Liputan6.com, Palembang - Penyebaran ujaran kebencian dan hoaks di lingkungan masyarakat yang lebih masif, membuat perangkat desa harus bekerja keras untuk mengedukasi warganya.
Ada banyak cara dilakukan para Ketua Rukun Tetangga (RT) di Kota Palembang Sumatera Selatan (Sumsel), untuk melawan hoaks bersama warganya.
Seperti dilakukan Mario Agus Hamdala (38), Ketua RT 93 Kelurahan Suakajaya Kecamatan Sukarame Palembang, yang berdiskusi bareng warganya sambil ngopi bareng.
Para warganya sering menanyakan ke dirinya, tentang banyaknya informasi simpang-siur yang diterima mereka. Salah satunya seperti penerimaan bantuan dari pemerintah yang sudah disalurkan ke wilayahnya tersebut.
Baca Juga
Advertisement
“Sering ngobrol sama warga sambil ngopi bareng, apalagi mereka bertanya tentang informasi bantuan dari pemerintah yang sering simpang-siur informasinya,” ucapnya kepada Liputan6.com di Palembang, Minggu (27/8/2023).
Tak jarang dia harus menghadapi para warga yang keukeuh meminta bantuan, yang dikabarkan sudah diberikan ke perangkat desa namun belum disalurkan ke masyarakat.
Mario pun dengan sigap memberi tahu ke masyarakat, jika informasi tersebut tidaklah benar. Bahkan dia menyebarkan informasi valid dari kelurahan dan kecamatan, agar masyarakat percaya dengan info yang Mario berikan.
“Biasanya emak-emak dapat informasi itu dari mulut ke mulut, saat belanja sayur atau ke pasar. Jadinya dari suaminya atau saat bertemu dengan ibu-ibu, saya terus mengimbau agar tidak mudah percaya dengan informasi hoaks itu,” katanya.
Berbeda dengan Novi Krisnawati (40), Ketua RT 04 Kelurahan 2 Ilir Kecamatan Ilir Timur 2 Palembang, yang melakukan gerakan lawan hoaks ke ibu-ibu di berbagai acara. Seperti penyuluhan kesehatan di posyandu dan puskesmas, yang banyak dikunjungi ibu-ibu di sekitar rumahnya.
“Dari kegiatan itu, saya sebagai Ketua RT langsung memberikan edukasi ke ibu-ibu, bagaimana cara menyaring informasi yang diterima, baik secara langsung atau dari internet,” katanya.
Hoaks BLT
Seperti berita tentang penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang didapatkan dari obrolan-obrolan warga sekitar. Bahkan warga sempat gusar saat mengetahui namanya tidak tercantum sebagai penerima BLT di daerahnya. Padahal informasi yang diterima tersebut, tidak diketahui sumbernya.
“Kadang warga hanya mendengar saja, tanpa tahu sumber informasinya dari mana. Jadi saya jelaskan secara perlahan, jika ada bantuan, pasti langsung disampaikan ke warga yang membutuhkan,” ungkapnya.
Dia ingat betul saat Pandemi COVID-19 lalu, warga sempat ketakutan dengan hoaks ada kandungan babi di vaksin yang akan disuntikkan.
Karena Novi mengetahui informasi yang valid dari pemerintah, sehingga dia mengedukasi masyarakat dengan pendekatan yang masif.
“Setelah diberi tahu tentang informasi itu, akhirnya masyarakat mau suntik vaksin. Awalnya sempat takut dengan hoaks kandungan babi itu,” ungkapnya.
Advertisement