Liputan6.com, Jakarta - Di masyarakat umum tentu sudah tidak asing lagi mendengar istilah anak pancingan. Biasanya, istilah ini ditujukan pada suami-istri yang sudah lama menikah namun belum dikaruniai momongan.
Di sisi lain, ada pula suami-istri yang meski sudah memiliki anak, tapi masih mengadopsi anak. Misalnya, dengan alasan menjaga kelangsungan nama keluarga karena ingin mendapatkan anak dengan jenis kelamin tertentu. Atau, karena alasan menolong keluarga/saudara yang tak mampu.
Baca Juga
Advertisement
Kebanyakan orang juga memercayai, dengan suami-istri yang dapat merawat anak ini akan mendatangkan magnet rezeki yang kemudian akan menghadirkan anak kandung. Hal ini mungkin dapat dianalogikan dengan konsep ketika kita berbuat baik, maka kebaikan itu akan hadir kembali dalam bentuk yang baik di hidup kita.
Jadi, sebenarnya merawat anak terutama yatim piatu itu merupakan suatu kebaikan, sehingga bisa menjadi pancingan rezeki dan tidak salah juga kalau kemudian ada istilah anak pancingan.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Pandangan Islam Mengenai Istilah Anak Pancingan
Mengangkat anak sebagai pancingan untuk memiliki anak kandung sebenarnya tidak ada dalam ajaran Islam. Tapi tidak sedikit juga pasangan suami-istri yang berawal dari mengangkat anak kemudian akhirnya si istri hamil dan mempunyai anak kandung sendiri.
Namun jika memang sangat ingin memiliki anak maka tidak ada yang mustahil bagi Allah. Seperti dijelaskan dalam QS. Al-Imran Ayat 41 :
قَالَ رَبِّ اجْعَلْ لِّيْٓ اٰيَةً ۗ قَالَ اٰيَتُكَ اَلَّا تُكَلِّمَ النَّاسَ ثَلٰثَةَ اَيَّامٍ اِلَّا رَمْزًا ۗ وَاذْكُرْ رَّبَّكَ كَثِيْرًا وَّسَبِّحْ بِالْعَشِيِّ وَالْاِبْكَارِ ࣖ
Artinya: Dia (Zakaria) berkata, “Ya Tuhanku, berilah aku suatu tanda.” Allah berfirman, “Tanda bagimu, adalah bahwa engkau tidak berbicara dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat. Dan sebutlah (nama) Tuhanmu banyak-banyak, dan bertasbihlah (memuji-Nya) pada waktu petang dan pagi hari.”
Maksud ayat tersebut yaitu jika anda benar-benar ingin memiliki keturunan maka jalankanlah perintah Allah tersebut seperti Allah memerintahkan kepada Nabi Zakaria AS, dengan menjalankan:
1. Puasa berbicara dengan siapapun, kecuali dengan isyarat selama 3 hari.
2. Perbanyaklah dzikir sebanyak-banyaknya
3. Bacalah tasbih (subhanallahil adzim subhanallahi wa bihamdih) pada waktu siang dan pagi hari.
Memang berat terutama menjalankan syariat yang nomor 1, tidak berbicara dengan siapapun kecuali dengan isyarat selama tiga hari berturut-turut.
Namun demikianlah ketentuan Allah, agar kita terus berupaya semaksimal mungkin disertai dengan doa yang sungguh-sungguh untuk menjadi salah seorang hamba-Nya yang dikehendaki Allah untuk menerima amanah yang berharga, yaitu seorang anak.
Advertisement