Liputan6.com, Jakarta - Tubuh ibu hamil bisa mengalami berbagai perubahan ketika sedang mengandung. Namun, ada beberapa kondisi yang perlu dihindari pada ibu hamil, salah satunya preeklamsia atau preeklampsia.
Preeklamsia adalah kondisi yang dapat terjadi pada masa kehamilan. Khususnya, risiko preeklamsia lebih tinggi saat kehamilan mulai memasuki usia lebih dari 20 minggu.
Advertisement
Selain itu, preeklamsia juga masih bisa terjadi bahkan setelah ibu melahirkan.
Melansir laman Health pada Senin 28 Agustus 2023, preeklamsia menyebabkan ibu hamil mengalami tekanan darah tinggi dan bertambahnya kadar protein dalam urine.
Preeklamsia penting untuk dihindari lantaran dapat berdampak pada kesehatan ibu hamil maupun bayi.
Itulah mengapa preeklamsia penting untuk ditangani dengan segera dengan mengenali gejala-gejalanya.
Lantas, apa saja gejala preeklamsia yang bisa diwaspadai? Berikut di antaranya.
Gejala Preeklamsia
Menurut keterangan dalam AHA Journals merujuk pada studi milik Sarosh Rana dan rekannya, gejala preeklamsia berkembang di antara usia kehamilan 34-37 minggu. Namun, bisa pula dimulai setelah melahirkan tepatnya ketika masa nifas.
Umumnya, tekanan darah normal akan berada di bawah 120/80 mm Hg. Sehingga, tekanan darah tinggi dapat diklasifikasikan jika tekanan darah sistolik berada di atas 140 mm Hg atau lebih, dan tekanan darah diastolik 90 mm Hg.
Selain tekanan darah tinggi, gejala umum preeklamsia lainnya meliputi kadar protein dalam urin yang tinggi dan bengkak pada bagian anggota tubuh.
Preeklamsia turut berisiko mengalami perkembangan menjadi preeklamsia berat. Saat mengalami preeklamsia berat, maka tekanan darah berada di atas 160/110 mm Hg.
Gejala yang Terjadi Saat Preeklamsia Berat
Selain tekanan darah yang meningkat di atas 160/110 mm Hg, adapun beberapa gejala preeklamsia berat lain. Berikut di antaranya.
- Pembengkakan yang tiba-tiba dan parah di wajah, kaki, pergelangan kaki, atau tangan
- Kenaikan berat badan dengan cepat. Seperti lebih dari 5 pon atau 2,3 kilogram dalam satu minggu
- Sakit kepala parah yang tidak kunjung sembuh
- Sakit perut di sisi kanan, tepat di bawah tulang rusuk
- Perubahan penglihatan. Melihat lampu berkedip, penglihatan kabur, atau peka terhadap cahaya
- Masalah pernapasan seperti munculnya sesak napas
- Nyeri dada, seperti muncul rasa sesak atau penuh di dada, yang seringkali membutuhkan perhatian medis segera
- Perubahan mental. Mudah teriritasi, marah, atau bingung
Advertisement
Gejala Preeklamsia Dapat Memengaruhi Bayi
Tak hanya dapat memengaruhi ibu, preeklamsia yang masuk kategori berat dapat menurunkan jumlah cairan ketuban di sekitar bayi.
Saat air ketuban bayi berkurang, aliran darah bayi dapat mengalami gangguan dan jumlah oksigen dan nutrisi yang masuk ke bayi pun ikut terbatas.
Hal itulah yang menyebabkan preeklamsia dapat memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan bayi hingga menyebabkan komplikasi.
Dampak Preeklamsia pada Bayi dan Kelahirannya
Orangtua dengan preeklampsia berat atau tidak diobati juga berisiko membuat pertumbuhan janin menjadi lebih lambat karena tidak mendapatkan cukup darah dan oksigen yang membawa nutrisi.
Serta, berisiko membuat bayi dilahirkan secara prematur. Dalam kondisi ini, kelahiran prematur turut berisiko membuat bayi mengalami masalah pernapasan dan masalah kesehatan lainnya.
Sehingga, menangani preeklamsia secara cepat dan tepat tak hanya bermanfaat untuk ibu, melainkan pula untuk bayi.
Advertisement