Kanal Banjir Timur Surut Akibat Perubahan Iklim, Ini Penjelasan BMKG

Berdasarkan hasil analisis terhadap pengamatan curah hujan yang dilakukan selama bulan Agustus dari BMKG, kondisi KBT berhubungan dengan perubahan iklim yang saat ini terjadi.

oleh Miranda Pratiwi diperbarui 24 Agu 2023, 08:40 WIB
Pada beberapa titik, permukaan tanah di tepi KBT terlihat pecah-pecah. Dasar kanal termasuk lumpur dan sampah-sampah plastik juga terlihat. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Musim kemarau yang melanda wilayah DKI Jakarta membuat debit air di Kanal Banjir Timur (KBT) surut. Keadaan ini dialami di sepanjang Jalan Inspeksi KBT Malaka Sari hingga Jalan Rawa Bebek, Pilogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur.

Berdasarkan hasil analisis terhadap pengamatan curah hujan yang dilakukan selama bulan Agustus dari BMKG, kondisi KBT berhubungan dengan perubahan iklim yang saat ini terjadi. 

Hal ini diungkapkan oleh Koordinator Bidang Analisis Variabilitas Iklim BMKG, Supari yang mengatakan bahwa wilayah Jabotabek termasuk Provinsi DKI,  Banten dan sebagian besar Jawa Barat mengalami curah hujan yang sangat rendah.

"Sangat rendah yaitu kurang dari 10 mm dalam 10 hari. Jadi curah hujan yang seperti itu membuat kondisi aliran sungai sangat kecil, bahkan kering karena tidak ada supply air ke dalam tanah kan," ujar Supari kepada Liputan6.com, Rabu (23/8/2023).

Supari menyebut kondisi daerah yang mengalami curah hujan yang sangat rendah pada sepanjang bulan Agustus ini meliputi Sumatera Selatan, Lampung, seluruh Jawa, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Selatan, Kalimantan Selatan, sebagian besar Sulawesi dan Papua bagian selatan.

"Jadi ya dari segi nasional merata dan itu yang berkontribusi pada mengeringnya sungai-sungai atau kalau tidak mengering mungkin alirannya sangat kecil," jelasnya.

 


Penyusutan Air di KBT Terjadi Berlangsung Sejak Juli 2023

Kondisi air di KBT akan naik lagi ketika musim hujan tiba dan curah air dari langit kembali deras. Petugas KBT menyebut air kanal tersebut biasanya akan naik lagi pada bulan Oktober saat musim hujan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Surutnya debit air di Kanal Banjir Timur membuat dasar kali KBT, termasuk lumpur dan gumpalan sampah-sampah plastik dapat dilihat. Bahkan, di beberapa titik wilayah Rawa Bebek, permukaan tanah di tepi KBT terlihat pecah-pecah.

Menurut Petugas Pos Duga Air Weir I Malaka Sari, Duren Sawit, Sutisna penyusutan permukaan air KBT terjadi karena musim kemarau yang berlangsung sejak Juli 2023. Dia mengatakan surutnya air di KBT disebabkan oleh debit air sungai yang mengalir ke KBT tidak berasal dari mata air.

"Kalau kering ini memang karena musim kemarau. Jadi enggak ada mata airnya," kata Sutisna di pintu air Malaka Sari, Senin 21 Agustus 2023, seperti dilansir dari Antara.

Sutisna menyebut penyusutan akan terlihat dari tinggi rendahnya permukaan air di dalam bendungan.

"Jika dalam keadaan normal, saat pintu air dibuka, permukaan air bendungan akan setinggi 30-50 sentimeter (cm). Namun, saat musim kemarau ini, permukaan air bendungan pun hanya sebatas 15-20 cm saja," tuturnya.

Untuk mengantisipasi kekeringan di sejumlah kali, Pos Duga Air Weir I Malaka Sari terpaksa mengatur penggelontoran air (flushing) guna menjaga permukaan tanah tidak turun.

"Kalau permukaan tanah turun, maka masyarakat akan kesulitan mendapatkan air," papar Sutisna.


Musim Kemarau Berkepanjangan Akibat Dampak El Nino

Adapun sektor yang paling terdampak dari fenomena El Nino adalah sektor pertanian, utamanya tanaman pangan semusim yang sangat mengandalkan air. Rendahnya curah hujan tentunya akan mengakibatkan lahan pertanian kekeringan dan dikhawatirkan akan mengalami gagal panen. (merdeka.com/Arie Basuki)

Sementara itu, Supari juga menjelaskan bahwa musim kemarau diperkirakan akan berlangsung lebih panjang dari biasanya. Hal ini dikarenakan fenomena El Nino menyebabkan banyak wilayah yang mengalami musim kemarau berkepanjangan. 

"Hal ini tentu saja akan berdampak pada tersedianya air untuk aliran sungai. Bukan hanya itu, kebutuhan air masyarakat mengalami kekurangan bahkan kekeringan tergantung daerah masing-masing," jelas Supari.

Namun, ia menilai saat ini masyarakat mengalami kekeringan dengan ditandai banyaknya pemberitaan di media mengenai bantuan air oleh pemerintah daerah. 

BMKG Minta Masyarakat Hemat Air

BMKG meminta masyarakat untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi iklim. Hal ini diungkap Supari kepada wartawan Liputan6.com. Dia mengatakan kekeringan ini tidak akan bisa dicegah. Apalagi daerah-daerah yang supply airnya mengandalkan sumur-sumur buatan, maka yang bisa dilakukan adalah gerakan menghemat air.

"Wilayah Jabotabek ini diperkirakan South September-Oktober itu kondisi-kondisi masih kering. Jadi November itu baru masuk musim hujan sehingga kita masih akan mengalami kondisi seperti ini setidak-tidaknya September-Oktober,” katanya.

Untuk menjaga supaya kebutuhan air itu tetap terpenuhi Supari meminta masyarakat untuk hemat air. Kemudian, daerah-daerah yang masih menggunakan fasilitas seperti PDAM, perlu melakukan penyesuaian karena sangat mungkin sumber air yang digunakan pemerintah dalam memproduksi air PDAM itu juga mengalami defisit.

"Mungkin saja akan mengalami pengurangan aliran air ke pelanggan, sangat tergantung kepada kondisinya. Atau pada kondisi sumber air yang tidak cukup mungkin akan terjadi pengaturan ulang di mana air tidak mengalir sepanjang waktu, sehingga ini perlu diantisipasi oleh masyarakat," tuturnya. 

“Kalau sekarang belum terjadi, ya berarti sekarang harus bersiap untuk kemungkinan kondisi itu dengan cara mengatur pola penggunaan air di level masyarakat," tambahnya. 

 

Infografis Deretan Wilayah Indonesia Terancam Kekeringan Parah dan Terdampak El Nino. (Liputan6.com/Trieyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya