Badan Pangan Nasional: Rata-Rata Orang Indonesia Membuang Makanan 100-200 Kilogram per Tahun

Menurut data yang diungkapkan oleh Nita Yulianis, rata-rata setiap warga Indonesia membuang makanan dalam jumlah yang mencapai 100-200 kilogram tiap tahunnya.

oleh Farel Gerald diperbarui 24 Agu 2023, 08:37 WIB
Tim Direksi Super Indo bersama dengan mitra kolaborasinya menghadiri acara "Super Indonesia Inspiration Day 2023" di Jakarta Selatan pada Rabu, 23 Agustus 2023. (dok. Liputan6.com/Farel Gerald)

Liputan6.com, Jakarta - Sampah plastik telah lama menjadi sorotan di Indonesia karena dampaknya terhadap lingkungan. Namun, ada isu lain yang tak kalah penting, yaitu soal sampah makanan.

Banyak orang mungkin tidak menyadari betapa besarnya dampak pemborosan makanan terhadap lingkungan dan ekonomi. Nita Yulianis, Direktur Kewaspadaan Pangan dan Gizi di Badan Pangan Nasional, memberikan gambaran konkret mengenai permasalahan ini.

Menurut data yang diungkapkan Nita, rata-rata setiap orang Indonesia membuang makanan dalam jumlah yang mencapai 100-200 kilogram tiap tahunnya. Dengan populasi Indonesia yang mencapai ratusan juta jiwa, jumlah total sampah makanan yang dihasilkan tentunya sangat mengkhawatirkan.

"Ternyata kalau saya bagi 365 hari, sedikit, sekitar 500 gram, tapi tidak terasa. Kita 270an juta jiwa (penduduk), 1 gram saja sudah 273 juta gram, jadi kadang kita suka lupa melakukan akumulasi, karena kita big population," ucap Nita saat ditemui di Jakarta Selatan pada Rabu, 23 Agustus 2023.

Nita menjelaskan, jika semua sampah makanan ini dikumpulkan di satu lokasi, kita akan mendapatkan tumpukan makanan yang sangat besar. Pemborosan makanan ini berarti banyak sumber daya, seperti air, tanah, dan energi, yang telah dikeluarkan untuk menghasilkan makanan tersebut menjadi sia-sia.

Yang lebih memprihatinkan adalah banyak dari makanan yang terbuang tersebut sebenarnya masih dalam kondisi layak konsumsi. Karena berbagai alasan, mulai dari ketidaksesuaian standar estetika hingga kurangnya pemahaman tentang tanggal kedaluwarsa, makanan tersebut berpotensi besar untuk terbuang.

"Kalau kita mendengar istilah food waste sering kali itu sudah limbah, padahal, kalau by definition, itu makanan yang tidak terkonsumsi sebenarnya. Jadi, masih bisa dimakan, tapi dia berpotensi terbuang apabila tidak dimanfaatkan," ungkap Nila.


Dua Pendekatan Peduli Pangan

Nita Yulianis (kedua dari kiri), sebagai Direktur Kewaspadaan Pangan dan Gizi di Badan Pangan Nasional mengusung dua pendekatan terkait sampah makanan, yakni cegah pemborosan makanan, dan donasikan cadangan makanan. (dok. Liputan6.com/Farel Gerald)

Permasalahan sampah makanan ini juga menyoroti ketidakadilan distribusi makanan. Di satu sisi, ada masyarakat yang membuang makanan dalam jumlah besar, sementara di sisi lain masih banyak masyarakat yang mengalami kekurangan gizi dan kelaparan.

Karena itu, penting bagi kita semua untuk mulai menyadari dan bertindak guna mengurangi pemborosan makanan dan berkontribusi dalam menciptakan lingkungan yang lebih berkelanjutan serta perekonomian yang lebih efisien.

"Di satu sisi kita punya food waste, tapi di sisi lain kita masih ada yang kurang pangannya. Nah itu tadi kan kalau kita buang makanan sampai 1-2 kuintal per orang, padahal sebanyak 10,21 persen kita tuh pangannya masih kurang, itu setara 22 juta jiwa (penduduk)," tutur Nisa.

Nita menekankan dua pendekatan utama dalam mengatasi masalah ini. Pertama adalah mencegah terjadinya pemborosan pangan, yang bisa dimulai dari tingkat produsen hingga konsumen. Ini melibatkan pendidikan masyarakat tentang pentingnya efisiensi pangan dan bagaimana cara menyimpan serta mengolah makanan agar tahan lama.

Pendekatan kedua adalah mendonasikan cadangan pangan yang berpotensi terbuang. Dengan cara ini, makanan yang seharusnya terbuang bisa disalurkan kepada mereka yang membutuhkan, seperti komunitas miskin atau rumah singgah.

Sebagai penutup, Nita mengajak masyarakat untuk berkomitmen menghentikan pemborosan pangan dan menggunakan makanan dengan bijaksana. "Kebutuhan pangan masyarakat itu tanggung jawab bersama pemerintah, pemerintah daerah, dan juga masyarakat itu sendiri. Kita tidak sadar bahwa perilaku konsumsi kita cenderung untuk mubazir pangan," kata Nita.


Sampah Bantargebang

Boudewijn Van Nieuwenhuijzen (kiri) sebagai Presiden Direktur Super Indo dan Rizal Panrelly (kanan), Asisten Deputi Pengelolaan Sampah dan Limbah di Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi yang berkolaborasi sebagai ritel dan pemerintah dan bersama-sama mengelola sampah. (dok. Liputan6.com/Farel Gerald)

Rizal Panrelly, Asisten Deputi Pengelolaan Sampah dan Limbah di Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi, menekankan pentingnya peran setiap individu dalam mengelola sampah. Berdasarkan Undang-Undang Lingkungan, setiap individu yang memproduksi sampah memiliki tanggung jawab untuk mengelolanya dengan baik.

Dengan mengacu pada data statistik, sekitar 8000 ton sampah dikirim ke Bantargebang, Bekasi, setiap hari. Jika dikuantifikasi, tumpukan sampah ini dapat membentuk sebuah bangunan setinggi 16 sampai 17 lantai. Sementara, kemampuan mengelola sampah saat ini hanya mencapai 80 ton per hari. Artinya, sebagian besar sampah yang tidak dikelola dengan baik akan berakhir di sana.

"Nah bayangkan kalau gunung (sampah) itu terjadi abrasi, berapa jumlah produk dan kemasan yang menyebabkan kerusakan akibat sampah itu," kata Rizal.

Rizal menambahkan bahwa kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat adalah kunci utama dalam meningkatkan pengelolaan sampah yang efektif. Tanpa kerja sama yang solid, masalah pengelolaan sampah akan terus berlarut dan membebani lingkungan.

Ia juga meluruskan konsep Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Banyak masyarakat yang salah kaprah dengan menganggap TPA sebagai tempat untuk membuang semua jenis sampah. Padahal, TPA adalah destinasi terakhir untuk residu atau sisa-sisa yang tidak bisa dikelola lagi. Jadi, seharusnya, sebelum sampah dikirimkan ke TPA, sudah dilakukan berbagai upaya pengelolaan sehingga yang sampai ke TPA hanyalah residu yang benar-benar tidak bisa diolah lagi.

"Bukan, TPA itu adalah tempat terakhir residu," tekan Rizal.


Super Indo Inspiration Day 2023

Ilustrasi Supermarket (pixabay.com)

Perusahaan ritel Super Indo menyelenggarakan "Super Indonesia Inspiration Day 2023" dalam rangka merayakan ulang tahunnya yang ke-26 dan menunjukkan dedikasi mereka dalam mendorong masyarakat untuk menjalani gaya hidup yang sehat dan berkelanjutan. Acara tersebut diadakan di Menara Bidakara 1, Jakarta Selatan, dan dihadiri oleh ratusan peserta.

"Kita sudah berkolaborasi bersama pemerintah maupun organisasi nonprofit untuk mengampanyekan gaya hidup sehat dan berkelanjutan," kata Presiden Direktur Super Indo Boudewijn Van Nieuwenhuijzen saat jumpa pers di Jakarta Selatan pada Rabu, 23 Agustus 2023.

Boudewijn menekankan pentingnya kerjasama dalam mewujudkan hidup yang lebih berkelanjutan dan membaik. Super Indo, bersama dengan mitra telah meluncurkan serangkaian inisiatif yang berfokus pada kesehatan dan keberlanjutan. Ini termasuk upaya untuk menyumbangkan makanan bagi mereka yang kurang mampu, mengurangi limbah dengan menggunakan kemasan yang dapat didaur ulang, khususnya kemasan plastik, dan sejumlah program lainnya.

Program donasi pangan menjadi salah satu inisiatif utama Super Indo, ditujukan bagi komunitas yang kurang beruntung. Donasi makanan ini diselenggarakan bekerja sama dengan Foodbank of Indonesia (FOI), yang akan mengolah kembali produk makanan yang masih layak konsumsi.

"Kami berusaha mengurangi emisi dan berupaya untuk melanjutkan gaya hidup serta berkelanjutan," kata General Manager of Corporate Affaris & Sustainability Super Indo Yuvlinda Susanta.

Infografis 7 Penyebab Sampah Makanan. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya