Pemerintah Ngotot Tahan Devisa Hasil Ekspor 3 Bulan, Airlangga Kasih Paham

Menko Airlangga beri penjelasan kepada sejumlah pihak yang memprotes aturan penempatan devisa hasil ekspor (DHE) selama 3 bulan di sistem keuangan Indonesia (SKI)

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 24 Agu 2023, 15:30 WIB
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (29/10/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan neraca perdagangan Indonesia pada September 2021 mengalami surplus US$ 4,37 miliar karena ekspor lebih besar dari nilai impornya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto beri penjelasan kepada sejumlah pihak yang memprotes aturan penempatan devisa hasil ekspor (DHE) selama 3 bulan di sistem keuangan Indonesia (SKI).

Menko Airlangga bilang, aturan penempatan DHE SDA (Sumber Daya Alam) telah ditetapkan mulai 1 Agustus 2023. Namun, pemerintah bakal menunggu 3 bulan setelahnya untuk menjatuhkan sanksi administratif.

Alhasil, pemerintah masih membuka ruang evaluasi pasca penerapan tahan devisa hasil ekspor SDA dilakukan per 1 Agustus 2023.

"Tiga bulan kan kita trial dulu. Sanksi kan baru kita kenakan sesudah evaluasi, dalam 3 bulan," ujar Menko Airlangga di Shangri La Hotel Jakarta, Kamis (24/8/2023).

Kendati begitu, sejumlah pengusaha tetap memprotes aturan penempatan DHE SDA. Pasalnya, regulasi itu mewajibkan empat sektor, yakni pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan untuk menyimpan 30 persen devisa hasil ekspor sumber daya alamnya selama tiga bulan di dalam negeri.

Wajib Dijalankan

Menindaki protes tersebut, Sekertaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, pemerintah telah menerima keluhan eksportir untuk kemudian didiskusikan. Namun, ia menegaskan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengarahkan agar PP 36/2023 tetap wajib dijalankan tanpa pengecualian.

"Sudah kita tampung semua. Tapi ini kan bukan hal baru, dari dulu tambang, migas, dari 2011 juga sudah kita terapkan. Ini kan bukan kebijakan baru," kata Susiwijono beberapa waktu lalu.

 


Ganggu Perusahaan

Deputi Bidang Metodologi dan Informasi Statistik BPS Imam Machdi mengatakan surplus neraca dagang didapatkan dari nilai ekspor yang mencpai US$23,5 miliar miliar dan impor mencapai US$20,59 miliar. (merdeka.com/Imam Buhori)

Susiwijono lantas menyoroti keluhan pengusaha dalam PP 36/2023 dalam memarkir 30 persen DHE SDA di dalam negeri, yang dianggap mengganggu likuiditas perusahaan dalam melanjutkan bisnisnya.

Namun, ia balik ke belakang terkait penerapan DHE dalam aturan PP 1/2023. Menurutnya, para eksportir di empat sektor SDA tersebut tidak pernah benar-benar memanfaatkan 100 persen uang hasil ekspor untuk kelanjutan usaha, tapi hanya 70 persen saja.

Dengan demikian, Susiwijono menilai ketentuan 30 persen DHE merupakan dana-dana tak terpakai oleh para pengusaha. Bahkan, aturan itu masih lebih kecil dibanding negara-negara lain yang menetapkan penyimpanan devisa hasil ekspor lebih dari 30 persen.

"Jadi enggak ada, kalau dalam dolar data sekian puluh tahun, kita rinci enggak ada kebutuhan lebih dari 70 persen. Itu based practice, jadi enggak perlu diragukan," tegas Susiwijono.

 


Instrumen Bank Indonesia

Ilustrasi kegiatan ekspor. (Image by Freepik)

Eksportir pun disebutnya masih bisa memanfaatkan 30 persen duit hasil ekspor yang ditempatkan di 7 instrumen yang telah disediakan Bank Indonesia lewat Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 7 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dan Devisa Pembayaran Impor.

"Mereka masih bisa dengan fitur dijadikan pinjaman, apa cash collateral, pilihannya banyak sekali, kalau mau memakai, mau memanfaatkan apapun bisa dilakukan, dan itu bukan hal baru," tutur dia.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya