Cuaca Indonesia Hari Ini Kamis 31 Agustus 2023: Hampir Seluruh Wilayah Cerah dan Berawan Seharian

Pagi hari di Indonesia, Kamis (31/8/2023), keseluruhan langitnya diprediksi cerah, cerah berawan, berawan, berawan tebal, kabut, dan asap. Begitulah prakiraan cuaca Indonesia hari ini, Kamis (31/8/2023).

oleh Devira Prastiwi diperbarui 31 Agu 2023, 23:12 WIB
Pagi hari di Indonesia, Kamis (31/8/2023), keseluruhan langitnya diprediksi cerah, cerah berawan, berawan, berawan tebal, kabut, dan asap. Begitulah prakiraan cuaca Indonesia hari ini, Kamis (31/8/2023). (dok. Liputan6.com/Farel Gerald)

Liputan6.com, Jakarta - Pagi hari di Indonesia, Kamis (31/8/2023), keseluruhan langitnya diprediksi cerah, cerah berawan, berawan, berawan tebal, kabut, dan asap. Begitulah prakiraan cuaca Indonesia hari ini, Kamis (31/8/2023).

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan cuaca Indonesia melalui laman resminya www.bmkg.go.id, tak ada hujan sama sekali pada pagi hari ini.

Tak jauh berbeda pada siang hari nanti, hampir seluruh cuaca Indonesia diprediksi BMKG bakal cerah, cerah berawan, berawan, dan berawan tebal.

Kecuali wilayah Banda Aceh, Mamuju, dan Medan diprakirakan turun hujan dengan intensitas ringan di siang nanti.

Begitu pula di malam hari, langit Indonesia hampir keseluruhannya diprediksi cerah, cerah berawan, dan berawan. Hujan berintensitas ringan diprakirakan hanya akan mengguyur Kota Jayapura dan Medan pada malam hari nanti.

Berikut informasi prakiraan cuaca Indonesia selengkapnya yang dikutip Liputan6.com dari laman resmi BMKG:

 Kota  Pagi  Siang  Malam
 Banda Aceh  Cerah  Hujan Ringan  Cerah Berawan
 Denpasar  Cerah Berawan  Cerah  Cerah Berawan
 Serang  Cerah  Cerah Berawan  Berawan
 Bengkulu  Cerah Berawan  Cerah  Cerah
 Yogyakarta   Cerah Berawan  Cerah Berawan  Berawan
 Jakarta Pusat   Cerah  Cerah  Cerah Berawan 
 Gorontalo   Cerah   Cerah  Cerah Berawan
 Jambi   Cerah Berawan  Cerah Berawan  Berawan
 Bandung   Cerah Berawan  Cerah Berawan  Cerah Berawan
 Semarang   Cerah Berawan  Cerah Berawan  Berawan
 Surabaya   Cerah Berawan  Cerah  Cerah
 Pontianak   Berawan  Cerah  Cerah Berawan
 Banjarmasin   Asap  Cerah Berawan  Cerah
 Palangkaraya  Cerah Berawan  Berawan  Berawan
 Samarinda  Cerah Berawan  Cerah Berawan  Cerah
 Tarakan   Berawan  Cerah Berawan  Berawan
 Pangkal Pinang  Cerah  Cerah Berawan  Cerah
 Tanjung Pinang   Berawan  Cerah Berawan  Cerah Berawan
 Bandar Lampung  Cerah Berawan  Cerah Berawan  Cerah Berawan
 Ambon   Berawan Tebal  Berawan Tebal  Berawan
 Ternate   Berawan  Berawan  Berawan
 Mataram   Cerah Berawan  Cerah Berawan  Cerah Berawan
 Kupang   Cerah  Cerah Berawan  Cerah Berawan
 Kota Jayapura  Berawan  Berawan  Hujan Ringan
 Manokwari   Berawan  Berawan  Berawan
 Pekanbaru   Kabut  Cerah Berawan  Cerah Berawan
 Mamuju   Cerah Berawan  Hujan Ringan  Berawan
 Makassar   Cerah  Cerah  Berawan
 Kendari   Cerah Berawan  Cerah Berawan  Cerah Berawan
 Manado    Cerah  Cerah Berawan  Cerah Berawan
 Padang   Cerah Berawan  Berawan  Cerah Berawan
 Palembang  Cerah  Cerah  Cerah
 Medan   Berawan  Hujan Ringan  Hujan Ringan

El Nino, La Nina, dan Samudera Pasifik: Dampak Perubahan Iklim terhadap Cuaca Ekstrem

Ilustrasi kondisi kekeringan.

Samudera Pasifik, hamparan luas yang mencakup 32 persen permukaan bumi, memiliki pengaruh kuat terhadap pola cuaca global. Pasang surut airnya menciptakan fenomena yang berdampak pada kondisi cuaca di seluruh planet.

Sebuah studi baru-baru ini yang terbit di jurnal Nature telah menjelaskan aspek vital dari Samudera Pasifik, mengungkapkan perubahan tak terduga dalam perilaku "Pacific Walker Circulation" yang berperan penting dalam cuaca.

Penelitian ini tidak hanya memperdalam pemahaman kita tentang dinamika iklim tetapi juga menimbulkan pertanyaan penting tentang masa depan peristiwa terkait cuaca seperti El Nino dan La Nina.

Studi tersebut, yang dilakukan oleh sekelompok tim ilmuwan internasional, telah mengungkap wawasan menarik mengenai Sirkulasi Pacific Walker, sebuah komponen atmosfer yang bertanggung jawab untuk mengarahkan pola cuaca di kawasan tropis Pasifik dan sekitarnya.

Bertentangan dengan ekspektasi, para peneliti menemukan bahwa sirkulasi ini telah menunjukkan perubahan perilaku selama era industri, yang kemungkinan disebabkan oleh perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia.

Sirkulasi Pacific Walker merupakan hasil rotasi bumi yang menyebabkan akumulasi air permukaan hangat di sisi barat laut. Fenomena ini, pada gilirannya, memicu pola atmosfer berbeda yang dikenal sebagai angin pasat.

Angin ini mempengaruhi cuaca di wilayah tropis Pasifik dan dapat memperluas dampaknya lebih jauh lagi, sehingga menjadikan Pasifik sebagai penggerak iklim global yang kuat.

Penulis utama studi ini, Georgy Falster dari Australian National University, menjelaskan bahwa meskipun kekuatan Sirkulasi Pacific Walker secara keseluruhan relatif stabil, perilakunya dari tahun ke tahun telah berubah.

Pergeseran ini penting karena dapat mengakibatkan kejadian El Nino atau La Nina yang berlangsung lebih lama, sehingga menyebabkan kondisi cuaca yang lebih ekstrem seperti kekeringan, kebakaran, hujan lebat, dan banjir. Temuan-temuan ini menggarisbawahi pentingnya memahami mekanisme rumit yang berperan dalam sistem iklim kita.


Temuan Studi

Beberapa daerah yang akan terdampak cukup kuat adalah sebagian besar wilayah Sumatera seperti Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau, Bengkulu, Lampung. (merdeka.com/Arie Basuki)

Salah satu temuan mengejutkan dari studi tersebut adalah adanya hubungan antara letusan gunung berapi dan melemahnya Sirkulasi Pacific Walker.

Bronwen Konecky, salah satu penulis studi tersebut, menjelaskan bahwa setelah letusan gunung berapi, sirkulasi terus melemah sehingga menyebabkan kondisi yang menyerupai El Niño.

Penemuan ini meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana peristiwa alam dapat berdampak sementara pada pola iklim.

Untuk menggali wawasan ini, tim ilmuwan menggali data selama 800 tahun. Mereka memeriksa data dari berbagai sumber seperti inti es, pohon, danau, karang, dan gua.

Sumber-sumber ini memberikan informasi tidak langsung namun berharga tentang kondisi iklim historis, karena mengandung jejak unsur dan isotop yang bervariasi berdasarkan kondisi iklim.

Samantha Stevenson, salah satu penulis di penelitian ini, menekankan pentingnya sumber-sumber tersebut. Dia menilai sumber-sumber ini memberikan gambaran unik tentang iklim di masa lalu.


Implikasi

Per 1 Agustus 2023, BMKG merilis, 63 persen wilayah Indonesia sudah memasuki musim kemarau. Akibatnya, Kementerian Pertanian mencatat 27.000 hektare lahan pertanian di Indonesia mengalami kekeringan. (merdeka.com/Arie Basuki)

Dengan menganalisis rasio isotop oksigen dan hidrogen yang berbeda, para peneliti menyimpulkan bagaimana Sirkulasi Walker berevolusi selama berabad-abad.

Pendekatan ini memungkinkan mereka membandingkan tren pra-industri dan pasca-industri serta menghubungkan perubahan dengan peningkatan emisi gas rumah kaca.

Memahami pergeseran dalam Pacific Walker Circulation mempunyai implikasi yang lebih luas. Peran sirkulasi dalam menentukan pola cuaca memiliki dampak yang luas, sehingga penting dalam memprediksi variabilitas iklim.

Dengan memahami bagaimana bumi merespons berbagai faktor, seperti letusan gunung berapi dan gas rumah kaca, para ilmuwan dapat mengantisipasi perubahan dengan lebih baik dan mempersiapkan masyarakat menghadapi tantangan di masa depan.

Saat kita menghadapi kenyataan perubahan iklim, memprediksi dampaknya menjadi semakin mendesak. Model iklim, yang membantu kita memproyeksikan perubahan di masa depan, memerlukan data historis yang akurat untuk validasi.

Jika kita kurang memahami masa lalu, kemampuan kita untuk memprediksi masa depan akan terganggu.


Kontribusi Penelitian

Sementara itu, Indonesia bersiap menghadapi dampak fenomena El Nino yang mengakibatkan musim kemarau lebih panjang dari biasanya. (merdeka.com/Arie Basuki)

Pengungkapan penelitian ini berkontribusi untuk mengisi kesenjangan tersebut, membantu pengembangan prediksi yang lebih andal.

Penelitian tidak berakhir di sini. Para ilmuwan kini menyelidiki lebih dalam untuk mengungkap alasan di balik perubahan yang diamati pada Sirkulasi Pacific Walker. Dengan mengembangkan model yang menggabungkan rasio isotop hidrogen dan oksigen, mereka bertujuan untuk mendapatkan wawasan lebih jauh mengenai interaksi rumit berbagai faktor yang membentuk iklim kita.

Di dunia di mana peristiwa-peristiwa terkait perubahan iklim semakin sering terjadi dan intens, temuan-temuan studi ini mencerminkan cara-cara mendalam sistem bumi merespons tindakan kita.

Mengingat besarnya pengaruh Samudera Pasifik terhadap pola cuaca global, penelitian ini tidak hanya merupakan jendela ke masa lalu namun juga gambaran sekilas ke masa depan di mana pemahaman dan adaptasi terhadap perubahan-perubahan ini akan sangat penting bagi kesejahteraan planet kita dan penghuninya.

Infografis Pencegahan dan Bahaya Mengintai Akibat Cuaca Panas. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya