Liputan6.com, Jakarta - Dalam paparannya di workshop literasi digital bertajuk 'Jauhi Pinjol dengan Cakap Literasi Keuangan di Era Digital', Dosen senior dan peneliti dari Universitas Multimedia Nusantara Albertus Prestianta, menguraikan fakta seputar pinjaman online alias pinjol.
Ia membeberkan dalam periode 1 Januari hingga 29 Mei 2023 saja, terdapat 3.903 laporan mengenai praktik pinjol ilegal di Indonesia. Dalam periode yang sama, nilai peredaran uang pinjol di Indonesia secara keseluruhan mencapai Rp 51,46 triliun.
Advertisement
“Banyak masyarakat yang terjebak pinjol ilegal. Selain desakan kebutuhan sehari-hari, disebabkan pula minimnya literasi keuangan dan literasi digital sehingga mereka kerap jadi sasaran atau target pinjol, terutama yang ilegal,” tutur Albertus dalam workshop yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama GNLD Siberkreasi, dikutip Senin (28/8/2023).
Pinjol ilegal, katanya, kerap melakukan praktik-praktik yang melanggar aturan. Contohnya adalah meneror nasabah yang meminjam uang apabila telat membayar cicilan utang.
"Bahkan, tak jarang banyak kasus orang bunuh diri lantaran tak kuat menahan bebas teror dari penagih utang (debt collector) pinjol ilegal," ucap Albertus.
Dosen Bisnis dan Marketing UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, Deny Yudiantoro, menambahkan agar tidak terjerat jauh ke dalam praktik pinjol, apalagi yang ilegal, itu sangat bergantung pada gaya hidup masing-masing.
"Orang yang memiliki gaya hidup hemat dan membuat perencanaan keuangan yang teratur akan lebih aman dari jeratan pinjol, terutama yang ilegal. Gaya hidup hemat dan perencanaan keuangan yang sehat menghindarkan orang untuk berhutang," ujarnya.
Belajar Literasi Keuangan Sejak Dini
Lalu, bagaimana contoh praktik membuat perencanaan keuangan? Deny menyebut bisa dimulai dari pembuatan rencana anggaran; memisahkan pendapatan pribadi dengan untuk usaha; membuat buku catatan keuangan; selalu menyisihkan dana untuk kebutuhan darurat; serta atur anggaran sesuai prioritas.
Kepada generasi Z atau Gen Z, Deny menyarankan agar mulai belajar literasi keuangan sejak dini. Menurut dia, penting bagi Gen Z memilih produk tabungan atau investasi yang tepat.
"Selain itu, gaya hidup window shopping sebaiknya dikurangi karena merangsang untuk berbelanja sesuatu yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Terakhir, berinvestasi sejak dini," imbuhnya.
“Mengapa perlu berinvestasi sejak dini? Sebab, kita tidak bisa memprediksi kondisi masa depan yang akan datang. Selain itu, ada faktor inflasi maupun peningkatkan nilai kekayaan. Belum lagi apabila ada kebutuhan yang darurat,” Deny memungkaskan.
Advertisement
Jangan FOMO
Sementara itu, menurut Sekretaris Relawan TIK Kabupaten Karawang Annisa Aprianti, jeratan pinjol kerap berawal dari pola gaya hidup yang berlebihan, termasuk salah satunya rasa ingin tahu atau tak ingin ketinggalan sesuatu (fear of missing out/FOMO).
Di era digital seperti sekarang ini, termasuk maraknya pemakaian media sosial, membuat segala informasi berjalan deras dan cepat. Ini membuat banyak orang tak ingin ketinggalan informasi atau gaya hidup.
“FOMO juga dapat berhubungan dengan kesulitan dalam membuat pilihan dan menentukan prioritas. Ketika ada banyak pilihan aktivitas atau acara, orang mungkin merasa sulit memilih yang terbaik dan khawatir akan memilih yang salah,” ujarnya.
Infografis Poin-Poin Penting Nota Keuangan dan RAPBN 2024. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Advertisement