Ahli Sebut Penyemprotan Jalan Pakai Water Canon Malah Perparah Polusi

Penyemprotkan air bertekanan tinggi di berbagai fasilitas umum justru memicu pembentukan aerolisasi yang berdampak buruk pada kesehatan.

oleh Ahmad Apriyono diperbarui 25 Agu 2023, 11:29 WIB
Kendaraan water canon menyiram ruas jalan protokol yang saat ini banyak debu hingga bersih. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

 

Liputan6.com, Jakarta - Upaya Polri mengendalikan polusi udara di Jakarta dengan cara penyemprotan jalan menggunakan armada water canon dianggap hal yang sia-sia. Bukan hanya sia-sia, hal itu justru memperparah polusi udara di Jakarta.

Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKMUI) Pandu Riono mengemukakan, pengendalian polusi dengan cara menyemprotkan air bertekanan tinggi di berbagai fasilitas umum justru memicu pembentukan aerolisasi yang berdampak buruk pada kesehatan.

"Karena disemprot air malah memperburuk partikel udara (PM 2,5). Kalau disemprot dengan air bertekanan tinggi bisa terjadi aerolisasi, jadi partikular itu menguap dan bisa lebih dahsyat efeknya kalau dihirup masyarakat," kata Pandu Riono, Jumat (25/8/2023), dikutip Antara.

Pandu mengatakan polusi udara mengandung partikel kecil yang disebut PM 2,5 atau yang lebih kecil lagi partikulat berukuran 10 mikron (PM10), serta polusi dari hasil pembakaran energi sulfur oksigen (SO2).

Pengaruh cemaran udara pada aspek kesehatan tidak hanya bersarang di paru-paru, tapi juga memicu efek alergi, mudah sakit, mengganggu sistem kerja jantung dan susunan organ lain, karena menyebar ke semua sistem tubuh.

Dampak terhadap kesehatan akibat polusi udara ada yang berlangsung dalam jangka pendek dan panjang, kata Pandu.

"Tekanan tinggi air bisa memecah partikel polusi jadi lebih halus dan masuk ke dalam pernapasan lebih mudah lagi tanpa kita sadari. Aerolisasi itu seperti menyemprot ketiak kita dengan antibau badan, itu aerolisasi tingkat tinggi," katanya.

 


WFH Tidak Efektif

Pandu mengatakan partikulat yang terbelah menjadi ukuran lebih kecil cenderung lebih mudah mengambang dan terbang hingga ke dalam rumah penduduk, sehingga usulan untuk bekerja dari rumah (WFH) pun tidak efektif.

"WFH tidak ada gunanya. Bahkan, kerja di rumah juga polusi masuk ke dalam rumah, karena kontributor terbesar mungkin bukan dari emisi transportasi, ada yang lebih daripada itu," katanya.

Pandu yang bergabung dalam Tim Serologi Survei Antibodi COVID-19 menyebut mekanisme penyemprotan air bertekanan tinggi secara sistematik pada saat krisis kesehatan akibat COVID-19 tidak pernah disarankan oleh ilmu pengetahuan manapun.

Pandu tak memungkiri jika polusi udara yang kini sedang berkecamuk di Jabodetabek dan sekitarnya merupakan dampak yang tidak bisa dihindari dari kondisi pemulihan ekonomi di era endemi.

"Polusi ini sudah berbulan-bulan sejak dikatakan pandemi selesai, orang kembali beraktivitas, pabrik menggenjot ekspor, semuanya pemulihan. Ada sumber energi baru menggunakan fosil, jadilah Jabodetabek dan mungkin juga kota lain terjadi polusi," katanya.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya