Studi Ini Ungkap Dampak Buruk AC bagi Kesehatan Tubuh

Terlalu banyak menggunakan AC dapat membahayakan kesehatan kita, menurut sebuah studi baru yang dipimpin oleh Universitas Nasional Australia (Australian National University atau ANU).

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Agu 2023, 09:00 WIB
Ilustrasi AC (sumber: Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Darwin, ibu kota Northern Territory Australia, bisa sangat panas dan lembabp. Banyak di antara 150.000 penduduknya berlindung dari unsur tropis di rumah, kantor, dan mobil yang dilengkapi dengan AC.

Tetapi penelitian dari Universitas Nasional Australia, ANU, menunjukkan bahwa AC, yang sering disetel pada suhu 21 derajat Celcius, membuat orang lebih rentan terhadap kematian akibat panas.

Dikutip VOA Indonesia, Sabtu (26/8/2023), Gelombang panas adalah bahaya alam paling mematikan di Australia, dan membunuh lebih banyak orang daripada kematian akibat gabungan kebakaran hutan, banjir, dan badai.

ANU menegaskan bahwa, "Perubahan iklim meningkatkan kematian terkait panas, khususnya di bagian-bagian dunia yang lebih panas."

Simon Quilty, penulis utama studi tersebut, adalah guru besar di Pusat Epidemiologi dan Kesehatan Penduduk Universitas Nasional Australia. Dia mengatakan kepada VOA bahwa menghindari panas dan kelembapan dapat mencegah orang beradaptasi dengan iklim.

"Terpaan secara teratur pada iklim di mana kita tinggal sebenarnya menyesuaikan tubuh kita. Kita tahu bahwa aklimatisasi membutuhkan waktu kira-kira 14 hari untuk terjadi pada tubuh manusia dan itu mengubah cara kita berkeringat, mengubah cara kita bernapas, mengubah ginjal kita, dan bahkan mengubah cara jantung kita memompa darah. Apa yang terjadi sekarang kita dibiasakan hidup pada suhu 21 derajat Celcius dan bagi orang-orang yang tinggal di iklim yang sangat panas seperti Northern Territory, deaklimatisasi sebenarnya mungkin meningkatkan kerentanan terhadap panas," jelasnya.


Harus Beradaptasi dengan Panas

Sebuah jam menunjukkan suhu 34 derajat celsius di Sao Paulo, Brasil pada tanggal 23 Agustus 2023. (Nelson ALMEIDA / AFP)

Quilty mengatakan penelitian tersebut juga menemukan bahwa masyarakat First Nations (penduduk asli/Aborigin) di Northern Territory tidak terlalu rentan terhadap panas karena mereka sering kali kurang tertarik atau tidak dapat menggunakan AC.

"Ya, sangat, sangat tidak nyaman dalam cuaca yang sangat panas di Darwin dan tempat-tempat lain di daerah Tropis di seluruh dunia, tetapi kita tidak perlu hidup pada suhu 21 derajat Celcius. Dan yang pasti, pengalaman saya tentang orang Aborigin adalah mereka sangat tidak menyukai ruangan ber-AC. Mereka merasa sangat tidak nyaman di dalamnya," imbuhnya.

Quilty mengatakan bahwa orang Aborigin telah menunjukkan "ketahanan luar biasa terhadap cuaca ekstrem" selama ribuan tahun.

Para penyusun studi Universitas Nasional Australia itu percaya bahwa "komunitas iklim panas perlu mulai mempertimbangkan cara sosial-budaya untuk beradaptasi dengan cuaca yang lebih panas."

Penduduk asli Australia selalu menghindari terik matahari sore dan mengurangi aktivitas fisik pada waktu-waktu yang lebih hangat. Studi tersebut merekomendasikan bahwa perumahan di daerah beriklim panas juga hendaknya dirancang untuk memastikan pendinginan pasif guna mengurangi biaya energi.

Penelitian di Australia itu juga menegaskan bahwa tidur siang selama waktu terhangat dalam satu hari dapat membantu tubuh untuk menyesuaikan diri dengan panas.

Studi ini telah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Lancet Planetary Health. 

Infografis Sengatan Gelombang Panas Mematikan Landa Eropa dan AS (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya