Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal (Dirjen) Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Diana Kusumastuti menyebut hingga saat ini masih ada masyarakat Indonesia yang belum menghuni rumah yang layak.
"BPS mencatat ditahun 2022 baru 60,66 persen rumah tangga di Indonesia menempati rumah yang layak," kata Diana dalam Diskusi Indonesia Housing Forum 2023, di FKUI, Jakarta, Rabu (30/8/2023).
Advertisement
Diana mengungkapkan, terdapat empat faktor penyebab masih rendahnya akses masyarakat terhadap hunian layak.
Pertama, keterbatasan lahan yang berimplikasi pada harga lahan yang semakin mahal. Sehingga membuat harga rumah pun menjadi makin tidak terjangkau bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
"Sangat sulit untuk lahan ini, karena makin lama makin mahal lahan ini. Harga lahan yang makin mahal ini membuat harga rumah pun menjadi tidak terjangkau bagi MBR, terutama di kota-kota besar dengan tingkat urbanisasi yang tinggi," katanya.
Kanaikan Penghasilan Tak Sebanding
Faktor kedua yakni, penambahan penghasilan tidak mampu mengejar kenaikan harga rumah. Menurutnya, harga lahan makin mahal sementara penambahan penghasilan ini tidak mampu mengejar kenaikan harga lahan tersebut.
Akibatnya pembangunan perumahan semakin merambah pingiran kota, dengan harga yang masih terjangkau.
Selanjutnya, faktor ketiga yakni timbulnya permasalahan transportasi, alih guna lahan, serta permasalahan sosial dan ekonomi lainnya karena tempat tinggal jauh dari tempat kerja. Hal itu dampak dari pembangunan perumahan yang merambah pinggiran kota.
"Akhirnya wara wiri transportasi yang banyak dan bahkan menyebabkan polusi," ujarnya.
Faktor terakhir yakni, akses terhadap pembiyaan perumahan melalui perbankan masih terbatas, khususnya bagi pekerja informal.
"Sekitar 60 persen pekerja di Indonesia itu bekerja di sektor informal, namun baru sebagian kecil saja yang bisa menikmati akses pembiyaan perumahan dari perbankan. Ini kalau bisa ditingkatkan lagi," pungkasnya.
Kementerian PUPR: Jangan Politisasi Data Backlog Rumah!
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) khawatir data backlog kepemilikan rumah dijadikan bahan oknum tertentu di tahun politik. Untuk itu, Kementerian PUPR data mengenai orang yang belum memiliki rumah itu tidak dipolitisasi.
Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR Iwan Suprijanto mencatat, di tahun politik kerap ada data yang 'digoreng' dengan tujuan tertentu.
"Kita mengantisipasi, kadang pengalaman-pengalaman tahun politik itu suka data ini digoreng untuk berbagai kepentingan," kata dia di Kementerian PUPR, Jumat (25/8/2023).
Kekhawatiran ini juga berdasar pada keraguan Iwan soal validitas data yang menyebut ada 12,7 juta orang yang belum memiliki rumah. Dia menduga kalau angka backlog tidak sebesar itu.
"Sementara kita pegang masih 12,7 (juta). Cuma begini, ini saya, kami di (Ditjen) Perumahan, kami tak ingin data ini hanya bersifat politis. Kalau 12,7 (juta) saya juga ingin tau itu by name by adress nya dimana kepemilikannya," jelasnya.
Untuk memastikan data tersebut valid, dia meminta jajarannya untuk mengkonsolidasikan data dari berbagai lembaga. Sebut saja salah satunya data daei Badan Pusat Statistik.
"Karena Saya khawatir sekali, ini saya minta kawan-kawan merapatkan sumber data dari BPS misalnya, ini yang kami jngin pastikan, karena saya khawatir ini jadi konsumsi yang untuk kepentingan tertentu yang pada saatnya tak bisa dipertanggungjawabkan," urai Iwan.
Advertisement
12,7 Juta Orang Belum Punya Rumah
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat ada 12,7 juta orang di Indonesia yang tak memiliki rumah per 2021 lalu. Angka backlog ini dinilai perlu dikejar seiring dengan cita-cita Indonesia menjadi negara maju.
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur dan Perumahan Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna menjelaskan ada tantangan penyediaan rumah mengingat adanya tambahan keluarga baru setiap tahun. Dia mencatat ada 740 ribu orang tiap tahun yang diprediksi tak memiliki rumah.
"Lalu bagaimana kalau kita mau 2045 habis (angka backlog)? tentu mau gak mau jumlahnya harus kita tingkatkan. itungan kasarnya itu (bangun rumah) 1,5 juta setiap tahun," katanya di Kementerian PUPR, Jumat (21/7/2023).