Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpeluang sideways dengan kecenderungan menguat terbatas pada perdagangan 28 Agustus-1 September 2023.
Financial Expert Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih menuturkan, IHSG akan bergerak di kisaran 6.850-6.955 dalam sepekan.
Advertisement
Sementara itu, nilai tukar rupiah yang mengacu pada kurs Jisdor Bank Indonesia (BI) berada di level Rp 15.297 per dolar Amerika Serikat (AS) atau terdepresiasi 1,9 persen sejak awal Agustus 2023. Jika dibandingkan dengan penguatan tertinggi pada Mei 2023 sebesar Rp 14.632 per dolar AS, rupiah telah terdepresiasi -4,54 persen.
Ratih menuturkan, ada sejumlah faktor yang menyebabkan rupiah kembali melemah. Secara domestik, walaupun neraca dagang Indonesia masih mengalami surplus hingga periode Juli 2023, tetapi surplus telah menyusut jika dibandingkan dengan 2022.
Ia menuturkan, surplus neraca dagang tersebut disebabkan PMI manufaktur negara maju yang masih di level kontraksi, lesunya ekonomi China sebagai mitra dagang terbesar non migas Indonesia dan normalisasi harga jual komoditas non migas, seperti batu bara, nikel, CPO, besi dan baja.
Adapun neraca pembayaran pada kuartal II-2023 mengalami defisit USD 7,4 miliar, setelah 2 kuartal sebelumnya masih tercatat surplus. “Kondisi ini berpotensi menurunkan cadangan devisa sebagai penopang stabilitas nilai tukar rupiah,” ujar dia.
Sementara itu, kondisi eksternal juga memicu melemah nilai tukar rupiah, yakni beberapa Bank Sentral di Kawasan Eropa, Inggris dan Amerika Serikat (AS) diproyeksikan masih menetapkan suku bunga tinggi hingga akhir 2023.
Kondisi terbaru, ia menuturkan, pelaku pasar mencermati pernyataan ketua The Fed, Jerome Powell dalam forum Jackson Hole Symposium pada 26 Agustus 2023 masih berada hawkish dengan sinyal kenaikan suku bunga pada FOMC September mendatang. Nada tersebut jadi sentimen negatif untuk rupiah karena spread suku bunga BI dan The Fed berpotensi 0%.
Emiten yang Kena Dampak Pelemahan Rupiah
Ratih menuturkan, penurunan nilai tukar tentu berdampak negatif bagi beberapa emiten di sektor yang bergantung pada impor, emiten yang memiliki global bond, dan emiten dengan tingkat leverage yang tinggi. Sektor yang masih bergantung pada impor, di antaranya konsumer, farmasi, dan sektor ritel (komponen otomotif dan elektronik).
“Kenaikan nilai tukar berdampak pada kenaikan beban produksi, sehingga menekan margin,” ujar Ratih.
Ratih mengatakan, emiten yang memiliki global bond juga perlu diperhatikan karena pembayaran kupon/bunga sebagian besar berlandaskan pada dolar AS. Di mana selisih kurs tersebut dapat menyusutkan profitabilitas emiten. Adapun emiten dengan leverage yang tinggi dan sensitif terhadap suku bunga, seperti di sektor konstruksi dan properti juga terkena katalis negatif.
Di sisi lain, Ratih menuturkan, emiten yang diuntungkan dari pelemahan nilai tukar rupiah adalah yang berbasis pada ekspor dan mata uang fungsional dalam penyajian laporan keuangan dalam dolar AS.
Contohnya emiten di sektor komoditas dengan pangsa ekspor lebih besar, serta emiten di sektor logistik dan shipping. Melemahnya nilai tukar rupiah membuat hasil ekspor Indonesia lebih menarik dalam perdagangan internasional.
Advertisement
Berikut rekomendasi saham dari Ajaib Sekuritas:
1. PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) di area Rp3.220 dengan target harga pada resistance di level Rp3.340 serta pertimbangkan cut loss apabila break support di level harga Rp3.150. (Buy)
2.PT Harum Energy Tbk (HRUM) HRUM di area Rp1.600 dengan target harga pada resistance di level Rp1.670 serta pertimbangkan cut loss apabila break support di level harga Rp1.550. (Buy)
3.PT Ultrajaya Milk Industry Tbk (ULTJ) di area Rp1.845 dengan target harga pada resistance di level Rp1.920 serta pertimbangkan cut loss apabila break support di level harga Rp1.790. (Buy)
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.