Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku optimistis Indonesia bisa melewati berbagai tantangan pertumbuhan ekonomi kedepannya. Mengingat, saat ini ekonomi global tengah bergejolak.
Dia mengungkap, salah satu modal kuat Indonesia adalah rasio utang yang dimiliki yang terus menurun. Kemudian, tingkat defisit anggaran dan juga ruang fiskal yang masih memadai.
Advertisement
Maka, modal-modal tadi dinilai mampu menguatkan posisi Indonesia menghadapi beragam tantangan kedepan.
"Alhamdulillah untuk Indonesia tadi dengan debt yang makin kita kelola menurun, defisit mengecil kita menciptakan fiscal space, sehingga ketika Indonesia dihadapkan pada berbagai guncangan insyaaAllah kita selalu memiliki cara meresponsnya," jelas dia dalam Rapat Kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, di Jakarta, Selasa (29/8/2023).
Defisit Anggaran
Sri Mulyani menyebut, realisasi defisit anggaran di tahun 2022 menurun tajam dari tahun sebelumnya. Pada 2022 tercatat defisit anggaran sebesar Rp 460,4 triliun atau 2,35 persen.
Angka ini jauh dibawah prediksi defisit anggaran dalam APBN awal sebesar Rp 840,2 triliun. Sementara itu, di 2021 realisasi defisit anggaran mencapai sekitar Rp 775 triliun.
Jika dilihat dari sisi rasio utang pun, Sri Mulyani masih tetap percaya diri. Menurutnya, rasio utang Indonesia masih jauh lebih rendah ketimbang banyak negara lain.
Sebut saja, data rasio utang yang dikantonginya saat ini sebesar 37,5 persen. Jauh di bawah India dengan rasio utang diatas 80 persen.
Tantangan yang Tak Mudah
Pada kesempatan yang sama, Sri Mulyani mengungkap ada sejumlah tantangan yang dihadapi semua negara. Mulai dari kondisi geopolitik hingga perubahan iklim yang berdampak ke ekonomi.
"Tantangan pasca pandemi tidak lebih mudah. Dunia kompleks dengan geopolitik yang meruncing, perubahan iklim, dan juga digitalisasi yang menimbulkan dampak terhadap labor market dan pasar tenaga kerja," ungkapnya.
Bendahara Negara juga mencatat, ekonomi dunia melemah dengan inflasi yang masih relatif tinggi yang direspons dengan pengetatan moneter. Yakni adanya kenaikan suku bunga dan likuiditas yang semakin ketat.
"Ini menimbulkan debt distress di berbagai negara yang memiliki suku bunga meningkat dengan debt ratio yang tinggi dan fiscal space yang sangat kecil atau bahkan tidak ada. Sehingga mereka tidak bisa merespons berbagai guncangan yang masih akan terjadi," paparnya.
Advertisement
Rasio Utang Indonesia
Diberitakan sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap rasio utang Indonesia terus mengalami penurunan. Bahkan, angka yang disebutnya lebih rendah ketimbang banyak negara di G20 dan ASEAN.
Hal ini menunjukkan semakin baiknya kondisi ekonomi Tanah Air. Menkeu Sri Mulyani menyebut tren penurunan rasio utang Indonesia pun terlihat positif.
"Indonesia juga memiliki rasio utang yang relatif lebih rendah dibandingkan negara-negara peer di G20 dan ASEAN," ujar dia dalam Rapat Kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, di Jakarta, Selasa (29/8/2023).
Dia mencontohkan, salah satunya dibandingkan dengan rasio utang India. Menurut data yang dikantonginya, rasio utang India mencapai diatas 80 persen. Bahkan belum mengalami penurunan hingga saat ini.
"Indonesia sekarang di 39,7 (persen) di tahun 2022, sekarang bahkan lebih turun lagi tahun 2023 yaitu di 37,5 (persen)," urainya.
Efektivitas APBN
Menurut Bendahara Negara, Rasio utang ini sejalan dengan efektivitas penggunaan APBN untuk memulihkan ekonomi. Dia bilang penyerapan APBN lebih baik ketimbang Malaysia.
"Tetangga kita Malaysia yang defisitnya masih terus bertahan diatas 5 persen dan India yang pertumbuhannya mengagumkan yaitu diatas 6 persen namun dibayar defisit APBN yang mendekati 10 persen," kata dia.
"Jadi Indonesia dengan defisit 2,35 (persen) namun pertumbuhan ekonominya diatas 5 persen, ini adalah suatu strategi penggunaan APBN secara hati-hati dan pruden namun efektif," sambung Menkeu Sri Mulyani.
Advertisement