5 Tanggapan Ahli, Dokter, hingga Kemenkes soal Penyemprotan Air Guna Kurangi Polusi Udara Jakarta

Upaya mengurangi polusi udara Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) dengan menyemprotkan air ke jalan mendapat tanggapan beragam dari sejumlah ahli hingga dokter.

oleh Devira PrastiwiRahma Vania Indriani Putri diperbarui 29 Agu 2023, 11:45 WIB
Upaya mengurangi polusi udara Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) dengan menyemprotkan air ke jalan mendapat tanggapan beragam dari sejumlah ahli hingga dokter.

Liputan6.com, Jakarta - Upaya mengurangi polusi udara Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) dengan menyemprotkan air ke jalan mendapat tanggapan beragam dari sejumlah ahli hingga dokter.

Salah satunya Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Iqbal Mochtar.

Dia menilai, upaya mengurangi polusi udara dengan menyemprotkan air ke jalan sudah sesuai dengan landasan ilmiah.

Iqbal Mochtaer mengungkapkan bahwa pernah ada studi ilmiah yang menyebut bahwa penyemprotan air dapat mengurangi debu sebesar 30-40 persen.

"Ada salah satu studi yang pernah dilakukan yang disebut central pollution control board bahwa terjadi penurunan sekitar di 30-40 persen partikulat debu yang ada di udara setelah dilakukan sprinkle. Jadi penyiraman di jalanan atau di tempat-tempat banyak debu ini memang ada landasannya," kata Iqbal kepada merdeka.com, Minggu 27 Agustus 2023.

Kemudian, Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) sekaligus Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama menuturkan bahwa data ilmiah terkait penyemprotan air untuk polusi udara beragam.

"Sehubungan dengan upaya penyemprotan air di Jakarta dalam kerangka polusi udara, maka data ilmiah menunjukkan hasil yang beragam," ujar Tjandra melalui keterangan yang diterima Health Liputan6.com.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, penyemprotan air ke jalan tidak efisien untuk kurangi polusi, hal itu juga tidak disarankan setelah adanya perkumpulan sejumlah ahli di China.

Berikut sederet tanggapan sejumlah ahli atau dokter terkait upaya penyemprotan air ke jalan untuk mengurangi polusi udara Jakarta dihimpun Liputan6.com:

 


1. Harga Alat Penyemprotan Air dari Gedung Tinggi Buatan BRIN Capai Rp50 Juta

Alat untuk penyemprotan air dari gedung tinggi atau water mist untuk mengatasi polusi udara Jakarta.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto mengatakan, harga alat untuk penyemprotan air atau water mist dari atas gedung tinggi sebesar Rp50 juta per unit.

Asep mengatakan, alat water mist tersebut dibuat oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk mengatasi polusi udara Jakarta.

"Kemarin itu dari BRIN menyampaikan kisaran Rp 50 juta satu unit dan itu sangat mudah dibuat ya. Kemarin baru uji coba. Jadi hari ini BRIN akan menyampaikan speknya kepada kami Pemprov DKI Jakarta kemudian juga nanti kita koordinasikan untuk penerapannya," kata Asep di Jakarta Pusat, Senin 28 Agustus 2023.

Lebih lanjut, Asep menjelaskan bahwa water mist ini direncanakan dilakukan dua kali dalam sehari.

"Mungkin sehari itu dua kali. Misalnya pada pukul 10 atau 11 kemudian juga pada siang hari pukul dua atau tiga sore. Itu nanti sedang kita coba untuk simulasikan," jelas Asep.

Saat ini, ujar Asep, pihaknya tengah mendata jumlah gedung-gedung tinggi di Jakarta yang dapat memasang water mist ini.

"Memang kita sedang menghimpun gedung-gedung, data gedung-gedung tinggi di Jakarta. Kira-kira memang yang gedung-gedung mana saja yang bisa kita sarankan untuk memasang water mist tersebut," ujar Asep.

Adapun sumber air untuk melakukan penyemprotan ini berasal dari gedung masing-masing. Maka dari itu, Asep berharap para pemilik gedung dapat menyediakan kebutuhan ini.

"Kalau sumber air itu bentuk tanggung jawab dari masing-masing gedung terhadap pengendalian pencemaran udara di Jakarta. Jadi karena konsumsi airnya juga enggak banyak, diharapkan memang partisipasi dari seluruh pemilik gedung nantinya bisa dilakukan," tambah Asep.

 


2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Sebut Hasil Penelitian Beragam

Kendaraan water canon Brimob Polda Metro Jaya menyemprotkan air di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Rabu (23/8/2023). Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan Polda Metro Jaya melakukan penyemprotan air di sepanjang Jalan Medan Merdeka Barat hingga Patung Pemuda Membangun Senayan sebagai upaya untuk mengurangi polusi udara dan mengatasi cuaca panas di Ibu Kota. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Persoalan polusi udara di Jakarta sedang disorot oleh banyak pihak. Banyak yang merasakan dampak polusi udara yang begitu buruk hingga ikut batuk-batuk.

Dalam upaya menangani persoalan tersebut, pemerintah DKI Jakarta pun turun tangan yakni dengan melakukan penyemprotan air di sejumlah jalan raya. Harapannya, upaya itu bisa meminimalisir polusi udara.

Namun sayangnya, tindakan penyemprotan air untuk polusi udara di Jakarta mengundang pro dan kontra dari masyarakat. Lantas, apa kata pakar terkait upaya penyemprotan air untuk meminimalisir efek polusi udara?

Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) sekaligus Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI, Prof Tjandra Yoga Aditama menuturkan bahwa data ilmiah terkait penyemprotan air untuk polusi udara beragam.

"Sehubungan dengan upaya penyemprotan air di Jakarta dalam kerangka polusi udara, maka data ilmiah menunjukkan hasil yang beragam," ujar Tjandra melalui keterangan yang diterima Health Liputan6.com, Minggu 27 Agustus 2023.

Tjandra mengambil salah satu penelitian di China yang dimuat dalam jurnal Toxics pada bulan Juni 2021 yang menyebut bahwa penyemprotan air di jalan raya untuk meredam efek polusi udara keliru.

"Penelitian di China yang dimuat dalam jurnal ilmiah Toxics bulan Juni 2021 jelas menyebutkan, 'Large-Scale Spraying of Roads with Water Contributes to, Rather Than Prevents, Air Pollution'. Jadi disebut bukannya mencegah, tapi justru menambah polusi," kata Tjandra.

"Jadi tegasnya penelitian ini menyatakan bahwa menyemprotkan air dalam jumlah besar ke jalan cenderung meningkatkan konsentrasi PM 2,5 dan juga kelembaban," sambungnya.

Lebih lanjut Tjandra memberikan contoh studi lain. Menurut Tjandra merujuk pada jurnal Environmental Chemistry Letters tahun 2014, ada dampak positif di balik upaya menyemprotkan air ke jalan raya untuk meredam polusi udara.

"Ada juga yang berpendapat berbeda, seperti dimuat di jurnal Environmental Chemistry Letters tahun 2014. Jadi disebutkan bahwa penyemprotan air secara geoengineering dapat menurunkan kadar polusi PM 2.5 secara efisien," sambung dia.

Namun, Tjandra menyebut bahwa penelitian yang kedua ini tidak lengkap seperti pada penelitian pertama dalam jurnal Toxics.

"Tetapi memang metodologi penelitian tahun 2014 ini tidaklah selengkap penelitian di jurnal Toxics, yang juga tahunnya lebih baru, 2021. Sehingga secara ilmiah kita jelas membandingkan keduanya," kata Tjandra.

 


3. Sebut Teknik Penyemprotan Air Berbeda untuk Polusi Udara

Suasana saat kendaraan water canon Brimob Polda Metro Jaya menyemprotkan air di Jalan Sudirman - Thamrin. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Tjandra mengungkapkan bahwa laporan penelitian lanjutan yang dipublikasikan bulan Maret 2022 di jurnal Proc. ACM Interact. Mob. Wearable Ubiquitous Technol juga pernah memberikan perspektif lain.

"Peneliti ini menggunakan metode iSpray (Intellegent Spraying), suatu desain software baru tentang teknik penyemprotan air yang lebih baik," ujar Tjandra.

Tjandra menambahkan, hasil penelitian dalam jurnal ketiga ini menunjukkan cara penyemprotan air untuk meredam polusi udara dengan metode iSpray lebih efisien.

"iSpray dengan intelegensia memberi cara penyemprotan yang lebih efisien dan memberi dampak baik pula pada penanganan polusi udara," kata Tjandra.

Dalam kesempatan yang sama, Tjandra mengungkapkan bahwa selain Indonesia, ada pula negara lain yang pernah melakukan metode penyemprotan air untuk polusi udara. Seperti India, misalnya.

"India pernah juga mencoba menyemprotkan air di polusi udara kota New Delhi, tetapi tidak memberikan hasil yang memadai," ujar Tjandra.

Sehingga, menurut Tjandra, upaya penyemprotan air ke jalan raya untuk mengurangi polusi udara sebenarnya harus dianalisa dengan menyeluruh.

"Dengan beberapa penjelasan di atas maka memang harus betul-betul dianalisa secara ilmiah cara apa yang akan kita gunakan untuk mengatasi polusi udara yang masih terus buruk pada hari-hari ini," pungkasnya.

 


4. IDI Nilai Semprot Air ke Jalan untuk Cegah Polusi Udara Sudah Sesuai Studi Ilmiah

Pasokan air yang dipakai untuk menyiram jalan protokol berasal dari hasil penyulingan IPAL Setiabudi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Iqbal Mochtar menilai upaya mengurangi polusi udara dengan menyemprotkan air ke jalan sudah sesuai dengan landasan ilmiah.

Iqbal Mochtaer mengungkapkan bahwa pernah ada studi ilmiah yang menyebut bahwa penyemprotan air dapat mengurangi debu sebesar 30-40 persen.

"Ada salah satu studi yang pernah dilakukan yang disebut central pollution control board bahwa terjadi penurunan sekitar di 30-40 persen partikulat debu yang ada di udara setelah dilakukan sprinkle. Jadi penyiraman di jalanan atau di tempat-tempat banyak debu ini memang ada landasannya," kata Iqbal kepada merdeka.com, Minggu 27 Agustus 2023.

Meski demikian, ujar Iqbal, hal itu hanyalah upaya menekan polusi dari hilir. Seharusnya, Pemprov DKI Jakarta mengatasi persoalan ini dari hulu atau penyebab polusi udara itu sendiri.

"Hulunya sebenarnya apa? Apa yang menyebabkan terjadinya polusi udara yang berlebihan ini? Apakah karena emisi kendaraan yang berlebihan atau karena industrial waste atau karena faktor-faktor lain. Ini sebenarnya yang harus dikontrol dalam kondisi seperti ini," ujar Iqbal.

Maka dari itu, saran Iqbal, pemerintah harus bisa mendorong warganya untuk beralih ke transportasi umum. Kemudian, dapat dilakukan juga kontrol terhadap emisi industri.

"Kita harus melakukan implemintasi urban planning dan ruangan-ruangan yang hijau seperti kita memperbanyak kebun-kebun, taman-taman dan sebagainya," kata Iqbal.

"Kemudian yang tidak kalah pentingnya adalah kita melakukan peningkatan efisiensi emisi dari kendaraan. Jadi dites berapa kadar emisi yang dikeluarkan oleh kendaraan tersebut," sambungnya.

Terakhir, Iqbal juga berharap masyarakat memiliki pengetahuan dan kewaspadaan terkait isu polusi udara. Sebab, permasalahan ini terjadi terus menerus dan perlu menjadi perhatian.

"Jadi kita tidak hanya semacam pemadam kebakaran yang datang bila ada kebakaran. Mestinya upaya untuk mengontrol dan me-manage polusi udara ini dilakukan secara kesinambungan dan melibatkan seluruh sektor yang ada di negeri ini," kata Iqbal.

 


5. Kata Kemenkes Penyemprotan Air ke Jalan untuk Kurangi Polusi Udara Tak Efisien, Ahli Tak Sarankan

Jennifer Pagan (kiri) menyemprotkan air ke teman-temannya dari hidran kebakaran yang terbuka di bagian The Bronx, New York, Jumat (22/7/2022). Suhu tinggi yang berbahaya mengancam sebagian besar Timur Laut dan Selatan Jauh saat jutaan orang Amerika mencari kenyamanan dari AC , hidran kebakaran, air mancur dan pusat pendinginan. (AP Photo/Seth Wenig)

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tidak menyarankan adanya penyemprotan air untuk mengurangi polusi udara di Jabodetabek. Diketahui, penyemprotan air ke jalan ini sudah dilakukan sejak beberapa waktu lalu.

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, penyemprotan air ke jalan tidak efisien untuk kurangi polusi, hal itu juga tidak disarankan setelah adanya perkumpulan sejumlah ahli di China.

"Bagaimana soal penyemprotan air ini masih debatable, di pengalaman di China. Kami sudah kumpul ahli di China. Kalau untuk skala kecil bisa di Industri itu bisa dilakukan, tapi kalau untuk skala besar banyak ahli tidak menyarankan untuk pertama tidak efisien," kata Maxi di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta, Senin 28 Agustus 2023.

Selain itu, aksi penyemprotan air ke jalan memiliki persyaratan yang memang harus dipenuhi. Sehingga, tidak asal semprot ke jalan saja.

"Ada-ada syarat yang harus dipenuhi, airnya harus bersih, curahnya air itu harus tinggi, karena kalau enggak, dia akan naik ke atas," ujarnya.

"Jadi, itu tidak disarankan dan tidak dilakukan untuk penyemprotan," jelas Maxi.

Infografis 10 Kota Dunia dengan Kualitas Udara yang Buruk akibat Polusi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya