk besaran tarif apakah mengalami perubahan atau tidak, Arya bilang itu masih jadi pembahasan. Namun ia menjamin itu nantinya tidak akan merugikan konsumen.
"Jadi banyak alternatif lah. Tapi enggak akan merugikan penumpang, karena makin banyak stok airlines," kata Arya.
Senada, Arya juga belum bisa memastikan bagaimana proses akhir dari aksi merger antara Garuda Indonesia, Citilink dan Pelita Air. Dia masih membuka berbagai opsi.
"Kita kan belum tahu ke mana leburnya. Bisa ke Citilink juga leburnya, bisa sendiri tapi nama di bawah Garuda. Apakah dia melebur ke Garuda, apakah dia melebur ke Citilink, atau identitasnya satu juga tapi di bawah Garuda, kita enggak tahu," tuturnya.
Rencana Erick Thohir: Garuda Indonesia, Citilink, dan Pelita Air Bakal Digabung
Menteri BUMN Erick Thohir membuka peluang untuk menggabungkan maskapai penerbangan pelat merah. Itu menyasar Garuda Indonesia, Citilink, dan Pelita Air.
Erick Thohir menyebut, langkah merger maskapai ini untuk menekan biaya logistik yang ada. Sebelumnya, proses merger untuk menekan biaya logistik juga terjadi di tubuh Pelindo.
"BUMN terus menekan logistic cost. Pelindo dari 4 (perusahaan) menjadi 1. Sebelumnya, logistic cost mencapai 23 persen, sekarang jadi 11 persen. Kita juga upayakan Pelita Air, Citilink, dan Garuda merger untuk menekan cost," ungkap dia saat berbincang dengan diaspora di Tokyo, Jepang, dikutip dari keterangannya, ditulis Selasa (22/8/2023).
Pada konteks biaya logistik dan maskapai, Erick menyampaikan Indonesia saat ini kekurangan 200 uni pesawat. Hitungan ini merupakan perbandingan antara Indonesia dan Amerika Serikat.
Dia menyebut, AS saat ini telah mengoperasikan 7.200 pesawat di rute domestiknya untuk menopang 300 juta populasi yang rata-rata (pendapatan per kapitanya mencapai USD 40 ribu.
Sementara di Indonesia terdapat 280 juta penduduk yang memiliki GDP USD 4.700. Itu berarti Indonesia membutuhkan 729 pesawat. Padahal sekarang, Indonesia baru memiliki 550 pesawat.
"Jadi perkara logistik kita belum sesuai," ujar Erick.
Advertisement
Contoh Merger Pelindo
Erick juga mengambil contoh, merger Pelindo secara resmi telah terlaksana, dengan ditandatanganinya Akta Penggabungan empat BUMN Layanan Jasa Pelabuhan.
Keempatnya adalah Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia I, Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia III, dan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia IV. Mereka melebur kedalam Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia II yang menjadi surviving entity.