Liputan6.com, Jakarta - Selayaknya barang yang terbuat dari kertas, mushaf Al-Qur'an seringkali rusak, usang, atau tidak layak dipakai. Maklum, kertas mudah lapuk karena usia, kelembapan maupun dimakan hewan.
Namun begitu, bagaimanapun Mushaf Al-Qur'an adalah kitab suci. Karenanya, umat Islam perlu tahu cara menyikapinya, agar tak salah.
Baca Juga
Advertisement
Imam as-Suyuthi (w 911 H) dalam karyanya al-Itqan fi ‘Ulum Alquran menjelaskan dengan cukup rinci bagaimana menyikapi mushaf Al-Qur'an rusak.
Menurut Imam as-Suyuthi, ada tiga opsi menyikapi mushaf Al-Qur'an yang telah rusak.
1. Membasuh Lembaran Mushaf
Dengan membasuh lembaran mushaf dengan air agar tinta yang bertuliskan firman Allah SWT itu luntur.
Namun, cara ini kiranya hampir tidak relevan dilakukan di zaman sekarang. Sebab, percetakan Alquran kini sudah sangat maju dan berbeda jauh dengan zaman dahulu yang menuliskan Alquran dengan teknologi seadanya sehingga tintanya dapat luntur dengan mudah oleh air.
2. Membakarnya
Kedua adalah dengan membakarnya. Menurut as-Suyuthi, landasan kebolehan membakar mushaf Alquran adalah kisah pembakaran lembaran Alquran di zaman Sahabat Utsman bin Affan RA.
Pada saat itu, khalifah ketiga Islam itu membakar Alquran yang tidak memenuhi standar yang seharusnya. Penyeragaman tulisan Alquran ini kemudian dikenal dengan Rasm Utsmani, gaya tulisan khas Alquran yang dipakai hingga kini.
Lalu, antara membasuh lembaran mushaf dengan air dan membakarnya, mana yang lebih baik?
As-Suyuthi mengatakan lebih baik membakarnya. Tapi as-Suyuthi juga menampilkan pendapat ulama yang berpendapat tidak boleh membakar mushaf Alquran yang rusak. Pendapat yang demikian disampaikan al-Qadhi Husein (w 462 H), sementara al-Nawawi (w 676 H) memakruhkannya.
Simak Video Pilihan Ini:
3. Mengubur Mushaf
Cara yang ketiga adalah menguburnya di dalam tanah yang jauh dari lalu lalang manusia. Menurut as-Suyuthi cara ini banyak tertera di kitab-kitab pengikut mazhab Hanafi.
Mereka berpendapat mushaf Alquran yang sudah rusak tidak dibakar melainkan dikubur di dalam tanah. Ini mungkin dianalogikan dengan manusia yang telah meninggal, penghormatan terakhir baginya adalah dengan cara dikubur.
Cara ini juga menurut as-Suyuthi agar menutup kemungkinan mushaf tersebut terinjak-injak secara langsung.
(Selengkapnya lihat: Jalaluddin as-Suyuthi, al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an, juz 4, hlm 190)Namun, perlu diperhatikan tiga cara di atas harus dilandasi niat memuliakan Alquran, supaya mushaf Alquran terjaga kehormatannya. Juga dengan tujuan saddudz dzari’ah, yaitu menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti terinjak, dibuang ke tempat sampah, dan lain sebagainya. (Sumber: mui.or.id)
Advertisement