Liputan6.com, Jakarta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mendorong penggunaan BBM ramah lingkungan guna mengurangi polusi udara. Visi tersebut tampak selaras dengan rencana Kementerian ESDM yang tengah mengkaji pembatasan penyaluran Pertalite (RON 90) dan pemberian subsidi Pertamax (RON 92).
Namun, Arifin tidak banyak berkomentar soal rencana pembatasan Pertalite dan subsidi Pertamax tersebut. Sebab rencana itu masih dilakukan pendalaman.
Advertisement
"Kita sedang lakukan pendalaman itu segera, supaya memang bisa diambil langkah menyediakan BBM yang ramah lingkungan. Kita juga mengacu pada pengalaman di tempat-tempat lain," ujar Arifin di Kantor Kementerian ESDM, Senin (28/8/2023) malam.
Menurut dia, saat ini ada tiga penyebab utama polusi udara di Jakarta. Pertama dari sektor transportasi, lalu kegiatan industri, dan pembuangan emisi dari sektor pembangkit listrik.
Korodinasi dengan Kemenhub
Untuk sektor transportasi, Kementerian ESDM perlu berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Adapun salah satu solusi yang ditawarkan Arifin, yakni mendorong pemakaian BBM dengan nilai oktan (RON) lebih tinggi.
"Kita memang ada solusi salah satunya dengan itu. Tapi dengan CO2 sama aja kan hidrokarbonnya yang dipakai untuk itu. Tapi untuk mengurangi monoksida, sulfat, timbal kalau ada, itu juga harus dilakukan perbaikan. Kita punya produksi BBM-nya," tuturnya.
Ditanya secara terpisah, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana melontarkan hal serupa dengan Menteri ESDM terkait rencana pemberian subsidi untuk Pertamax. Dia pun belum mau membocorkan lebih lanjut soal rencana itu.
"Masih dilakukan pendalaman," ujar Dadan kepada Liputan6.com singkat, Selasa (29/8/2023).
Pertamax Bakal Jadi BBM Subsidi, Emangnya Pemerintah Punya Duit?
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Indonesia (UI) Berly Martawardaya menilai pemberian subsidi untuk BBM jenis Pertamax (RON 92) butuh perhitungan matang.
Ia mengaku belum menghitung lebih jauh terkait nilai keekonomian dengan pemberian subsidi tersebut. Sebab, pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga belum membocorkan lebih lanjut, apakah pemberian subsidi untuk Pertamax ini akan mencopot status Pertalite sebagai BBM subsidi atau tidak.
Namun, Berly tak ingin penyertaan dana negara untuk BBM Pertamax justru memberatkan APBN.
"Skemanya perlu disusun supaya subsidi Pertamax tidak membengkak tinggi di APBN," ujar dia kepada Liputan6.com, Jumat (25/8/2023).Selain dari sisi APBN, dia juga ingin pemerintah memperhitungkan alokasi subsidi di mata pasar. Sebab, berkaca terhadap penyaluran BBM bersubsidi jenis Pertalite, itu masih rentan dipermainkan oleh konsumen yang semustinya tak berhak.
"Secara prinsip dan untuk kasus BBM subsidi barang rentan digunakan oleh masyarakat berpendapatan menengah atas dan atas," kata Berly.
Advertisement
Sektor Konsumen
Menurut dia, sudah seharusnya alokasi subsidi BBM ditujukan pada sektor konsumen, bukan untuk produknya. Sehingga itu bisa turut mengajak pengguna kelompok menengah atas secara perlahan beralih ke moda transportasi publik.
"Sudah saatnya ditransformasi menjadi subsidi orang, dimana masyatakat yang terindikasi sebagai miskin atau rentan miskin (sampai 2-3 kali garis kemiskinan) mendapatkan cash transfer rutin untuk penggunaan yang wajar. Itu sebagai bagian dari proses transisi ke public transport dan EV (tidak selamanya)," tuturnya.